dc.description.abstract | Kakao merupakan penyumbang devisa ketiga setelah kelapa sawit dan karet
dan Indonesia menjadi negara penghasil kakao yang keempat di dunia. Setelah
dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan No 67/PMK.011/2010, industri
pengolahan biji kakao mulai berkembang, akan tetapi belum banyak industri yang
mengolah biji kakao menjadi cokelat batangan yang lebih dikenal sebagai real
chocolate atau cokelat bean to bar. Pasar cokelat batangan Indonesia didominasi
oleh cokelat impor yang terbuat dari intermediate produk (bubuk kakao).
Tantangan pasar domestik untuk produk cokelat bar di Indonesia masih
tinggi. Merek cokelat bar dalam negeri harus bersaing dengan cokelat impor yang
sudah lebih dulu menguasai pasar (Kemenperin 2016). Selain itu impor cokelat di
Indonesia masih tinggi dengan dikuasai India 28%, Malaysia 18%, Belgia 15%,
Cina 11 % dan Singapura 11% dari total nilai impor produk keseluruhan sebesar
79 juta USD (OEC 2016). Permasalahan lain dari industri cokelat diantaranya
harga jual produk tinggi, pasar terbatas, sistem produksi belum fleksibel dan
minat konsumen terhadap cokelat lokal yang masih rendah.
Kemampuan industri sangat bergantung pada kemampuan sumber daya
manusia yang menjadi faktor keunggulan kompetitif utama ditunjang dengan
penerapan suatu sistem industri yang sangat baik. Sistem industri yang sangat baik
tidak hanya mengutamakan faktor efisiensi dan efektivitas saja, tetapi harus sudah
memperhatikan keinginan dan kebutuhan konsumen dan supplier serta menjaga
lingkungan sekitar. Pendekatan yang terintegrasi dikenal dengan LARG (Lean,
Agile, Resilient dan Green). Pendekatan LARG adalah suatu pendekatan yang
mampu memberikan dampak positif bagi industri untuk dapat bersaing dan
bertahan di kondisi bisnis yang ketat saat ini.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi implementasi
pendekatan LARG secara berkesinambungan dalam UKM cokelat bean to bar di
Indonesia, merancang model konseptual implementasi pendekatan LARG dan
menghasilkan rekomendasi strategi agar implementasi pendekatan LARG dapat
dilakukan secara berkesinambungan.
Penelitian ini menggunakan pendekatan Soft System Methodology (SSM)
yang dijabarkan oleh Checkland (1981) dengan tujuh tahap proses. Hasil
identifikasi implementasi pendekatan LARG menunjukkan banyak sub indikator
LARG yang belum diimplementasikan sepenuhnya. Hal ini dapat dilihat dari
indeks implementasi pendekatan LARG oleh UKM cokelat bean to bar sebesar
3.77 masih lebih rendah dari pada indeks terbaik yang ditentukan pakar yaitu
4.39. Implementasi pendekatan LARG di UKM harus dapat mencapai indeks
terbaik dari pakar agar tercapai peningkatan produktivitas dan berakhir pada
peningkatan daya saingnya. Identifikasi implementasi pendekatan LARG di UKM
cokelat bean to bar dilakukan menggunakan 40 sub indikator dari LARG, yang
masing-masing indikator memiliki 10 sub indikator yaitu perilaku lean (PL1-PL10),
agile (PA1-PA10), resilient (PR1-PR10), dan green (PG1-PG10). Sub-sub indikator
tersebut yang dipilih berdasarkan pertimbangan para pakar karena dianggap
berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dan daya saing UKM. Untuk
menentukan prioritas sub indikator LARG yang berpengaruh terhadap
peningkatan daya saing UKM digunakan metode Importance Performance
Analysis (IPA). Hasil analisis perbandingan nilai rata-rata terbaik dari pakar dan
hasil analisis implementasi menunjukkan beberapa sub indikator terletak pada
kuadran II. Hal ini berarti terdapat sub indikator yang memiliki nilai rata-rata
terbaik yang tinggi namun nilai implementasi masih sangat rendah; sub indikator
inilah yang merupakan sub indikator yang memengaruhi peningkatan daya saing
UKM. Beberapa sub indikator tersebut adalah PL10 (tenaga kerja yang multiskill),
PA4 (kecepatan dalam meningkatan pelayanan konsumen, keandalan pengiriman
dan respon terhadap perubahan pasar), PA5 (kemampuan yang cepat dalam
mengkonfigurasi ulang perencanaan dan proses produksi), PA6 (kemampuan
menangkap informasi permintaan dengan cepat), PA10 (kecepatan dalam
mengurangi waktu siklus pengembangan dan produksi), PR4 (merancang sistem
produksi yang dapat mengakomodasi beberapa produk dan perubahan real time),
PG1 (kolaborasi dengan pemasok dan konsumen dalam menjaga lingkungan), PG3
(penggunaan sumber daya alam), PG4 (desain, inovasi, operasi dan kemasan yang
ramah lingkungan), PG5 (label ramah lingkungan), dan PG10 (mengurangi tingkat
persediaan).
Model konseptual Purposeful Activities Model (PAM) dihasilkan dengan
terlebih dahulu merumuskan Rich Picture (RP), analisis PQR (what, how, why),
Root Definition (RD) implementasi pendekatan LARG secara berkesinambungan
dan telah dilakukan uji dengan Customer, Actor, Transformation, Worldwiev,
Owner, Environment (CATWOE) sebagai alat bantu analisis. Model konseptual
PAM ini menggambarkan langka-langkah aktivitas manusia agar berhasil
mengimplementasikan pendekatan LARG secara berkesinambungan. Langkah
pertama diawali dengan 1) aktivitas pelatihan dan rotasi pekerja dengan tugas
yang berbeda, 2) kemudian dilanjutkan dengan aktivitas modifikasi variasi produk
dengan proses yang standar, 3) pemanfaatan teknologi informasi untuk seluruh
kegiatan UKM, 4) pengendalian persediaan dan pemanfaatan SDA yang cukup
dan tidak berlebihan, 5) pembuatan kemasan yang ramah terhadap lingkungan, 6)
peningkatan kerjasama dengan stakeholder dan diakhir dengan 7) aktivitas
penyediaan pilihan moda distribusi yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan
konsumen. Ketujuh aktivitas tersebut harus selalu dipantau dan dievaluasi serta
dilakukan tindakan perbaikan.
Agar dapat dilakukan perubahan sistematik dan rencana tindak, diperlukan
suatu strategi terbaik yang dapat diketahui dengan menggunakan Analytic
Network Process (ANP). Hasil pemilihan strategi berdasarkan kriteria Benefit,
Opportunity, Cost dan Risk (BOCR) didapatkan dua prioritas strategi yang
memiliki bobot paling tinggi yaitu Pelatihan dan Rotasi Pekerja (PRP) (0.528) dan
Penggunaan Kemasan Berecolabel (PKB) (0.209). PRP dianggap penting oleh
Pakar berdasarkan kriteria BOCR karena berperan penting dalam meningkatkan
kemampuan multifungsi pekerja dan memperlancar proses produksi. PKB juga
menjadi prioritas strategi yang diterapkan. | id |