Rekomendasi Berbasis Pangan untuk Mencegah Anemia Anak Usia Sekolah Menggunakan Linear Programming.
View/ Open
Date
2019Author
Putri, Netta Meridianti
Briawan, Dodik
Baliwati, Yayuk Farida
Metadata
Show full item recordAbstract
Anemia merupakan salah satu masalah gizi dan masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat (public health problem) baik di negara maju maupun negara
berkembang. Anak sekolah usia 5-14 tahun ditetapkan sebagai kelompok berisiko
tinggi terjadinya anemia pada pertemuan International Nutritional Anemia
Consultative Group tahun 1999 (Passi et al. 2001). Anemia pada anak usia sekolah
sampai saat ini masih cukup tinggi di Indonesia. Menurut laporan Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2013, jumlah penderita anemia di Indonesia mencapai
21.7% dengan prevalensi anemia untuk pada kelompok usia anak dan remaja yang
berusia 5-12 tahun sebesar 29%, meningkat dari data Riskesdas tahun 2007 yakni
12.8%. Hal ini menunjukkan bahwa anemia pada anak usia sekolah di Indonesia
tergolong masalah kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan karena
prevalensinya melebihi standar nasional yaitu ≥20% (Kemenkes RI 2007;
Kemenkes RI 2013).
Pendekatan berbasis pangan telah diklasifikasikan sebagai salah satu
program paling efektif untuk memerangi atau mengurangi prevalensi kekurangan
zat gizi mikro dan anemia. Meskipun perlu waktu lebih lama dalam proses
perbaikan konsumsi pangan, namun program ini bersifat lebih berkelanjutan.
Formulasi rekomendasi berbasis pangan melalui pendekatan Linear Programming
(LP) telah dinilai lebih efektif dan obyektif dibandingkan metode tradisional yang
mengharuskan tahapan proses berulang kali dalam merumuskan rekomendasi.
Pendekatan LP memungkinkan kita untuk mengembangkan diet yang dioptimalkan
untuk target populasi serta dapat mendeteksi masalah gizi yang terjadi di suatu
daerah. Salah satu aplikasi linear programming dalam pembuatan pengembangan
anjuran konsumsi pangan adalah Optifood.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi status anemia anak
sekolah dasar usia 10 – 12 tahun di Temanggung; 2) Menganalisis faktor risiko
status anemia anak sekolah dasar usia 10 – 12 tahun di Temanggung; 3)
Merumuskan rekomendasi berbasis pangan untuk anak sekolah dasar usia 10-12
tahun di Temanggung.
Penelitian dilakukan menggunakan desain cross-sectional untuk
merumuskan diet yang dioptimalkan dengan menggunakan pangan spesifik yang
tersedia secara lokal yang kaya akan zat besi, seng, folat, vitamin A, vitamin B12,
dan vitamin C melalui perangkat lunak Optifood berdasarkan pendekatan
pemrograman linear untuk anak sekolah dasar berusia 10 -12 tahun di kabupaten
Temanggung, Provinsi Jawa Tengah, Indonesia. Subjek yang terlibat dalam
penelitian ini berjumlah 318 siswa, dilaksanakan selama 6 bulan dimulai Januari
sampai Juni 2018.
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini meliputi karakteristik individu
subjek (umur, jenis kelamin, besar uang saku, status gizi, dan kadar Hb); kondisi
sosio demografi (pekerjaan orangtua, pendidikan terakhir orangtua, pendapatan
keluarga dan jumlah keluarga); kebiasaan makan, pola konsumsi pangan, asupan
zat gizi, kepercayaan atau tabu makanan, serta biaya pangan pasar. Data tersebut
dikumpulkan melalui pengisian dan wawancara menggunakan kuesioner,
pengukuran langsung, dan analisis laboratorium. Analisis data menggunakan
AnthroPlus untuk menilai status gizi subjek, pengolahan secara deskriptif dan
inferensial menggunakan SPSS versi 23, Microsoft Excel Windows. NutriSurvey
Windows 2007 untuk mengetahui kandungan zat gizi dari pangan yang dikonsumsi,
WHO FANTA Optifood versi 0.4 untuk perumusan rekomendasi diet optimal.
Secara total, ada 119 anak anemia dan 199 anak tidak anemia dalam
penelitian ini. Proporsi anemia di antara anak sekolah dasar di daerah penelitian
adalah 37.4%. Rata-rata konsentrasi Hb adalah 10.6 g/dl dan 13.46 g/dl di antara
anak yang anemia dan tidak anemia. Berdasarkan tingkat keparahan anemia, dari
total 318 anak, sebanyak 41 (12.9%) anak termasuk ke dalam kategori anemia
tingkat ringan, 77 (24.2%) anak termasuk ke dalam kategori anemia tingkat sedang,
dan 1 (0.3%) anak termasuk ke dalam kategori anemia tingkat berat.
Terdapat empat belas variabel penelitian menunjukkan nilai p<0.25 pada
analisis bivariat untuk analisis factor risiko, yaitu pendidikan ibu, konsumsi obat
cacing, densitas asupan zat besi, kecukupan protein, zat besi, vitamin A, vitamin
B12, vitamin C, frekuensi konsumsi daging sapi, hati ayam, daging ayam, ikan,
telur dan frekuensi sarapan. Konsumsi obat cacing (p<0.05;OR=0.1;CI 95%=0.0-
0.4), frekuensi konsumsi hati ayam (p<0.05; OR=5.5;CI 95%=1.9-15.1), frekuensi
konsumsi telur (p<0.05; OR=3.5;CI 95%=1.8-6.7), dan frekuensi sarapan (p<0.05;
OR=3.1;CI 95%=1.7-5.7) merupakan faktor risiko terjadinya anemia.
Asupan energi dan zat gizi penting lainnya lebih rendah daripada AKG.
Terdapat perbedaan zat gizi bermasalah antara anak yang anemia dan yang tidak
anemia. Kalsium, seng, zat besi, asam folat, vitamin B1, B2, B3, B6 dan vitamin A
merupakan zat gizi bermasalah di kelompok anemia. Zat gizi diidentifikasi sebagai
zat gizi bermasalah dalam dua diet terbaik karena tingkat kecukupan zat gizi di
bawah 100% AKG. Kalsium dan folat adalah zat gizi bermasalah absolut karena
tingkat kecukupan zat gizi dalam diet skenario kasus terbaik tanpa rekomendasi
konsumsi pangan <100% AKG.
Hati ayam, susu, telur, tahu, tempe, buah, dan sayuran (bayam, kangkung
dan daun pepaya) diidentifikasi sebagai pangan padat gizi potensial untuk
memenuhi tingkat kecukupan zat gizi yang dapat di rekomendasikan dalam
rekomendasi konsumsi pangan spesifik lokal. Rekomendasi konsumsi pangan yang
dioptimalkan dapat memastikan kecukupan 9 dari 11 zat gizi. Tingkat kecukupan
folat sebesar 49% dan kalsium sebesar 52.8% dinilai tetap tidak mencukupi karena
<65% AKG. Pengenalan RKP akan meningkatkan kecukupan zat tetapi perlu
dilengkapi dengan intervensi alternatif untuk memastikan kecukupannya.
Collections
- MT - Human Ecology [2253]