dc.description.abstract | Ikan patin siam (Pangasianodon hypophthalmus) merupakan salah satu komoditas budidaya air tawar yang bernilai ekonomis dan prospektif untuk dikembangkan guna memenuhi permintaan pasar yang meningkat setiap tahun. Produksi ikan patin dihadapkan dalam masalah inefisiensi karena biaya operasional yang tinggi dan tidak sebanding dengan harga jual produk dikarenakan lambatnya pertumbuhan yang membuat masa pemeliharaan panjang. Perbaikan mutu genetik ikan terhadap lambatnya pertumbuhan adalah dengan memproduksi ikan triploid.
Triploidisasi merupakan rekayasa jumlah ploidi pada set kromosom dua set menjadi tiga set yang berpotensi menyediakan individu dengan pertumbuhan yang cepat karena steril. Sterilitas memiliki dampak pada konsumsi pakan dan pertumbuhan karena mengalihkan energi dari pematangan gonad ke pertumbuhan somatik. Triploidisasi dapat dilakukan dengan induksi kejutan, tetapi hasilnya beragam pada spesies yang berbeda dan sulit mendapatkan 100% benih triploid. Individu triploid dapat diproduksi secara massal dan lebih efisien melalui penyediaan induk tetraploid (produk antara) yang bila disilangkan dengan diploid akan menghasilkan 100% triploid. Individu tetraploid dapat dibuat melalui penghambatan pembelahan mitosis pertama pada telur yang terbuahi. Keberhasilan induksi poliploid tergantung pada waktu antara fertilisasi dan saat kejutan (umur zigot), intensitas suhu atau tekanan kejutan, dan durasi kejutan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi kondisi optimum tetraploidisasi pada ikan patin siam melalui kejutan suhu 4 oC dengan durasi kejutan dan umur zigot yang berbeda.
Penelitian ini dilakukan menggunakan telur patin siam yang telah terbuahi terdiri dari enam perlakuan dengan tiga ulangan. Perlakuan terdiri dari kombinasi durasi kejutan (20, 25, dan 30 menit) dan umur zigot (28 dan 30 menit setelah fertilisasi) dengan menggunakan suhu dingin 4 oC. Dibuat juga sebagai pembanding perlakuan tanpa pemberian kejutan suhu (kontrol). Penentuan tingkat ploidi dengan menggunakan metode penghitungan kromosom dan nukleolus. Parameter penelitian yang diamati derajat pembuahan, derajat penetasan, abnormalitas larva, kelangsungan hidup, persentase tetraploid, dan hubungan antara jumlah maksimum nukleolus dengan tingkat ploidi.
Induk patin siam jantan yang digunakan berumur 1.5–2 tahun dengan bobot rata-rata 1.5–2 kg, sedangkan induk patin siam betina yang digunakan berumur 3–5 tahun dengan bobot rata-rata 3–5 kg. Pemijahan buatan dilakukan dengan perangsangan hormonal, untuk induk betina digunakan hormon hCG (Human Chorionic Gonadotropin) 500 IU kg-1 bobot tubuh pada penyuntikan pertama, berselang 24 jam dilakukan penyuntikan kedua dengan menggunakan hormon sGnRHa+Domperidone (Ovaprim) 0.6 mL kg-1 bobot tubuh. Induk jantan disuntik satu kali dengan menggunakan Ovaprim 0.30 mL kg-1 bobot tubuh. 8–10 jam pasca perangsangan hormonal dilakukan pengurutan pada bagian abdominal pada patin jantan maupun betina. Telur yang telah dibuahi dilakukan pencucian menggunakan suspensi tanah untuk menghilangkan daya rekat. Perlakuan tetraploidisasi
dilakukan setelah pemijahan buatan sesuai perlakuan pemberian kejutan suhu dengan jumlah telur 5000±100 butir per ulangan. Telur diinkubasi pada wadah bersuhu 29-30 oC setelah dilakukan perlakuan tetraploidisasi. Derajat pembuahan diamati pada jam ke 7 dan derajat penetasan serta abnormalitas larva diamati pada jam ke 24 setelah pemijahan buatan. Pemeliharaan larva dimulai pada umur larva 5 hari selama 15 hari dengan kepadatan 50 ekor per wadah. Kelangsungan hidup diamati pada hari ke 15 pemeliharaan larva.
Penentuan tingkat ploidi dilakukan dengan penghitungan nukleolus yang dikonfirmasi dengan penghitungan kromosom. Preparasi kromosom dan nukleolus dilakukan pada larva berumur 7 hari setelah menetas, masing-masing 30 sampel per perlakuan. Pada preparat kromosom dilakukan dengan penghitungan jumlah kromosom, sedangkan pada preparat nukleolus dengan penghitungan 450–550 sel lalu ditentukan jumlah maksimum nukleolus per sel.
Hasil penelitian menunjukkan derajat pembuahan sebesar 77.65%. Derajat penetasan menunjukkan perbedaan (P<0.05) antara perlakuan kontrol dengan perlakuan kejutan suhu. Derajat penetasan perlakuan kejutan suhu berkisar 1.37–4.71%, sedangkan perlakuan kontrol 81.35%. Abnormalitas larva pada perlakuan kejutan suhu berkisar 20.00–35.56%, sedangkan perlakuan kontrol 1.65%. Kelangsungan hidup pada hari ke 15 pemeliharaan tidak berbeda antar perlakuan (P<0.05). Patin siam diploid memiliki jumlah kromosom 60, dengan jumlah maksimum nukleolus per sel dua, sedangkan patin siam tetraploid memiliki jumlah kromosom 120, dengan jumlah maksimum nukleolus per sel empat. Hubungan jumlah nukleolus dengan tingkat ploidi menunjukkan bahwa semakin tinggi jumlah maksimum nukleolus yang ditemukan per sel maka semakin tinggi tingkat ploidi. Kondisi optimum untuk menghasilkan persentase tetraploid tertinggi 73.33% dengan durasi kejutan 25 menit pada umur zigot 28 menit setelah fertilisasi menggunakan suhu 4 oC. | id |