dc.description.abstract | Perubahan iklim adalah isu global terkini yang telah diperbincangkan selama lebih
dari dua puluh tahun. Di dalam konteks Indonesia, total emisi gas rumah kaca (GRK) dari
berbagai sektor termasuk perubahan lahan dan kehutanan, energi, kebakaran gambut,
limbah, pertanian dan industri adalah 1.453.957.000 Ton CO2e. Emisi GRK hanya
dihitung dari tiga gas utama yaitu CO2, CH4 and N2O. Dalam rangka berkontribusi
terhadap komitmen Pemerintah dalam menurunkan emisi GRK, maka upaya mitigasi
yang dilakukan oleh perusahaan swasta untuk mengurangi emisinya dapat
dipertimbangkan.
Penelitian ini berfokus pada perbandingan seberapa banyak hutan alam sekunder
sebelum dijadikan areal HTI mengandung karbon dari pertumbuhan tanaman dan
seberapa besar emisi yang dihasilkan dari degradasi hutan, serta seberapa banyak areal
HTI mengandung karbon dari pertumbuhan tanaman dan berapa emisi yang dihasilkan
dari dekomposisi gambut akaibat pembukaan lahan dan pemanenan, bahan bakar
transportasi dan penambahan nutrisi N pada pupuk sintetis. Penelitian ini dilakukan di
blok khusus Kesatuan Pengelolaan Hutan Tasik Besar Serkap Riau sejak bulan Mei 2015
hingga Juni 2016.
Berdasarkan penelitian ini, kandungan karbon dari hutan alam sekunder sebelum
dijadikan areal HTI adalah 61.417.315 ton CO2e, emisi karbon dari hutan alam sebelum
dijadikan areal HTI akibat dekomposisi gambut pada saat degradasi hutan adalah 276.814
ton CO2e. Kemudian kandungan karbon dari pertumbuhan tanaman HTI adalah
18.321.886 ton CO2e, dan emisi karbon areal hutan tanaman industri pulp lahan gambut
adalah 14.568.891 ton CO2e. Emisi ini timbul akibat dekomposisi gambut pada saat
pembukaan lahan, pemanenan dan penggunaan pupuk N sintetis dan bahan bakar
transportasi sejak pembukaan lahan hingga pemanenan.
Dalam luas 14.546 hektar areal bervegetasi di Blok Khusus KPh Tasik Besar
Serkap telah terjadi neraca karbon selama 20 tahun sejak areal tersebut masih berupa
hutan alam sekunder hingga diasumsikan menjadi hutan tanaman industri pulp lahan
gambut. Selama 20 tahun terlihat bahwa kandungan karbon di areal tersebut mengalami
perubahan, dimana kandungan karbon hutan sekunder mengalami penurunan terus
menerus akibat laju degradasi hutan disertai dengan emisi dari dekomposisi gambut yang
terjadi. Di sisi lain, hutan tanaman industri juga mampu menyerap kandungan karbon
dengan intensitas meningkat sejak tahun ke 7-20 seiring dengan laju penanaman sesuai
rencana usaha. Emisi dari hutan tanaman industri juga terjadi disebabkan dekomposisi
gambut pada saat pembukaan lahan dan pemanenan serta penggunaan pupuk dan bahan
bakar transportasi. Untuk areal tanaman kehidupan, baik kandungan karbon dan emisinya
tidak signifikan. Untuk areal kawasan lindung, kandungan karbon akan selalu terjaga
sehingga tidak terjadi emisi akibat dekomposisi gambut dan kandungan karbonnya akan
stabil sejak tahun ke-1-20. Penelitian ini menyimpulkan bahwa keberadaan pengelolaan
HTI dalam penyerapan kandungan karbon pada jangka waktu 20 tahun belum mencapai
tingkat kandungan karbon yang dimiliki hutan alam sekunder. Bahkan emisi yang terjadi
akibat pengelolaan HTI jauh lebih tinggi dibandingkan dengan emisi yang terjadi akibat
degradasi hutan sekunder. | id |