Show simple item record

dc.contributor.advisorKinseng, A Rilus
dc.contributor.advisorSjaf, Sofyan
dc.contributor.authorWantona, Saradi
dc.date.accessioned2018-11-21T02:35:59Z
dc.date.available2018-11-21T02:35:59Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/95201
dc.description.abstractPraktik politik identitas yang terdapat pada masyarakat Gayo Lut terjadi dalam dua bentuk praktik di arena politik lokal. Pertama, kekuatan politik yang dibangun oleh aktor- aktor politik yang bertarung dalam pemilihan kepala daerah antara Belah Uken dan Toa dengan melakukan kolaborasi (afiliasi). Kolaborasi ini adalah bentuk strategi penyatuan untuk mempengaruhi basis massa di akar rumput saat kontestasi berlangsung. Kedua, praktik politik yang terjadi dengan membentuk pemisahan (deafiliasi) yang dilakukan oleh aktor Belah Toa. Bentuk pemisahan ini terjadi akibat aktor politik dari Belah Toa merasa unggul (superior) atas kelompok lain, dan memiliki (bargaining) politik yang kuat, seperti dukungan kelompok massa, partai politik dan dana kampanye politik. Penelitian ini bertujuan; 1) menganalisis bentuk modal-modal yang digunakan oleh aktor politik yang bertarung pada pilkada tahun 2012; 2) menganalisis peranan masing habitus aktor dalam kontestasi politik lokal; 3) menganalisis dampak praktik politik identitas terhadap pembangunan di pedesaan. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan case study. Teknik pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam melalui informan kunci yakni, aktor yang bertarung dalam pilkada Aceh Tengah tahun 2012. Sementara itu, data sekunder diproleh dari literatur sejarah, instansi pemerintah, yakni Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Tengah dan Badan Pusat Statistik. Pemilihan informan kunci dilakukan dengan teknik purposive sampling dan snowball sampling yang mengetahui kontestasi pemilihan kepala daerah di tingkat lokal. Dari kriteria tersebut, informan yang diwawancarai masing-masing 3 aktor kandidat pilkada, 1 ketua partai politik, dan mantan ketua KIP Aceh Tengah dan 2 tokoh sejarah dari 18 informan kunci. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April tahun 2018 yang berlokasi di Desa Bukit dan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, Provinsi Aceh. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, praktik politik identitas dan pembangunan di pedesaan ditandai dengan empat pokok utama temuan. Pertama, proses pemilihan kepala daerah di era desentralisasi diakibatkan menguatnya identitas etnik sebagai alat legitimasi kampanye politik di arena politik lokal. Kedua, dalam pertarungan politik antar aktor, kekuatan yang dibangun berdasarkan akumulasi kekuatan modal. Modal itu berupa, politik, ekonomi, sosial, budaya, dan simbolik. Dalam kontestasi pilkada Aceh Tengah tahun 2012 modal yang dominan dipertaruhkan aktor adalah modal ekonomi dan modal sosial. Modal ekonomi, meliputi; aset kekayaan, finansial dan modal sosial meliputi hubungan aktor antar lembaga-lembaga yang ada di tingkat pedesaan dan kabupaten. Lembaga-lembaga itu meliputi, kelompok asosiasi, kontraktor, kelompok tani, dan kelompok keagamaan. Selain itu pula, proses politik lokal didominasi oleh kekuatan modal politik, dibangun melalui kekuatan ekonomi yang dimiliki olek aktor politik ketika bertarung dalam pemilihan kepala daerah. Sementara itu, kekuatan modal simbolik yang dimainkan aktor melalui sentimen urang-urang (kesadaran identitas), yakni belah Toa dan belah Uken yang berkembang dalam masyarakat Gayo Lut. Ketiga, praktik politik berbasis identitas yang mempopulerkan sentimen urang-urang dalam proses politik lokal adalah bagian dari habitus aktor yang tumbuh dan berkembang melalui sejarah, budaya, dan agama. Terdapat perbedaan yang signifikan habitus politik aktor Belah Toa yang meliputi; pragmatisme, tradisional dan loyalitas. Sedangkan, aktor Beleh Uken meliputi; realisme, modernisme, dan royal. Habitus politik yang dimiliki oleh aktor Belah Toa dan Belah Uken mempengaruhi praktik sosial mereka dalam kontestasi politik. Praktik kekuasaan yang dibangun atas dasar sentimen urang-urang adalah akibat praktik politik adu domba yang diciptakan oleh pemerintahan kolonialisme. Keempat, praktik politik berbasis sentimen Belah untuk memproleh jabatan politik dan proyek APBD di pemerintahan. Proses politik ini adalah politik transaksional yang dilakukan oleh aktor politik yang berafliasi melalui tim sukses politik, donatur politik dan parta politik pengusung kandidat yang bertarung. Praktik politik yang mengedepan sentimen Belah secara signifikan mempengaruhi pembangunan di wilayah pedesaan antara Uken dan Toa. Pola praktik politik yang mengatasnamakan belah Uken dan belah Toa tidak hanya berlangsung antar aktor, melainkan juga berkembang dan berlangsung di akar rumput (grassroot). Sentimen Uken-Toa yang berlangsung di tataran elit, yakni mengenai pembagian jabatan politik dan penentuan proyek pemerintahan. Sedangkan di wilayah pedesaan praktik politik identitas dilakukan dengan memekarkan desadesa sebagai objek pembangunan untuk memplot anggaran daerah dan sebagai strategi untuk mengamankan massa di akar rumput. Jika dilihat dari kemajuan pembangunan di pedesaan di antara wilayah Uken dan Toa, sebagaimana kampung Bukit yang merepresentasikan wilayah Uken, perkembangan pembangunannya cenderung baik. Sedangkan, di Kampung Bebesen yang mempresentasikan sebagai wilayah Toa hampir sama dengan Kampung Bukit yang berada dalam tipologi desa berkembang.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcRural Sociologyid
dc.subject.ddcPolitic Practiceid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcGayo, Acehid
dc.titlePraktik Politik Identitas dan Pembangunan di Pedesaan (Studi Kasus Tentang Belah Uken dan Toa Dalam masyarakat Gayo Lut).id
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordPraktik politik identitasid
dc.subject.keywordmodal, habitusid
dc.subject.keywordpolitik lokalid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record