Kajian Pola Asuh Makan, Kesehatan dan Stunting pada Baduta Suku Makassar, Bugis dan Toraja
View/ Open
Date
2018Author
Putriana, Armenia Eka
Martianto, Drajat
Riyadi, Hadi
Metadata
Show full item recordAbstract
Proses anak menjadi pendek atau stunting di suatu wilayah atau daerah
miskin dapat terjadi sejak berusia 6 bulan dan berlangsung terus menerus hingga
usia 18 tahun. Kejadian stunting terjadi pada dua hingga tiga tahun awal
kehidupan. Periode dua tahun pertama kehidupan merupakan masa yang paling
kritis dalam proses pertumbuhan. Stunting perlu menjadi perhatian khusus sebab
menghambat perkembangan fisik dan mental pada baduta.
Kebiasaan makan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
kebiasaan dan perilaku perihal makanan dan makan, misal tata cara makan,
frekuensi makan, pola makan, kepercayaan terhadap makanan (pantangan),
distribusi makanan dalam keluarga, penerimaan makanan (misalnya suka atau
tidak suka) dan cara pemilihan bahan makanan yang akan dimakan.
Perilaku kesehatan seseorang dipengaruhi tiga faktor yaitu meliputi
pengetahuan, sikap, pendidikan, kepercayaan masyarakat, sosial budaya dan
tingkat ekonomi, selanjutnya faktor pemungkin yaitu mencakup ketersediaan
sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat misalnya air bersih,
tempat pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan
yang bergizi dan sebagainya, selanjutnya yang terakhir yaitu faktor pendukung
yang mencakup sikap dan perilaku kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis pola asuh makan anak
baduta dari suku Makassar, Bugis dan Toraja; 2) menganalisis pola asuh
kesehatan anak baduta dari suku Makassar, Bugis dan Toraja; 3) menganalisis
proporsi anak baduta stunting dari suku Makassar, Bugis dan Toraja; 4)
menganalisis hubungan status gizi dengan pola asuh makan dan pola asuh
kesehatan pada baduta suku Makassar, Bugis dan Toraja; dan 5) menganalisis
praktek-praktek budaya yang berpengaruh terhadap status gizi baduta pada suku
Makassar, Bugis dan Toraja.
Desain penelitian ini adalah cross sectional study. Subjek penelitian ini
adalah baduta (7-24 bulan). Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli-September
2016. Pengolahan dan analisis data menggunakan program Microsoft Office Excel
dan SPSS secara deskriptif. Analisis bivariat yang digunakan adalah chi-square
dan uji Fisher (uji alternatif chi-square). Analisis multivariat yang digunakan
adalah regresi logistik. Analisis regresi logistik dilakukan dengan menggunakan
metode Backward: Wald dengan tingkat kepercayaan CI 95%.
Hasil penelitian menunjukkan pada karakteristik rumahtangga sebagian
besar ibu berusia kurang dari 30 tahun dengan persentase sebesar 65.3%. Tinggi
badan ibu sebagian besar memiliki tinggi badan lebih atau sama dengan 150 cm.
Sebagian besar ibu memiliki IMT normal. Latar belakang pendidikan ibu yang
dimiliki sebagian besar tidak menyelesaikan jenjang tingkat SMA. Sebagian besar
ibu tidak bekerja dengan persentase 86.7%.Pendapatan keluarga mempunyai
peranan penting dalam memberikan pengaruh terhadap kondisi hidup masyarakat.
Pengaruh yang dimaksud lebih berorientasi pada kesejahteraan dan kesehatan.
Sebagian besar rumah tangga memiliki pendapatan <UMP (66.7%) berdasarkan
kondisi pendapatan minimum provinsi Sulawesi Selatan tahun 2015.
Hasil penelitian pada pola asuh makan baduta terhadap suku Makassar,
Bugis dan Toraja menunjukkan bahwa terdapat perbedaan signifikan pola asuh
makan berdasarkan suku. Pola asuh makan yang diterapkan oleh ibu baduta
sebagian besar pada suku Toraja (OR: 1.557) kurang daripada suku Makassar
maupun Bugis. Persentase tertinggi pola asuh dalam kategori kurang terdapat pada
suku Makassar dan terendah di Bugis. Terdapat perbedaan signifikan antara nilai
pola asuh makan suku Bugis dibandingkan dengan Makassar dan Toraja.
Terdapat perbedaan signifikan pola asuh kesehatan berdasarkan suku. Pola
asuh sehat suku Bugis dan Toraja berbeda signifikan terhadap pola asuh di suku
Makassar. Pola asuh kesehatan di suku bugis (OR 8.141) lebih baik daripada suku
Toraja maupun Makassar. Persentase tertinggi pola asuh kesehatan dalam kategori
baik terdapat pada suku Toraja dan terendah di suku Makassar. Terdapat
perbedaan signifikan antara nilai pola asuh kesehatan suku Bugis dan Toraja
dibandingkan dengan Makassar.
Proporsi baduta mengalami stunting lebih banyak terdapat pada suku Bugis
sebesar 85.8% dibandingkan dengan baduta pada suku Makassar sebesar 52.5%
dan baduta di suku Toraja sebesar 23.3%.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa praktek-praktek budaya makan
pada suku Makassar, Bugis dan Toraja memiliki beraneka ragam ciri khas yang
berdasarkan kepercayaan masing-masing.
Collections
- MT - Human Ecology [2190]