Show simple item record

dc.contributor.advisorSantoso, Joko
dc.contributor.advisorHaryanto, Bambang
dc.contributor.authorLitaay, Christina
dc.date.accessioned2018-07-30T02:36:28Z
dc.date.available2018-07-30T02:36:28Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/92556
dc.description.abstractIkan cakalang merupakan salah satu hasil tangkapan perikanan andalan dari perairan Maluku yang potensial dan bernilai ekonomis penting dengan kandungan gizi yang sangat tinggi. Bahkan jenis ikan ini menjadi primadona, karena selain menjadi ikan konsumsi yang digemari masyarakat, juga merupakan komoditas ekspor sehingga banyak dimanfaatkan oleh nelayan Galala Kecamatan Sirimau, Ambon. Pada Tahun 2014 produksi ikan di Kota Ambon sebesar 41.168,49 ton (BPS 2015).Peningkatan produksi perikanan pada kenyataannya tidak serta merta diikuti oleh peningkatan ketersediaan ikan segar baik untuk konsumsi langsung maupun sebagai bahan baku bagi industri pengolahan ikan. Selain itu penanganan ikan setelah penangkapan belum dilakukan dengan baik dan hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya tingkat kerusakan ikan pascapanen atau tingkat susut panen (postharvestlosses) yaitu diperkirakan sekitar 27% (Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan 2007). Umumnya penanganan ikan segar di Kota Ambon, terutama yang dilakukan oleh para nelayan belum sesuai prosedur. Penanganan yang kurang hati-hati serta kurang diterapkannya sistem rantai dingin sejak ikan ditangkap sampai ke tangan konsumen menyebabkan hasil tangkapan mengalami kemunduran mutu. Pengujian mutu kesegaran ikan penting untuk meningkatkan tingkat konsumsi ikan (konsumsi protein) masyarakat. Penanganan ikan yang baik dapat mempertahankan mutu ikan tetap segar sehingga protein serta kandungan omega- 3 tidak rusak akibat aktivitas mikroorganisme. Jika penanganannya kurang tepat, protein yang terkandung dalam ikan akan dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk berkembang biak dan menjadikan kualitas ikan menurun. Untuk menghindari masalah ini diperlukan adanya penerapan teknologi penanganan yang baik atau Good Handling Practices (GHP) sejak ikan di atas kapal sampai setelah didaratkan. Kerusakan pada ikan cakalang berakibat pada penurunan mutu secara organoleptik sehingga perlu adanya solusi dalam mengatasi masalah mutu ikan cakalang. Tujuan penelitian ini adalah 1) Menganalisis sistem perikanan pole and line di Galala Kota Ambon; 2) Menganalisis sistem penanganan dan penyimpanan ikan cakalang pada perikanan pole and line; dan 3) Menganalisis tingkat kesegaran ikan cakalang dengan perbaikan sistem penanganan. Pole and line adalah alat tangkap ikan yang sangat sederhana, bagianbagiannya terdiri dari tangkai atau joran (pole) berukuran panjang 2.5-3 m, tali pancing (line) dan mata pancing (hook) ukuran 26 mm, 28 mm, 30 mm dan 32 mm. Kapal pole and line yang digunakan oleh nelayan Galala dalam kegiatan penangkapan ikan cakalang berukuran 30 GT dan kapasitas mesin utama 255 HP, dengan jumlah tenaga kerja 25 orang. Penangkapan ikan sangat ditunjang oleh ketersediaan umpan hidup yang diperoleh bagan rambo. Di lokasi penelitian ditemukan beberapa jenis umpan hidup yaitu ikan teri (Stolephorus sp), ikan sardine (Sardinella lemuru) dan ikan kembung (Rastrelliger spp.)dengan persentase ikan teri lebih banyak dibandingkan ikan sarden tembangdan ikan kembung. Operasi penangkapan pole and linedilakukan dengan sistem one day fishing dan ukuran panjang ikan cakalang terbesar berkisar antara 29.5 – 32.8 cm dengan proporsi 47%. Penanganan ikan segar merupakan salah satu bagian penting dari mata rantai industri perikanan. Penerapan teknologi penanganan yang baik sejak ikan di atas kapal sampai setelah didaratkan perlu diterapkan dengan baik. Penanganan ikan segar dengan pendinginan es dapat menghambat aktivitas mikroba pembusuk. Proses perbaikan pada penanganan ikan cakalang di atas kapal maupun di pusat pendaratan ikan diperlukan untuk memperbaiki proses existing yang dilakukan oleh nelayan. Kondisi ini sangat penting untuk meningkatkan kualitas ikan dan mencegah terjadi proses kemunduran mutu ikan. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa metode tanpa pendinginan, pendinginan es dan ikan 1:2 maupun 1:1 selama 12 jam berpengaruh nyata terhadap pH dan nilai organoleptik, dengan nilai pH masing-masing sebesar 7.83, 6.70 dan 6.30, sedangkan rerata nilai organoleptik 4.43, 8.68 dan 8.79. Suhu awal ikan 25oC dan pada akhir pengamatan 12 jam masing-masing perlakuan memiliki suhu tanpa pendinginan 29.5oC, pendinginan 1:2 sebesar 11oC dan pendinginan 1:1 sebesar 7oC. Hasil analisa regresi linear menunjukkan bahwa pH dengan nilai organoleptik memiliki korelasi yang sangat kuat (R>0.90) sebesar 0.921. Cara penanganan ikan yang terbaik adalah pendinginan 1:1 dengan nilai pH antara 6.00-6.30 dan organoleptik antara 8.79-9.00.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcFood technologyid
dc.subject.ddcFish mealid
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titlePengembangan Sistem Penanganan Ikan Cakalang pada Perikanan Pole and Linedi Galala Sirimau Ambonid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordikan cakalangid
dc.subject.keywordmetode pendinginanid
dc.subject.keywordpole and lineid
dc.subject.keywordproses penangananid
dc.subject.keywordteknologi perikananid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record