Show simple item record

dc.contributor.advisorZuhud, Ervizal AM
dc.contributor.advisorSantosa, Yanto
dc.contributor.advisorAnas, Iswandi
dc.contributor.advisorSunkar, Arzyana
dc.contributor.authorErniwati
dc.date.accessioned2018-07-30T01:18:57Z
dc.date.available2018-07-30T01:18:57Z
dc.date.issued2018
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/92525
dc.description.abstractPetani kelapa sawit rakyat yang mengelola perkebunan kelapa sawit secara swadaya meningkat pesat di Indonesia dalam dua dekade terakhir. Perkembangan yang pesat menimbulkan tudingan bahwa kelapa sawit rakyat swadaya (selanjutnya disebut kelapa sawit rakyat) penyebab deforestasi dan kehilangan keanekaragaman hayati. Penelitian untuk mengkaji asal usul kebun kelapa sawit rakyat dan dampak kelapa sawit rakyat terhadap keanekaragaman hayati perlu dilakukan untuk menjawab isu yang berkembang yang kemudian dapat merumuskan model pengelolaan kelapa sawit rakyat yang berkelanjutan. Sejauh ini penelitian terkait isu tersebut masih sangat sedikit. Tujuan penelitian ini adalah untuk merumuskan tipologi perkebunan kelapa sawit rakyat berwawasan konservasi keanekaragaman hayati. Penelitian dilakukan dari 2015-2017 dengan lokasi pengambilan data di Provinsi Riau. Data ekologi tumbuhan dan hewan dikumpulkan dari enam belas kebun kelapa sawit rakyat. Sebagai pembanding data ekologi juga diambil dari empat perkebunan kelapa sawit skala besar dan empat hutan sekunder sebagai habitat referensi. Dalam penelitian ini spesies burung dan cacing tanah digunakan sebagai spesies bioindikator. Asal usul dan perubahan lahan sebelum menjadi kelapa sawit dianalisis dengan metode GIS. Keanekaragaman spesies burung diamati dengan metode jalur transek, analisis vegetasi dengan petak tunggal, kepadatan populasi cacing tanah menggunakan metode hand sorting. Metode wawancara terhadap 250 petani kelapa sawit dilakukan untuk mengkaji karakteristik dan tingkat kesejahteraan petani. Analisis tipologi perkebunan kelapa sawit rakyat dilakukan dengan menyusun parameter ekologi, ekonomi dan sosial. Untuk aspek ekologi, penentuan tipologi asal usul lahan berdasarkan status lahan dan tutupan lahan sebelum menjadi kebun kelapa sawit sedangkan penentuan tingkat keanekaragaman hayati dilakukan dengan menghitung rata-rata indeks keanekaragaman spesies bioindikator. Untuk aspek ekonomi, penentuan tipologi berdasarkan analisis finansial dengan menghitung nilai NPV, IRR dan BC ratio, kemudian diklasifikasikan menjadi layak atau tidak layak. Untuk aspek sosial, penentuan tipologi berdasarkan tingkat kesejahteraan petani yang diklasifikasikan menjadi tinggi, sedang dan rendah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar petani kelapa sawit rakyat (85%) adalah petani skala kecil dengan luas lahan berkisar 1-5 ha. Pengelolaan kebun umumnya dilakukan dengan sistem monokultur dengan low external input (rendah pupuk anorganik dan pestisida) serta waktu pembersihan yang tidak teratur. Produktivitas kelapa sawit rakyat tergolong rendah (5-10 ton/ha/tahun) masih jauh dari produktivitas kelapa sawit skala besar sebesar 21 ton/ha/tahun. Faktor yang paling berpengaruh terhadap rendahnya produktivitas tersebut adalah penggunaan sumber benih yang berkualitas rendah, namun demikian kehidupan petani tersebut masih dalam tingkat sejahtera yang dalam penelitian ini diklasifikasikan di tingkat sedang. Berdasarkan status lahan, sebagian besar kebun kelapa sawit rakyat (70%) berasal dari kawasan bukan hutan, sedangkan sisanya (30%) berasal dari kawasan hutan produksi bekas tebangan. Tipe tutupan lahan sebelum dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit rakyat bukan berasal dari hutan primer melainkan berupa semak belukar (59%), hutan sekunder (38%), tanah terbuka (11%), dan perkebunan (2%). Kelapa sawit rakyat bukan faktor utama penyebab deforestasi hutan tropis di Provinsi Riau. Konversi kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit rakyat bukan merupakan proses langsung melainkan diawali kegiatan lain seperti perladangan dan pembalakan di hutan produksi dan kemudian ditanam dengan kelapa sawit. Kesuburan tanah di perkebunan kelapa sawit rakyat lebih tinggi dibandingkan di perkebunan kelapa sawit skala besar, yang diindikasikan dengan kepadatan cacing tanah yang lebih tinggi. Kandungan C-organik merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap populasi cacing tanah. Kadar C-organik tanah di perkebunan kelapa sawit rakyat diduga berkaitan dengan tipe pengelolaan kelapa sawit rakyat yang tidak intensif. Keanekaragaman burung di perkebunan kelapa sawit skala besar lebih tinggi dibandingkan dengan perkebunan kelapa sawit rakyat. Sedangkan kelapa sawit yang lebih tua memiliki indeks keanekaragaman spesies burung lebih tinggi baik di kelapa sawit rakyat swadaya maupun di perkebunan kelapa sawit skala besar. Keberadaan hutan sekunder di sekitar perkebunan kelapa sawit skala besar mempengaruhi tingkat keanekaragaman burung oleh karena itu pengelolaan dengan melestarikan hutan alam dalam lanskap yang di dominasi oleh perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu strategi untuk konservasi keanekaragaman hayati. Selanjutnya menanam kelapa sawit dengan umur yang berbeda dapat meningkatkan keanekaragaman burung di perkebunan kelapa sawit rakyat. Pengelolaan kelapa sawit rakyat lebih efisien dibandingkan dengan perkebunan kelapa sawit skala besar. Hal ini ditunjukkan dengan nilai Net Present Value (NPV), Internal Return Rate (IRR) dan Benefit Cost ratio (B/C) kelapa sawit rakyat yang lebih tinggi dibandingkan dengan kebun kelapa sawit skala besar Terdapat beberapa faktor utama yang menentukan perbedaan nilai biaya dan manfaat antara kedua tipe pengelolaan tersebut antara lain tenaga kerja, penggunaan jenis bibit, dan penggunaan pupuk. Tipologi pengelolaan kelapa sawit rakyat yang berwawasan konservasi keanekaragaman hayati adalah tipologi yang menyelaraskan antara kepentingan ekonomi dan kepentingan konservasi keanekaragaman hayati.Tipologi pengelolaan yang berwawasan konservasi keanekaragaman hayati dirumuskan sebagai suatu pengelolaan perkebunan kelapa sawit rakyat yang tidak merubah areal berhutan (zero deforestasi), mampu mengoptimalkan peran keanekaragaman hayati sehingga mengurangi penggunaan bahan kimia yang pada akhirnya dapat mengurangi biaya operasional pengelolaan. Kriteria pengelolaan antara lain adanya integrasi kelapa sawit dengan spesies tumbuhan lokal setempat yang bermanfaat atau dengan habitat alami, menggunakan pupuk organik dan menggunakan bibit yang berkualitas tinggi.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcTropical Biodiversityid
dc.subject.ddcBiodiversity Conservationid
dc.subject.ddc2017id
dc.subject.ddcKampau, RIAU, SUMSELid
dc.titleTipologi Perkebunan Kelapa Sawit Rakyat Berwawasan Konservasi Keanekaragaman Hayati: Studi Kasus Di Provinsi Riau.id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordKebun kelapa sawit rakyat swadayaid
dc.subject.keywordkeanekaragaman hayatiid
dc.subject.keywordhutan sekunderid
dc.subject.keywordperubahan lahanid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record