Perkembangan Populasi dan Perubahan Lanskap Jalak Bali (Leucopsar rothschildi) di Taman Nasional Bali Barat dan Nusa Penida Bali
View/ Open
Date
2018Author
Pramatana, Fadlan
Hernowo, Jarwadi Budi
Prasetyo, Lilik Budi
Metadata
Show full item recordAbstract
Jalak bali (Leucopsar rothschildi) merupakan jenis burung yang termasuk
kedalam kategori terancam punah (Critically Endangered) menurut kategori
keterancaman satwa (IUCN), kategori Appendix I menurut (CITES), dan dilindungi
sejak 1971 oleh Pemerintah Indonesia. Hal ini mendorong banyak pihak untuk
melakukan upaya peningkatan populasi, dan salah satunya melalui penangkaran di
TNBB. Perkembangan populasi di penangkaran menghasilkan dampak yang positif,
sehingga burung jalak bali dapat dilepasliarkan setiap tahunnya. Metode yang
digunakan dalam pelepasliaran burung jalak bali di TNBB yaitu metode soft release.
Metode ini dilakukan dengan cara memberikan semua kebutuhan jalak bali
termasuk burung pengikat agar persebarannya tidak terlalu jauh dan masih dapat
terpantau. Metode ini mengakibatkan pergeseran pemilihan habitat oleh jalak bali
di TNBB. Pelepasliaran juga pernah dilakukan di luar habitat alaminya, yaitu Nusa
Penida. Walaupun Nusa Penida memiliki kondisi habitat berbeda dengan habitat
alaminya, jalak bali di Nusa Penida mampu berkembang biak tanpa adanya
perlakuan tambahan. Keberhasilan perkembangan ini sempat mengalami
penurunan secara drastis pada tahun 2010 hingga individu jalak bali hanya
mencapai 19 ekor di Nusa Penida. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
perkembangan populasi jalak bali di TNBB dan Nusa Penida, membentuk model
kesesuaian habitat jalak bali di TNBB dan Nusa Penida, dan menganalisis
penurunan populasi jalak bali di TNBB dan Nusa Penida.
Jumlah individu jalak bali di TNBB berada pada angka 63 individu dengan
angka kelahiran berjumlah 6 individu, sedangkan di Nusa Penida jumlah jalak bali
berada pada angka 12 individu dengan angka kelahiran berjumlah 3 individu.
Variabel yang mempengaruhi kesesuaian habitat jalak bali di TNBB diantaranya,
jarak dari jalan, jarak dari desa, ketinggian, NDVI, suhu permukaan, jarak dari nest
box, jarak dari lokasi pelepasliaran, kerapatan tumbuhan pakan, kerapatan
tumbuhan cover, dan variabel lanskap mean patch edge. Model kesesuaian yang
terbentuk memiliki nilai R2 sebesar 40.9 %. Analisis di Nusa Penida menghasilkan
variabel yang mempengaruhi kesesuaian habitat jalak bali diantaranya, jarak dari
jalan, ketinggian, kemiringan lereng, jarak dari nest box, dan variabel lanskap
shannon’s diversity index. Model kesesuaian yang terbentuk memiliki nilai R2
sebesar 55.0 %. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat faktor yang tidak dapat
dikuantitatifkan ikut serta dalam mempengaruhi pemilihan habitat jalak bali, seperti
pemberian kebutuhan jalak bali di TNBB, sumberdaya yang tersedia sepanjang
tahun di alam Nusa Penida, perilaku adat masyarakat Nusa Penida, maupun faktor
sosial diantaranya kegiatan perburuan ilegal. Habitat jalak bali di kedua lokasi tidak
mengalami perubahan yang signifikan, sehingga perubahan habitat tidak dapat
dijadikan alasan sebagai penyebab penurunan populasi. Penurunan populasi jalak
bali di TNBB dan Nusa Penida dikarenakan faktor kegiatan perburuan yang hingga
saat ini mungkin tidak diketahui oleh seluruh pihak di Nusa Penida.
Collections
- MT - Forestry [1419]