Implementasi Pinjaman Tunda Tebang Hutan Rakyat di Kabupaten Blora dan Kabupaten Wonosobo
View/ Open
Date
2017Author
Lusiya, Duhita Herlyn
Darusman, Dudung
Nuryartono, Nunung
Metadata
Show full item recordAbstract
Berbagai fungsi dan keberadaan Hutan Rakyat (HR) perlu dipertahankan
untuk mendukung manfaat bagi aspek ekonomi, ekologi, dan sosial bagi petani
(skala lokal) maupun bagi negara (skala nasional). Produksi kayu dari HR terus
mengalami peningkatan dalam periode 2011-2013, bahkan kayu dari HR dapat
menyumbang pasokan sekitar 70–90% untuk memenuhi kebutuhan bahan baku
kayu pertukangan dan kayu bakar di Pulau Jawa. Meskipun perkembangan HR
meningkat, tetapi petani menghadapi sejumlah tantangan dalam pengelolaannya,
salah satunya menebang untuk memenuhi kebutuhan yang dikenal dengan istilah
”tebang butuh”. Tebang butuh belum masak daur tidak akan memberikan volume
produksi optimal, nilai terbaik ekonomi kayu, dan hilangnya investasi jangka
panjang petani. Pilihan kebijakan pemerintah yaitu membuat program pinjaman
tunda tebang (PTT) untuk petani dalam rangka menunda tebang pohon sehingga
dapat mencapai umur daur untuk kelestarian dan mencapai nilai ekonomi yang
optimal. Di sisi lain, perkembangan HR yang cukup baik menurut sebagian para
ahli, pada kenyataanya tidak menjamin kelestarian hutan, karena adanya praktek
tebang butuh sebelum pohon mencapai daur. Hal tersebut menjadi inspirasi
peneliti melakukan penelitian yang bertujuan untuk menjelaskan pemahaman
petani debitur terkait skema pinjaman dan bagaimana pelaksanaan terhadap
ketentuan PTT.
Penelitian menggunakan metode survei dengan pendekatan kuantitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan kuisoner dan wawancara. Pengambilan
sampel secara purposive sampling pada responden sejumlah 222 orang yang
terdiri dari petani debitur dan petani non debitur di Kabupaten Blora dan
Kabupaten Wonosobo. Analisis dilakukan secara statistik deskripif untuk melihat
bagaimana pemahaman petani terhadap skema dan bagaimana pelaksanaan
terhadap ketentuan sesuai prinsip 4T, yaitu: Tepat Pelaku, Tepat Lokasi, Tepat
Kegiatan, Tepat Penyaluran, dan Pengembalian sesuai peraturan Kepala Pusat
Pembiayaan Pembangunan Hutan (P2H) Nomor: P.4/P2H/APK/SET.1/11/2016,
dimana pengamatan dilakukan pada kriteria masing-masing prinsip.
Hasil studi menjelaskan bahwa pemahaman petani terhadap program mulai
kegiatan perencanaan hingga implementasinya dipengaruhi oleh kognitif, konasi,
dan afeksinya. Sebaran informasi merata pada tingkat pendidikan dan jenis
pekerjaan petani. Peran penyebar informasi meliputi penyuluh kehutanan 13.06%,
KTHR sebanyak 81.53% dan pendamping sebanyak 5.40 persen. Peran KTHR
yang lebih dominan di satu sisi membantu pelaksanaan program secara positif,
namun disisi lainnya dapat mengubah makna program dari distorsi pemahaman
individu petani. Sosialisasi pemerintah daerah sangat dibutuhkan untuk terus
meng-update pemahaman petani. Ketersedian informasi yang diperoleh dapat
dikaitkan dengan keinginan petani non debitur untuk mengikuti program.
Hasil penelitian menunjukan bahwa secara umum, pengetahuan informasi
dan pemahaman petani non debitur sudah baik yaitu sekitar 70% petani
mengetahui proses program yang diperoleh dari KTHR walaupun secara kualitas
informasi berbeda beda. Terkait pemahaman proses pinjaman, pemahaman petani
adalah a) persyaratan rumit, b) waktu pencairan (lag time) lama dan c) pendataan
pohon dan d) ada petani yang merespon proses pinjaman sederhana. Terkait
ketaatan kontrak, masih ada petani yang melanggar komitmen karena menebang
pohin agunan sebelum jatuh tempo dan tidak menjaga pohon agunan. Pemahaman
petani terkait manfaat pinjaman adalah; a) pohon masih terjaga, b) bunga
pinjaman ringan/lunak, c) memenuhi kebutuhan, d) menambah modal usaha, e)
tanaman lain menjadi produktif, dan f) sebagian petani menyatakan manfaat tidak
maksimal. Pemahaman petani terkait perbandingan program dengan pinjaman
tengkulak adalah: a) proses dan prosedur tengkulak lebih cepat dan mudah, b)
harga tengkulak lebih murah, c) pohon masih utuh, d) beberapa petani puas
dengan mekanisme BLUP-P2H karena estimasi harga kayu lebih besar, e)
pelayanan BLUP-P2H kurang ramah, dan f) ada petani yang tidak puas dengan
mekanisme pinjaman.
Implementasi PTT dapat dilihat berdasarkan ketentuan pinjaman dalam
Prinsip 4T, yaitu Tepat Pelaku, Tepat Lokasi, Tepat Kegiatan, dan Tepat
Penyaluran dan Pengembalian. Tepat Pelaku pada umumnya sudah baik karena
petani debitur di Blora dan Wonosobo sudah melewati screening dan mendapat
persetujuan administrasi sesuai ketentuan. Pelaksanaan Tepat Lokasi pada
umumnya sudah baik karena sudah melewati screening bukti-bukti verifikasi
lapangan. Dengan demikian, petani di Blora sebanyak 53 orang dan di Wonosobo
sebanyak 69 orang penerima PTT sudah memenuhi Tepat Pelaku dan Tepat
Lokasi. Namun demikian, masih ada penyimpangan pada Tepat Kegiatan karena
pelanggaran komitmen (keparalegalan) menebang pohon agunan sebelum selesai
kontrak. Petani Blora menebang pohon agunan sebelum selesai kontrak sebanyak
22.65% dan seluruh petani Wonosobo menebang pohon agunan (100%). Ada
ketidaklancaran pengembalian pinjaman beberapa petani pada Tepat Penyaluran
dan Pengembalian di Blora dan Wonosobo.
Program PTT yang dimaksudkan untuk petani dapat menunda tebang
sehingga mencapai umur daur dan menjamin kelestarian, serta mencapai nilai
ekonomi maksimal, belum dapat dilaksanakan dengan baik karena masih ada
penyimpangan dan memerlukan perbaikan. Rekomenasi penelitian adalah agar
dilakukan perbaikan mekanisme birokrasi, prosedural yang cepat, tepat, dan
bermanfaat. Birokrasi yang panjang tidak menjamin kelestarian secara ekonomi
dan lingkungan. Selain itu, Perlu adanya penyempurnaan aturan atau prosedur
pinjaman, antara lain: terkait tebangan yang sifatnya force majeur seperti serangan
hama dan penyakit dan aksi penyelamatannya; SDM pendamping lapangan (PO);
dan petunjuk teknis lapangan khususnya penanda pohon yang mudah dipelihara,
tahan lama dan tidak mudah hilang/rusak.
