dc.description.abstract | Ikan belut sawah atau Monopterus albus merupakan salah satu ikan air tawar dari kelas
Actinopterygii yang banyak dicari sebagai suplemen makanan setelah ikan sidat dan gabus.
Selain sebagai ikan konsumsi, belut sawah mulai dikembangkan oleh industri suplemen
kesehatan dan kosmetik melalui pemanfaatan kandungan antibacterial dan antifugal yang
terkandung dalam belut sawah untuk penyakit dan infeksi kulit serta digunakan juga sebagai
penghambat pertumbuhan sel kangker melalui aktivitas antiproliferasi dalam belut sawah
yang tinggi. Keunggulan yang dimiliki ikan belut sawah, menjadikan spesies ini sebagai ikan
komoditas penting dan berpotensi untuk dikembangkan. Tingginya permintaan belut sawah di
pasar dalam dan luar negeri belum dapat terpenuhi karena stok benih yang digunakan untuk
kegiatan budidaya masih mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Di sisi lain, peningkatan
konversi lahan pertanian (sawah) dan pencemaran lingkungan perairan semakin mempercepat
penurunan populasi belut sawah di alam. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
produksi perikanan belut sawah adalah dengan mencari benih dan induk belut sawah unggul
sebagai pijakan untuk pengembangan kegiatan budidaya secara berkelanjutan. Validasi spesies,
hubungan kekerabatan spesies diantara populasi, potensi keragaman genetik dan morfometrik,
serta biologi reproduksi suatu spesies pada umumnya dijadikan informasi dasar dalam
menentukan benih unggul untuk aktivitas persilangan.
Tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengkonfirmasi identitas spesies ikan belut sawah
secara akurat dari empat Kabupaten di Jawa Barat berdasarkan analisis morfologi dan
molekuler, 2) mengevaluasi hubungan kekerabatan ikan belut sawah diantara empat
Kabupaten di Jawa Barat berdasarkan keragaman morfometrik dan genetik menggunakan
marka gen COI dan 16S rRNA, 3) mengevaluasi potensi keragaman morfometrik dan genetik
sebagai indikasi awal untuk menentukan populasi benih belut sawah unggul dari empat
Kabupaten di Jawa Barat, 4) mengevaluasi potensi reproduksi ikan belut sawah dari empat
Kabupaten di Jawa Barat, 5) menyusun strategi pengelolaan perikanan belut sawah melalui
pemetaan informasi kepastian identifikasi, hubungan kekerabatan ikan belut sawah diantara
empat Kabupaten, informasi awal penduga populasi benih belut sawah unggul, potensi
reproduksi serta kajian potensi wilayah pada empat Kabupaten di Jawa Barat untuk
pengembangan budidaya belut sawah secara berkelanjutan.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2015 hingga Juli 2016. Pengambilan
sampel dilakukan di empat populasi penelitian (sawah irigasi) Provinsi Jawa Barat meliputi
Kabupaten Indramayu (Desa Babadan), Kabupaten Subang (Desa Compreng), Kabupaten
Tasikmalaya (Desa Pasir Panjang), dan Kabupaten Garut (Desa Sindanglaya). Empat
Kabupaten (populasi) dalam studi ini dipilih sebagai perwakilan dari wilayah Jawa Barat
bagian Utara dan Selatan dengan tipe altitude yang berbeda-beda. Penelitian yang dilakukan
meliputi: pengambilan contoh, analisis morfometrik, analisis genetik, dan analisis reproduksi.
Sampel ikan belut sawah yang diambil berkisar antara 48 sampai 81 ekor pada setiap populasi
penelitian. Sampel diambil dengan menggunakan alat tangkap yang disesuaikan dengan
kebiasaan masyarakat setempat seperti perangkap (posong), setrum, dan pancing. Analisis
morfometrik dilakukan dengan menggunakan software Exel, SPSS, dan Minitab terhadap nilai
koefisien keragaman, perbandingan rasio karakter antar populasi, analisis diskriminan dan
analisis klaster ikan belut sawah berdasarkan pengukuran 19 karakter morfometrik. Analisis
molekuler dilakukan dengan menggunakan software MEGA 6 untuk menghitung jarak genetik,
konstruksi pohon filogenetik, situs nukleotida spesifik. Analisis reproduksi meliputi beberapa
parameter pengukuran seperti komposisi jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, indeks
kematangan gonad, dan fekunditas menggunakan software Excel.
Kepastian identifikasi ikan belut sawah asal empat populasi penelitian berdasarkan
analisis keragaman morfometrik serta genetik mengindikasikan bahwa sedikitnya ada dua
spesies kriptik dari spesies Monopterus albus di Jawa Barat. Hubungan kekerabatan yang
ditampilkan dalam diagram klaster dan pohon filogenetik dengan marka gen COI dan 16S
rRNA menunjukkan bahwa populasi Indramayu dan Subang mengelompok ke dalam klaster A,
sedangkan untuk populasi Tasikmalaya dan Garut mengelompok ke dalam klaster B. Potensi
keragaman morfometrik berdasarkan jumlah koefisien keragaman morfometrik tertinggi interpopulasi
ditemukan pada populasi Subang. Potensi keragaman genetik berdasarkan
keberadaan situs nukleotida spesifik hanya ditemukan pada populasi Indramayu dengan marka
gen 16S rRNA, sedangkan untuk tiga populasi lainnya tidak ditemukan situs nukleotida
spesifik baik marka gen COI maupun 16S rRNA.
Hasil kajian reproduksi menunjukkan bahwa secara umum rasio kelamin ikan belut
sawah betina dan jantan di alam tidak seimbang (8.7:1). Populasi Subang terpilih sebagai
populasi yang memiliki kemampuan untuk bereproduksi lebih cepat dibandingkan dengan tiga
populasi lainnya, bserdasarkan ukuran pertama kali matang gonad betina yaitu (≥ 21.6 cm) dan
ukuran pertama kali menjadi jantan (≥ 30.9cm). Persentase tertinggi dari ikan betina yang
matang gonad di TKG III ditemukan pada populasi Tasikmalaya dan untuk TKG IV
ditemukan pada populasi Indramayu. Secara umum rata-rata nilai IKG belut sawah betina
lebih besar dibandingkan dengan jantan. Fekunditas dari empat populasi berkisar antara 46-
1357 telur dengan kisaran fekunditas terendah ditemukan pada populasi Subang yaitu
166.5±106.8 butir telur dan tertinggi ditemukan pada populasi Garut yaitu 578.9±158.3 butir
telur.
Kondisi habitat populasi belut sawah yang berada di dataran rendah (populasi
Indramayu dan Subang) dikategorikan sebagai populasi dengan kondisi habitat yang ideal bagi
belut sawah untuk berkembang biak dan bertahan hidup berdasarkan nilai rataan faktor kondisi
dan pengukuran beberapa parameter kualitas air yang didapatkan. Nilai faktor kondisi belut
sawah pada populasi Indramayu dan Subang (dataran rendah) tergolong tinggi dibandingkan
dengan populasi Tasikmalaya (dataran sedang) maupun populasi Garut (dataran tinggi),
walaupun secara statistik tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (p-value >
0.05). Suhu perairan pada populasi Indramayu dan Subang berkisar antara 29-31 oC, pH
berkisar antara 6-7, dan komposisi substrat sawah didominasi oleh debu (49.43%-52.08%). Di
sisi lain, populasi Indramayu dan Subang yang terletak di kawasan pantai utara Jawa
(PANTURA) yang memiliki kondisi habitat yang relatif terjaga dan keduanya telah ditetapkan
sebagai bagian dari wilayah sentra lumbung padi di Provinsi Jawa Barat.
Berdasarkan informasi dasar mengenai hasil kepastian identifikasi, hubungan
kekerabatan berdasarkan keragaman morfometrik dan genetik, potensi keragaman
morfometrik (koefisien keragaman), potensi keragaman genetik (keberadaan situs nukleotida
spesifik), potensi reproduksi (ukuran pertama kali matang gonad betina dan ukuran pertama
kali menjadi jantan), serta potensi habitat (kondisi lingkungan perairan dan potensi wilayah
sebagai sentra lumbung padi di Jawa Barat) ikan belut sawah, maka populasi Indramayu dan
Subang (populasi dataran rendah) terpilih sebagai wilayah yang direkomendasikan untuk
dikaji lebih mendalam untuk pencarian populasi benih belut sawah unggul sebagai tahapan
dasar untuk pengembangan perikanan belut sawah secara berkelanjutan. | id |