Strategi Peningkatan Mutu dan Keamanan Pangan Olahan Pertanian Melalui Penerapan Good Manufacturing Practices pada UMKM Pangan Berdaya Saing di Kota Bandung
View/ Open
Date
2017Author
Dewi, Ani Rahayuni Ratna
Hubeis, Musa
Cahyadi, Eko R
Metadata
Show full item recordAbstract
Salah satu faktor yang menentukan daya saing suatu produk pangan dalam
perdagangan bebas adalah adanya jaminan mutu dan keamanan pangan (food safety)
bagi konsumen. Jaminan mutu dan keamanan produk tidak hanya untuk melindungi
konsumen domestik namun juga untuk mengantisipasi meningkatnya persyaratan dalam
perdagangan internasional. Globalisasi memaksa produsen untuk meningkatkan mutu
dan keamanan produk yang dihasilkan, tidak terkecuali untuk Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM) pangan olahan hasil pertanian. Sebagai suatu upaya minimal yang
harus dilakukan oleh setiap pelaku usaha untuk terciptanya jaminan mutu dan keamanan
pangan bagi adalah dengan menerapkan Cara Produksi Pangan Olahan yang Baik
(CPPOB) atau Good Manufacturing Practices (GMP).
Kota Bandung merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki
jumlah UMKM cukup besar. Tercatat pada tahun 2015, jumlah UMKM mencapai
99,9% dari seluruh industri (15.865 unit) di Kota Bandung (BPS 2016). Jenis
industri/usaha mikro dan kecil Kota Bandung, didominasi oleh industri yang bergerak di
sektor makanan dan minuman (85,22%) dengan jumlah 10.458 unit pada tahun 2015.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengidentifikasi penerapan prinsip GMP, (2)
Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan penerapan GMP, (3) Merancang
alternatif strategi peningkatan mutu dan keamanan pangan olahan hasil pertanian dalam
mendukung daya saing UMKM di Kota Bandung. Tahapan penelitian meliputi (1)
Identifikasi karakteristik usaha pangan olahan pertanian, observasi penerapan GMP; (2)
Identifikasi faktor lingkungan internal dan eksternal; (3) Perumusan strategi dengan
matriks Strengths, Weakness, Opportunities dan Threats (SWOT); (4) Pemilihan
rekomendasi strategi menggunakan Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan bantuan
software Expert Choice 2000.
Analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dan kuantitatif.
Pengumpulan data dilakukan dengan teknik purposive sampling yang melibatkan 30
responden dan tiga ahli/pakar. Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan
sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung (observasi), kuisioner
dan wawancara, sementara data sekunder melalui studi pustaka dan literatur.
Produk olahan pertanian yang dihasilkan oleh UMKM responden yaitu aneka
keripik (pisang, singkong, tempe, dan sayur), bawang goreng, sale pisang, nugget jamur,
abon, rendang, dendeng, cokelat, serta serundeng kelapa. Sertifikasi yang telah dimiliki
oleh UMKM adalah Sertifikat Produksi Pangan-Industri Rumah Tangga (SPP-IRT)
(100%), GMP 1 usaha (0,03%), sertifikat halal sebanyak 27 usaha (90%), Hak atas
Kekayaan Intelektual (HaKI) 21 usaha (70%) yaitu hak atas merk, serta Sistem
Manajemen Mutu ISO 9001:2008 sebanyak 2 usaha (0,06%). Hasil observasi penerapan
GMP pada 30 UMKM adalah 15 usaha berada pada level 4 (50%), 10 usaha pada level
3 (33,33%), tiga usaha level 2 (10%), sementara hanya terdapat dua UMKM yang
berada pada level 1 (6,67%). Hal ini menunjukkan bahwa UMKM pangan olahan
pertanian di Kota Bandung telah mulai melakukan upaya penerapan GMP, namun masih
memerlukan berbagai usaha perbaikan dalam penerapan GMP untuk meningkatkan
ii
mutu dan keamanan pangan. Mayoritas temuan ketidaksesuaian adalah pada bangunan;
fasilitas dan program pemeliharaan sanitasi; pengawasan proses; karyawan; dokumentasi
dan pencatatan; pelatihan; serta penarikan produk.
Berdasarkan analisis bivariat korelasi Pearson Product Moment (PPM) faktor
yang nyata memengaruhi penerapan GMP adalah tingkat pendidikan formal dengan
kontribusi 25,84%, frekuensi mengikuti pelatihan mutu dan keamanan pangan
(47,24%), umur pimpinan/pemilik usaha (26,04%), omset usaha (42,85%) serta adanya
fasilitasi/bantuan pemerintah sebesar 44,48%. Berdasarkan analisis lingkungan, terdapat
12 faktor internal dengan kekuatan utama yaitu UMKM telah memiliki izin edar (skor
0,340) sedangkan kelemahan utama adalah kesenjangan pemahaman tentang keamanan
pangan antara pimpinan dengan karyawan (skor 0,102). Sementara untuk faktor
lingkungan eksternal terdapat 10 faktor eksternal dengan peluang utama adalah
ketersediaan air bersih dan bahan baku bermutu (skor 0,399) dan ancaman utama adalah
persaingan dengan produk sejenis dari industri yang menerapkan GMP/HACCP (skor
0,130). Berdasarkan perhitungan nilai matriks Internal Factor Evaluation (IFE) adalah
2,329 yang berarti faktor internal berada pada posisi rataan. Sementara nilai matriks
External Factor Evaluation (EFE) adalah 2,808 dimana kemampuan UMKM dalam
merespon peluang dan ancaman berada dalam posisi rataan, sehingga pada matriks
Internal-External (IE), posisi UMKM pangan olahan pertanian di Kota Bandung berada
pada sel V (hold and maintain). Strategi yang sebaiknya dipilih adalah strategi penetrasi
pasar dan pengembangan produk.
Berdasarkan analisis SWOT, terdapat empat jenis alternatif strategi yang dapat
dilakukan, yaitu: (1) Strategi S-O : Menjalin hubungan baik dengan instansi pemerintah
untuk mendapatkan fasilitasi penerapan dan sertifikasi sistem jaminan mutu dan
keamanan pangan; melakukan survey pasar untuk mengetahui selera konsumen; edukasi
dan promosi kepada masyarakat tentang pangan aman dan bermutu; penerapan
teknologi; dan memanfaatkan Food Safety Clearing House (FSCH) Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM), (2) Strategi W-O : Pelatihan internal untuk karyawan
secara rutin; pemberian penghargaan bagi karyawan berprestasi yang konsisten dalam
menerapkan GMP; membangun kemitraan dengan usaha besar dengan mekanisme
mutual quality; merancang dan menerapkan dokumen sistem mutu; mempelajari titik
kritis proses pengolahan produk (HACCP) dan meningkatkan penerapan GMP ke arah
HACCP, (3) Strategi S-T : Konsisten melakukan continues improvement, menciptakan
dan menonjolkan keunikan produk; (4) Strategi W-T : menerapkan GMP secara
konsisten untuk meningkatkan mutu dan keamanan pangan produk dan penerapan
internal control.
Alternatif strategi yang dipilih berdasarkan AHP berturut-turut adalah investasi
teknologi dan penerapan standar (bobot 0,222), public awareness (promosi, edukasi,
apresiasi) (bobot 0,221), dan peningkatan kompetensi SDM (bobot 0,198).
Collections
- MT - Professional Master [887]