dc.description.abstract | Transshipment merupakan salah satu alternatif solusi untuk efisiensi bahan bakar.
Transshipment diatur dalam PER.30/MEN-KP/2012 tentang Usaha Perikanan
Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Namun
seiring berjalannya waktu, transshipment banyak terjadi pelanggaran yang dapat
merugikan bagi perikanan Indonesia. Oleh sebab itu, Menteri Kelautan dan
Perikanan mengeluarkan peraturan baru tentang pelarangan transshipment melalui
Permen No. 57/PERMEN-KP/2014. Tujuan penelitian ini untuk melihat dampak
diterapkannya pelarangan transshipment dilihat dari produktivitas kapal rawai tuna
di PPS Cilacap; mengidentifikasi tanggapan stakeholder terkait pelarangan
transshipment; dan merekomendasikan strategi untuk menyempurnakan peraturan
pelarangan transshipment. Analisis data menggunakan analisis isi, analisis data
time series, analisis stakeholder, dan analisis SWOT. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa, produktivitas hasil tangkapan kapal rawai tuna setelah pelarangan
menunjukkan trend positif. Produksi dan nilai produksi tertinggi pada tahun 2016
sebesar 3.178,77 ton dan Rp 85 569 821 000,00. Peningkatan produktivitas bukan
hanya dikarenakan pelarangan transshipment, tetapi diduga karena
diberlakukannya peraturan lain seperti pelarangan kapal eks asing dan pencegahan
IUU fishing yang dikeluarkan secara bersamaan. Stakeholder yang berpengaruh
terhadap pelarangan transshipment adalah pemilik/nakhoda kapal rawai tuna,
kepala PPS Cilacap, kepala sie kesyahbandaran, kepala sie pemberdayaan nelayan,
dan PSDKP. Rekomendasi strategi untuk PPS Cilacap dalam menangani
pelarangan, yaitu agar PPS Cilacap mendukung kebijakan ini dengan penerapan
kebijakan lainnya yaitu pemanfaatan kapal-kapal penyangga untuk mengontrol dan
mencatat aktivitas produksi ikan tuna di PPS Cilacap. | id |