Show simple item record

dc.contributor.advisorHikmat, Agus
dc.contributor.advisorWidyatmoko, Didik
dc.contributor.authorAfrianto, Whisnu Febry
dc.date.accessioned2018-01-11T05:20:25Z
dc.date.available2018-01-11T05:20:25Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/88796
dc.description.abstractErupsi Gunung Merapi 2010 merupakan salah satu yang terkuat dan mengakibatkan kerusakan secara ekologis. Erupsi 2010 di Gunung Merapi menyebabkan perubahan keanekaragaman vegetasi. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis pola keanekaragaman komunitas floristik pada setiap tipe kerusakan di Gunung Merapi pasca erupsi 2010, (2) mengkaji homogenitas komunitas floristik pada setiap tipe kerusakan di Gunung Merapi pasca erupsi 2010, (3) mengklasifikasi tipe komunitas floristik pada setiap tipe kerusakan di Gunung Merapi pasca erupsi 2010, (4) menganalisis pengaruh karakteristik lingkungan abiotik terhadap komunitas floristik di Gunung Merapi, (5) mendeskripsikan pertumbuhan dan preferensi ekologi dari spesies paling dominan di Gunung Merapi. Penelitian ini dilaksanakan dari Desember 2014-Juni 2015 di lima lokasi yang berbeda sesuai dengan tingkat kerusakan. Kerusakan berat di Resort Cangkringan (bervegetasi dan area terbuka), Resort Kemalang; kerusakan sedang di Resort Dukun, dan kerusakan ringan/utuh di Resort Selo. Pengambilan data vegetasi dilakukan dengan menggunakan kombinasi jalur dan garis berpetak dan petak tunggal. Total luasan yang diambil sebagai sampel penelitian sebanyak 75 petak tunggal dengan ukuran 100 m x 100 m dan 80 kombinasi jalur dan garis berpetak dengan ukuran 20 m x 200 m tiap jalurnya. Data lingkungan abiotik yang diambil antara lain ketinggian, kemiringan, kelembapan, suhu, sifat fisik dan kimia tanah, dan gangguan habitat. Analisis yang digunakan antara lain Indeks Nilai Penting (INP), indeks keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks kemerataan spesies. Model ketidaksamaan komunitas antar lokasi penelitian dianilisis menggunakan ordinasi Non Metric-Dimensional Scaling (NMDS). Nonparametric one way of analysis of similarity (ANOSIM) digunakan untuk menghitung bedanya nyata dalam similaritas. Analisis similarity percentage (SIMPER) digunakan untuk mengetahui kontribusi dan perbedaan setiap spesies di semua lokasi. Klasifikasi kelas sebaran diameter pohon. Homogenitas komunitas dihitung menggunakan Hukum Frekuensi Raunkiaer. Analisis kluster dianalisis menggunakan Single Linkage Method dengan Matriks disimilaritas dengan persamaan Euclidean Distance. Uji non-parametrik Kruskall-Wallis digunakan uji rerata yang tidak berdistribusi normal. Hubungan antara spesies dan lingkungan abiotik dihitung menggunakan analisis ordinasi tidak langsung Detrended Correspondece Analysis (DCA), ordinasi langsung yang digunakan yaitu Canonical Correspondence Analysis (CCA). Preferensi ekologi spesies dominansi menggunakan Principal Component Analysis (PCA) untuk variabel iklim dan topografi, serta korelasi Spearman rank untuk menghitung korelasi antara faktor edafik dengan komunitas spesies. Hasil penelitian ditemukan kekayaan spesies di semua lokasi penelitian pasca erupsi 2010 adalah sebanyak 135 spesies dari 65 famili. Penelitian ini menunjukkan bahwa Acacia decurrens memiliki INP tertinggi di area yang mengalami kerusakan berat (Resort Cangkringan dan Resort Kemalang) dan di area yang mengalami kerusakan ringan (Selo Resort). INP tertinggi di area yang terkena dampak sedang (Dukun Resort) adalah Pinus merkusii. Pioner spesies yang mendominasi di area terbuka antara lain Trema cannabina, Pityrogramma calomelanos, Imperata cylindrical, Buddleja asiattica, Anaphalis javanica. Eupatorium riparium dan Pennisetum purpureum merupakan herba yang mendominasi semua lokasi penelitian. Indeks keanekaragaman dan kemereataan pada lokasi kerusakan berat (Resort Cangkringan dan Resort Kemalang) lebih tinggi dibanding dengan lokasi lainnya. Analisis NMDS dan nilai RANOSIM = 0.69; p = 0.0001 mengindikasi semua lokasi memiliki ketidaksamaan yang nyata. Derajat homogenitas komunitas floristik di semua lokasi penelitian berdasarkan Hukum Frekuensi Raunkiaer menunjukkan bahwa Resort Cangkringan (A > B > C) dan Resort Selo (A > B > C) berdistribusi normal, sedangkan area terbuka dan Resort Dukun (E > D), serta Resort Kemalang (E = D) adalah homogen. Pengelompokan spesies berdasarkan analisis kluster dengan nilai similaritas 58% terdapat dua klaster, yaitu asosies 1 (A. decurrens/E. inufolium-A. nepalensis- I. cylindrica-B. asiatica-E. riparium/ P. calomelanos) dan asosies 2 (P. scandens/ A. zonyzoides- I. globosa-C. asiatica-C. rotundus-P. purpureum-A. javanica). Hasil dari analisis CCA mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan abiotik (variabel) memberikan dampak signifikan terhadap kondisi komunitas spesies. Tutupan (λ= 0.49; p= 0.002; F= 10.35) dan ketinggian (λ= 0.32; p= 0.002; F= 7.08) memberikan pengaruh paling tinggi. Kondisi edapik memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kondisi komunitas spesies. Populasi A. decurrens setelah 5 tahun pasca erupsi 2010 menunjukkan telah mencapai tingkat tiang. Preferensi habitat A. decurrens menunjukkan korelasi yang kuat dengan faktor suhu dan kelembapan. Faktor edapik mempunyai dampak yang berbeda terhadap kondisi dari kelimpahan A. decurrens.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcAgronomyid
dc.subject.ddcFruitsid
dc.subject.ddcTransportationid
dc.titlePola Keanekaragaman Komunitas Floristik Dan Suksesi Vegetasi Di Gunung Merapi Pasca Erupsi 2010id
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordhomogenitasid
dc.subject.keywordklasifikasiid
dc.subject.keywordsuksesi vegetasiid
dc.subject.keywordpola keanekaragaman komunitas floristikid
dc.subject.keywordpreferensi ekologiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record