Pola Keanekaragaman Komunitas Floristik Dan Suksesi Vegetasi Di Gunung Merapi Pasca Erupsi 2010
View/ Open
Date
2016Author
Afrianto, Whisnu Febry
Hikmat, Agus
Widyatmoko, Didik
Metadata
Show full item recordAbstract
Erupsi Gunung Merapi 2010 merupakan salah satu yang terkuat dan
mengakibatkan kerusakan secara ekologis. Erupsi 2010 di Gunung Merapi
menyebabkan perubahan keanekaragaman vegetasi. Tujuan dari penelitian ini
adalah (1) menganalisis pola keanekaragaman komunitas floristik pada setiap tipe
kerusakan di Gunung Merapi pasca erupsi 2010, (2) mengkaji homogenitas
komunitas floristik pada setiap tipe kerusakan di Gunung Merapi pasca erupsi
2010, (3) mengklasifikasi tipe komunitas floristik pada setiap tipe kerusakan di
Gunung Merapi pasca erupsi 2010, (4) menganalisis pengaruh karakteristik
lingkungan abiotik terhadap komunitas floristik di Gunung Merapi, (5)
mendeskripsikan pertumbuhan dan preferensi ekologi dari spesies paling dominan
di Gunung Merapi.
Penelitian ini dilaksanakan dari Desember 2014-Juni 2015 di lima lokasi yang
berbeda sesuai dengan tingkat kerusakan. Kerusakan berat di Resort Cangkringan
(bervegetasi dan area terbuka), Resort Kemalang; kerusakan sedang di Resort
Dukun, dan kerusakan ringan/utuh di Resort Selo. Pengambilan data vegetasi
dilakukan dengan menggunakan kombinasi jalur dan garis berpetak dan petak
tunggal. Total luasan yang diambil sebagai sampel penelitian sebanyak 75 petak
tunggal dengan ukuran 100 m x 100 m dan 80 kombinasi jalur dan garis berpetak
dengan ukuran 20 m x 200 m tiap jalurnya. Data lingkungan abiotik yang diambil
antara lain ketinggian, kemiringan, kelembapan, suhu, sifat fisik dan kimia tanah,
dan gangguan habitat.
Analisis yang digunakan antara lain Indeks Nilai Penting (INP), indeks
keanekaragaman Shannon-Wiener, indeks kemerataan spesies. Model
ketidaksamaan komunitas antar lokasi penelitian dianilisis menggunakan ordinasi
Non Metric-Dimensional Scaling (NMDS). Nonparametric one way of analysis of
similarity (ANOSIM) digunakan untuk menghitung bedanya nyata dalam
similaritas. Analisis similarity percentage (SIMPER) digunakan untuk mengetahui
kontribusi dan perbedaan setiap spesies di semua lokasi. Klasifikasi kelas sebaran
diameter pohon. Homogenitas komunitas dihitung menggunakan Hukum Frekuensi
Raunkiaer. Analisis kluster dianalisis menggunakan Single Linkage Method dengan
Matriks disimilaritas dengan persamaan Euclidean Distance. Uji non-parametrik
Kruskall-Wallis digunakan uji rerata yang tidak berdistribusi normal. Hubungan
antara spesies dan lingkungan abiotik dihitung menggunakan analisis ordinasi tidak
langsung Detrended Correspondece Analysis (DCA), ordinasi langsung yang
digunakan yaitu Canonical Correspondence Analysis (CCA). Preferensi ekologi
spesies dominansi menggunakan Principal Component Analysis (PCA) untuk
variabel iklim dan topografi, serta korelasi Spearman rank untuk menghitung
korelasi antara faktor edafik dengan komunitas spesies.
Hasil penelitian ditemukan kekayaan spesies di semua lokasi penelitian pasca
erupsi 2010 adalah sebanyak 135 spesies dari 65 famili. Penelitian ini menunjukkan
bahwa Acacia decurrens memiliki INP tertinggi di area yang mengalami kerusakan
berat (Resort Cangkringan dan Resort Kemalang) dan di area yang mengalami
kerusakan ringan (Selo Resort). INP tertinggi di area yang terkena dampak sedang
(Dukun Resort) adalah Pinus merkusii. Pioner spesies yang mendominasi di area
terbuka antara lain Trema cannabina, Pityrogramma calomelanos, Imperata
cylindrical, Buddleja asiattica, Anaphalis javanica. Eupatorium riparium dan
Pennisetum purpureum merupakan herba yang mendominasi semua lokasi
penelitian. Indeks keanekaragaman dan kemereataan pada lokasi kerusakan berat
(Resort Cangkringan dan Resort Kemalang) lebih tinggi dibanding dengan lokasi
lainnya. Analisis NMDS dan nilai RANOSIM = 0.69; p = 0.0001 mengindikasi semua
lokasi memiliki ketidaksamaan yang nyata.
Derajat homogenitas komunitas floristik di semua lokasi penelitian
berdasarkan Hukum Frekuensi Raunkiaer menunjukkan bahwa Resort Cangkringan
(A > B > C) dan Resort Selo (A > B > C) berdistribusi normal, sedangkan area
terbuka dan Resort Dukun (E > D), serta Resort Kemalang (E = D) adalah homogen.
Pengelompokan spesies berdasarkan analisis kluster dengan nilai similaritas 58%
terdapat dua klaster, yaitu asosies 1 (A. decurrens/E. inufolium-A. nepalensis- I.
cylindrica-B. asiatica-E. riparium/ P. calomelanos) dan asosies 2 (P. scandens/ A.
zonyzoides- I. globosa-C. asiatica-C. rotundus-P. purpureum-A. javanica).
Hasil dari analisis CCA mengindikasikan bahwa kondisi lingkungan abiotik
(variabel) memberikan dampak signifikan terhadap kondisi komunitas spesies.
Tutupan (λ= 0.49; p= 0.002; F= 10.35) dan ketinggian (λ= 0.32; p= 0.002; F= 7.08)
memberikan pengaruh paling tinggi. Kondisi edapik memberikan pengaruh yang
berbeda terhadap kondisi komunitas spesies.
Populasi A. decurrens setelah 5 tahun pasca erupsi 2010 menunjukkan telah
mencapai tingkat tiang. Preferensi habitat A. decurrens menunjukkan korelasi yang
kuat dengan faktor suhu dan kelembapan. Faktor edapik mempunyai dampak yang
berbeda terhadap kondisi dari kelimpahan A. decurrens.
Collections
- MT - Forestry [1380]