Intervensi Susu Tinggi Protein terhadap Profil Lipid, Glukosa Darah, Tingkat Nafsu Makan, dan Status Gizi Kelompok Usia Dewasa
Abstract
Usia dewasa merupakan salah satu fase dalam rentang kehidupan individu setelah masa remaja. Pada masa dewasa, seseorang perlu menjaga berat badan, kadar kolesterol, kadar glukosa darah, dan tekanan darah dalam batas normal. Data epidemologi menunjukkan bahwa konsumsi susu tinggi protein dikaitkan dengan penurunan prevalensi gangguan metabolik atau mempertahankan kesehatan tubuh. Makanan tinggi protein telah terbukti memiliki efek untuk memicu rasa kenyang. Beberapa penelitian telah membuktikan manfaat protein susu tinggi protein dalam memperbaiki atau mempertahankan profil lipid darah normal, glukosa darah dan mengontrol nafsu makan, namun belum ada penelitian mengenai efek susu tinggi protein (STP) terhadap respon tingkat nafsu makan, profil lipid dan glukosa darah pada kelompok usia dewasa muda dengan status gizi kurang sehingga memerlukan penyelidikan lebih lanjut (Istiany dan Rusilanti 2013; Anderson et al. 2011; Marshall 2004; Patel 2015).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis intervensi STP terhadap profil lipid darah, glukosa darah, tingkat nafsu makan, dan status gizi pada kelompok usia dewasa muda dengan status gizi kurang. Tujuan khusus yaitu menganalisis karakteristik dan aktivitas subjek, menganalisis pengaruh intervensi STP terhadap asupan zat gizi, tingkat nafsu makan, profil lipid darah, status gizi, komposisi tubuh, glukosa darah puasa, dan glukosa darah postprandial; menganalisis hubungan antara asupan zat gizi makro dengan status gizi dan komposisi tubuh; dan menganalisis hubungan antara asupan karbohidrat, lemak total, kolesterol, serat, dan protein terhadap profil lipid dan glukosa darah puasa.
Penelitian ini merupakan penelitian ekprimental dengan desain Randomized Control trial (RTC). Kriteria inklusi yaitu usia >18-30 tahun dan status gizi kurang (IMT 15.0–18.4 kg/m2). Adapun kriteria eksklusi yaitu intoleransi laktosa, alergi susu, memiliki riwayat atau menderita sindrom metabolik, rutin mengonsumsi obat-obatan/suplemen yang mempengaruhi komposisi tubuh, rutin mengonsumsi obat penurun kolesterol/suplemen/terapi hormonal dan merupakan atlet/olahragawan. Subjek dibagi menjadi dua kelompok yaitu 24 subjek pada kelompok perlakuan dan 23 subjek pada kelompok kontrol. Kelompok perlakuan diberikan produk STP dan pendidikan gizi selama 90 hari. Kelompok kontrol diberikan pendidikan gizi. Pada kelompok perlakuan, subjek mengonsumsi STP dengan dosis 3x50 gram atau 150 gram/orang/hari dan dikonsumsi 1 jam setalah makan pagi, siang, dan malam. Kandungan zat gizi STP dalam 50 gram susu yaitu 200 kkal, 26 karbohidrat, 5 gram lemak, dan protein 15 gram.
Karakteristik subjek meliputi jenis kelamin, usia, uang saku, uang jajan, berat badan, tinggi badan, dan tekanan darah tidak menunjukkan perbedaan yang signfikan antar kedua kelompok (p>0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan aktivitas fisik antara kedua kelompok (p>0.05), sebagian besar subjek memiliki tingkat aktivitas ringan pada kedua kelompok. Peningkatan energi dan protein lebih besar pada kelompok perlakuan dibandingkan dengan kelompok kontrol, dengan rerata peningkatan energi sebesar
422.08±333.9 kkal pada kelompok perlakuan dan 77.07±584.7 kkal pada kelompok kontrol, dan rerata peningkatan protein sebesar 26.8±13.95 gram pada kelompok perlakuan dan 1.86±20.1 gram pada kelompok kontrol.
Tingkat nafsu makan dibagi menjadi tiga bagian yaitu tingkat rasa lapar, tingkat kepuasan, dan keinginan untuk makan. Rerata tingkat rasa lapar subjek menunjukkan perbedaan yang signifikan antar kedua kelompok (p<0.05), rasa lapar pada kelompok perlakuan lebih besar (8881±638.4 menit.mm) dibandingkan dengan kelompok kontrol (7297.8±439.6 menit.mm). Rerata nilai iAUC pada tingkat kepuasan dan keinginan untuk makan tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar kedua kelompok (p>0.05). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan kadar HDL dan trigliserida antar kedua kelompok (p>0.05). Kadar kolesterol dan LDL menunjukkan perbedaan signifikan antar kedua kelompok (p<0.05). Kadar kolesterol pada kelompok perlakuan mengalami penurunan sebesar 11.25±21.3 mg/dl, sedangkan pada kelompok kontrol mengalami peningkatan sebesar 1.61±16.3 mg/dl. Kadar LDL pada kelompok perlakuan mengalami penurunan signifikan (p<0.05) sebesar 9.96±20.8 mg/dl, sedangkan pada kelompok kontrol terjadi peningkatan sebesar 4.43±23.3 mg/dl. Kadar LDL menunjukkan hubungan negatif yang signifikan dengan asupan protein (p<0.05).
Intervensi STP dapat meningkatkan berat badan subjek setelah 90 hari intervensi secara signifikan (p<0.05). Peningkatan berat badan pada kelompok perlakuan lebih tinggi (2.37±1.3 kg) dibandingkan dengan kelompok kontrol (0.77±2.2 kg). Status gizi yang digambarkan dengan IMT dan massa otot juga mengalami perbedaan signifikan antar kedua kelompok (p<0.05). Intervensi STP dapat meningkatkan status gizi dan massa otot subjek setelah 90 hari intervensi. Peningkatan IMT lebih besar pada kelompok perlakuan dibandingkan kelompok kontrol, dengan rerata peningkatan IMT sebesar 0.92±0.53 kg/m2 pada kelompok perlakuan dan 0.34±0.90 kg/m2 pada kelompok kontrol. Rerata peningkatan massa otot lebih besar pada kelompok perlakuan (1.22±1.04 kg) dibandingkan dengan kelompok kontrol (0.28±1.8 kg). Asupan energi dan protein menunjukkan hubungan positif yang signifikan dengan peningkatan IMT dan berat badan (p<0.05).
Asupan protein menunjukkan korelasi positif signifikan dengan massa otot (p<0.05). Semakin tinggi asupan energi dan protein akan terjadi peningkatan berat badan, status gizi, dan massa otot. Kadar glukosa darah tidak menunjukkan perbedaan signifikan antar kedua kelompok (p>0.05), namun signifikan menurunkan kadar glukosa darah setelah intervensi STP sebesar -1.75±3.6 m/dl. Kadar glukosa postprandial pada kelompok perlakuan signifikan (p<0.05) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok kontrol.
Susu tinggi protein dapat meningkatkan berat badan dan massa otot, menurunkan kolesterol dan LDL pada dewasa muda dengan status gizi kurang. Saran untuk penelitian selanjutnya, perlu penambahan kelompok kontrol yang diberikan jenis susu yang berbeda untuk melihat perbandingan hasil yang lebih baik dan perlu dikaji lebih dalam efek pemberian susu tingi protein terhadap hormon ghrelin dan GLP-1 yang berperan dalam pengaturan nafsu makan.
Collections
- MT - Human Ecology [2190]