Estimasi Pola Dispersi Debu, SO2 dan NOx dari PT Holcim Indonesia Tbk, Bogor Menggunakan Model Gauss
View/ Open
Date
2017Author
Dewi, Ni Wayan Srimani Puspa
June, Tania
Yani, Mohamad
Metadata
Show full item recordAbstract
Pencemaran udara merupakan masuknya atau dimasukkannya zat, energi,
dari komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia sehingga mutu
udara turun sampai pada tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien tidak
dapat memenuhi fungsinya. Salah satu sektor yang melepaskan polutan ke udara
adalah sektor industri. Polutan dari sumber pencemar akan mengalami dispersi di
udara yang dipengaruhi oleh faktor meteorologi seperti suhu udara, kecepatan
angin, arah angin, turbulensi dan stabilitas atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan
kontaminasi udara ambien di wilayah sekitar pusat pencemar yang luas
penyebarannya dipengaruhi oleh kondisi atmosfer saat itu, sehingga diperlukan
suatu upaya pemantauan kualitas udara untuk mengantisipasi dampak terburuk
dari pencemaran udara. Pemantauan kualitas udara yang real time tidak mudah
dilakukan karena keterbatasan waktu, tenaga, biaya dan teknologi sehingga
dikembangkan model Gauss sebagai alternatif pemantauan kualitas udara.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis pola dispersi debu, SO2, dan
NOx di udara dengan menggunakan Model Dispersi Gauss yang diintegrasikan
dengan program Screen3, menganalisis kualitas udara di sekitar kawasan industri
dan merumuskan rekomendasi pemantauan dan pengendalian pencemaran udara
berdasarkan output model dispersi Gauss.
Penelitian mengambil lokasi di PT Holcim Indonesia Tbk, Narogong,
Bogor, dengan data emisi dan data meteorologi diperoleh dari PT Holcim
Indonesia Tbk, dan sebagian data meteorologi diperoleh dari Badan Meteorologi
dan Geofisika, Kelas I Dramaga, Bogor. Data diolah berdasarkan persamaan
model Gauss, kemudian output model dipetakan untuk mengatahui wilayah
sebaran debu, SO2 dan NOx. Data yang digunakan adalah data pada pukul 07.00 –
22 WIB karena pengamatan data meteorologi dari BMKG hanya dilakukan pada
periode waktu tersebut.
Hasil model Gauss menunjukkan bahwa pola dispersi debu, SO2 dan NOx,
yaitu terjadi akumulasi pencemar pada daerah tertentu (konsentrasi tertinggi
pencemar) sepanjang arah downwind. Pola dispersi ketiga zat yang berasal dari
industri semen hampir memiliki pola yang sama, yaitu saat polutan sudah
melewati konsentrasi permukaan maksimum (ground level concentration),
konsentrasi pencemar lebih tinggi saat kecepatan angin rendah (< 1.5 m/s). Selain
itu, ketinggian cerobong juga mempengaruhi konsentrasi permukaan pencemar,
yaitu semakin tinggi cerobong, maka konsentrasi permukaan maksimum polutan
akan terjadi semakin jauh dari sumber emisi (cerobong industri). Pola diurnal
konsentrasi debu, SO2 dan NOx di permukaan (ground level concentration)
menunjukkan bahwa konsentrasi permukaan maksimum ketiga zat pencemar
tersebut terjadi pada malam hari, yaitu pukul 19.00 – 22.00 WIB saat kondisi
atmosfer stabil dengan konsentrasi maksimum permukaan debu, SO2 dan NOx
berturut-turut adalah 13.16 μg/Nm3, 32.69 μg/Nm3, 100.21 μg/Nm3 (sumber dari
cerobong N1) dan 14.65 μg/Nm3, 36.65 μg/Nm3, 128.10 μg/Nm3 (sumber dari
cerobong N2).
Hasil analisis data menunjukkan bahwa jarak terjadinya konsentrasi
maksimum semakin jauh dari sumber emisi (pencemar) seiring dengan
peningkatan kestabilan atmosfer. Jarak maksimum mempunyai korelasi kuat
negatif dengan kecepatan angin ( -0.82 ≤ r ≤ -1), artinya semakin besar kecepatan
angin, semakin dekat terjadinya konsentrasi maksimum polutan dari sumber
pencemar. Pemetaan output model Gauss memperlihatkan bahwa konsentrasi
polutan yang tinggi cenderung terjadi di daerah Gunung Putri, Klapanunggal dan
Cileungsi mengikuti arah angin dominan. Berdasarkan keluaran model dispersi
Gauss, pemantauan kualitas udara sebaiknya dilakukan lebih intensif saat malam
hari, yaitu saat kondisi atmosfer stabil terutama saat tidak ada angin karena
konsentrasi polutan bisa mencapai dua kali lipat dibandingkan dengan konsentrasi
polutan saat kondisi atmosfer tidak stabil. Selain itu, sebaiknya dipasang alat
pemantauan kualitas udara di lokasi terjadinya konsentrasi maksimum.
Pengendalian pencemaran udara yang bisa dilakukan berdasarkan output model
dispersi Gauss adalah menekan proses pembakaran pada malam hari dan
meninggikan cerobong sampai batas kualitas udara dianggap aman karena saat
kondisi atmosfer stabil, peningkatan ketinggian cerobong sebesar 50 meter
mampu menurunkan 57% konsentrasi pencemar.