Show simple item record

dc.contributor.advisorSetiawan, Budi Indra
dc.contributor.advisorSuharnoto, Yuli
dc.contributor.advisorLiyantono
dc.contributor.authorSusanto, Edi
dc.date.accessioned2017-12-16T02:03:47Z
dc.date.available2017-12-16T02:03:47Z
dc.date.issued2017
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/88514
dc.description.abstractUntuk meningkatkan produksi kelapa sawit dapat dilakukan dengan perluasan areal (konversi lahan) dan peremajaan tanaman tua (replanting). Konversi lahan terutama pada suatu Daerah Aliran Sungai (DAS) akan mengakibatkan perubahan siklus hidrologi, sehingga dapat menimbulkan permasalahan seperti meningkatnya debit yang dapat menimbulkan banjir, erosi dan sedimentasi serta mengganggu kawasan hutan penyangga. Untuk menganalisa permasalahan pada DAS perlu dilakukan analisis sistem hidrologi yang terjadi. Analisis yang dapat dilakukan dengan mengandaikan proses transformasi yang terjadi mengikuti suatu aturan tertentu dimana harus dapat menggambarkan kondisi biofisik DAS dalam proses transformasi tersebut disusun dalam sebuah model. Penggunaan model hidrologi sebagai alat bantu untuk menganalisa sumberdaya air biasanya melibatkan nilai parameter dalam jumlah yang banyak terutama yang berhubungan untuk menghitung nilai aliran permukaan atau bawah permukaan, air bawah tanah, perkolasi, evapotranspirasi, sifat fisik tanah, tata guna lahan dan curah hujan. SWAT (Soil and Water Assessment Tool) merupakan model hidrologi berbasis fisik (physics-based) untuk kejadian kontinyu (continuousevent) yang dikembangkan untuk memprediksi dampak praktek pengelolaan lahan terhadap air, sedimen, dan kimia pertanian dalam skala yang besar. Salah satu proses yang harus dijalankan dalam model SWAT adalah pembentukan Hidrologic Response Units (HRU). HRU pada model hidrologi SWAT yang dihasilkan mempunyai kelemahan yaitu tidak membedakan HRU berdasarkan lokasi dari slope, atau dengan kata lain jika suatu lokasi HRU mempunyai slope yang sama akan tetapi letaknya berbeda misalkan di bukit, lereng atau di lembah maka akan mempunyai karakteristik tanah yang berbeda. HRU dari model Catena dapat memperbaiki HRU dari model SWAT karena akan mengklasifikasi setiap HRU berdasarkan letaknya (catena sequence). Menurut badan pengelola daerah aliran sungai wampu ular (BP DAS WU) kegiatan peremajaan tanaman yang dilakukan oleh perkebunan merupakan salah satu penyebab terjadinya sedimentasi yang cukup besar dan pada akhirnya dapat menyebabkan banjir di daerah hulu sungai. Salah satu tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan besarnya konsentrasi sedimen yang terjadi dalam bentuk debit sedimen. Sampel air yang diambil digunakan untuk mengetahui konsentrasi sedimen diambil di titik outlet sungai dan untuk menghitung konsentrasi sedimen menggunakan standar yang dikeluarkan Badan Standardisasi Nasional yaitu SNI No 06-6989 tentang cara uji total padatan tersuspensi (total suspended solid, TSS) secara gravimetri. Hasil penelitian menunjukkan bahwa besarnya debit sedimen yang terjadi sudah melewati batas toleransi yang keluarkan oleh Peraturan Menteri Kehutanan RI Nomor P.60/Menhut_II/2014 tentang Kriteria Penetapan Klasifikasi Daerah Aliran Sungai yaitu sebesar 7 ton/ha/tahun. Penelitian bagian kedua dan ketiga menggunaan model hidrologi SWAT digunakan untuk mengetahui dampak pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit terhadap besarnya debit, sedimentasi dan konsentrasi total nitrogen (TN) dan konsentrasi total posfor (TP). Model hidrologi SWAT yang digunakan pada penelitian ini dengan menggunakan Hidrologic Response Units (HRU) dari SWAT original sebagai SWAT kontrol dan dengan memodifikasi HRU yaitu menggunakan karakteristik fisik dan kimia tanah yang berbeda untuk setiap wilayah bukit (SWAT bukit), lereng (SWAT lereng) dan lembah (SWAT lembah). Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan karakteristik fisik tanah yang berbeda pada wilayah bukit, lereng dan lembah menghasilkan debit dan konsentrasi sedimen hitung yang lebih teliti dibandingkan dengan penggunaan karakteristik fisika tanah yang sama untuk semua dan nilai konsentrasi total nitrogen dan total posfor yang diperoleh dari hasil pengukuran di lokasi penelitian masih dibawah nilai konsentrasi toleransi yang dikeluarkan oleh Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No 28 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Untuk mengetahui dampak pengelolaan lahan perkebunan kelapa sawit terhadap emisi CO2 yang dihasilkan, maka peneliti menggunakan luaran dari model hidrologi SWAT berupa suhu tanah (TMP_SOL) dan kandungan air tanah (SW_END) untuk menghitung laju respirasi tanah atau emisi CO2. Untuk menghitung laju respirasi yang terjadi maka yang perlu dilakukan adalah menghitung respirasi dengan menggunakan persamaan empiris yang dikemukakan oleh Saiz et al. (2007) yaitu = ( )( ) diamana T adalah suhu tanah dan SWC adalah kandungan air tanah. Hasil penelitian diperoleh bahwa laju respirasi tanah yang terjadi pada lokasi penelitian berkisar antara 2.23 – 7.25 g C/m2/hari dan rata-rata 4.56 g C/m2/hari. Pada penelitian bagian kelima ini, peneliti ingin memperoleh model neraca air yang terjadi perkebunan kelapa sawit. Untuk mengetahui neraca air pada perkebunan kelapa sawit digunakan persamaan: - - = dimana P = jumlah curah hujan (mm), ETc = jumlah evapotranspirasi tanaman, Q = jumlah lir n p rmuk n (mm) n Δ = p ru h s n simp n n ir (mm). D ri h sil penelitian tentang neraca air pada perkebunan kelapa sawit diperoleh kesimpulan bahwa sumber pasokan air pada lokasi penelitian 100% berasal dari curah hujan sebesar 1661 mm/tahun, dan dari curah hujan tersebut sebesar 1520 mm/tahun atau 91% keluar sebagai evapotranspirasi tanaman dan 218 mm/tahun atau 13% keluar sebagai aliran permukaan. Secara umum terjadi defisit perubahan simpanan air sebesar -76 mm, hal ini karena terjadi dampak El Niño pada tahun 2015 di wilayah Sumatera. Bagi stakeholder atau pihak PTPN IV, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk mengurangi dampak sedimentasi yang begitu besar terutama yang terjadi saat melakukan replanting, yaitu dengan melakukan pengolahan tanah secara minimal atau pengolahan tanah hanya pada lubang tanam. Kontribusi hasil penelitian ini bagi ilmu keteknikan bidang hidrologi adalah model hidrologi SWAT yang sudah divalidasi dapat digunakan untuk memprediksi dampak pengelolaan perkebunan kelapa sawit terhadap debit dan sedimen yang terjadi.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcAgriculture Technicid
dc.subject.ddcSoilid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcPadangid
dc.titleKajian Sedimen, Kontaminan Nitrogen (N), Posfor (P) dan Respirasi Tanah pada Areal Perkebunan Kelapa Sawit.id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keyworddebit sedimenid
dc.subject.keywordlaju respirasi tanahid
dc.subject.keywordneraca airid
dc.subject.keywordperkebunan kelapa sawitid
dc.subject.keywordSWATid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record