Penguatan Kelembagaan Perkumpulan Petani Pemakai Air dalam Pengelolaan Irigasi Awo di Sulawesi Selatan
View/ Open
Date
2017Author
Akrab
Hubeis, Aida Vitayala S
Saleh, Amiruddin
Asngari, Pang S.
Metadata
Show full item recordAbstract
Air sebagai sumber daya alam yang vital bagi kehidupan manusia, semakin
langka dan semakin terbatas ketersediaannya untuk pertanian. Bagi usahatani,
ketersediaan air irigasi merupakan salah satu faktor yang menentukan tingkat
produktivitas sawah, namun pemanfaatan air irigasi belum merata dan tidak
efisien, tercermin dari intensitas tanaman pangan (padi dan palawija) yang rendah.
Pengaturan air irigasi untuk tanaman padi sawah cenderung masih konvensional,
boros dan kurang mempertimbangkan pola tanam dalam setahun. Akibatnya,
ketika terjadi kemarau panjang, stok air di waduk atau bendungan tidak cukup
untuk mengairi tanaman padi. Ketika musim hujan tiba air sangat melimpah,
bahkan menimbulkan bencana banjir, air tidak terdistribusi secara merata ke
seluruh jaringan irigasi, sehingga musim tanam berikutnya mengalami
keterlambatan. Lebih jauh, upaya yang dilakukan oleh pihak Kementerian
Pertanian untuk menyusun program pola tanam yang serentak dilakukan di
berbagai daerah agar supaya dapat terkendali dalam menanam padi dan palawija
menjadi berhasil, karena ketersediaan air mencukupi.
Penelitian tentang keberdayaan dan penguatan kelembagaan Perkumpulan
Petani Pemakai Air (P3A) mampu menjawab hal-hal yang berkaitan dengan
kenyataan, khususnya di Irigasi Awo, yang menunjukkan bahwa sumber-sumber
air dan jaringan irigasi tidak terpelihara dan terkelola dengan baik. Tujuan
penelitian adalah (1) untuk menganalisis karakteristik anggota, dukungan pada
kelembagaan, dan peningkatan kapasitas anggota P3A; (2) untuk menganalisis
penguatan kelembagaan dalam pengelolaan air irigasi, dan kaitannya dengan
faktor karakteristik anggota, dukungan pada kelembagaan dan peningkatan
kapasitas anggota P3A; (3) untuk menganalisis tingkat keberdayaan dalam
pengelolaan air irigasi dan korelasinya dengan peningkatan kapasitas dan
penguatan kelembagaan P3A; dan (4) untuk merumuskan strategi penguatan
kelembagaan menuju keberdayaan P3A dalam pengelolaan air irigasi.
Penelitian dirancang sebagai penelitian survei deskriptif korelasional untuk
menjelaskan dan menguji karakteristik anggota P3A, dukungan pada
kelembagaan, dan kapasitas pengurus yang diduga berhubungan dengan
penguatan kelembagaan P3A. Lokasi penelitian dipilih secara (purposive) di
irigasi Awo. Irigasi Awo tersebar pada sepuluh desa, dua Kecamatan, Pitumpanua
dan Keera Kabupaten Wajo di Sulawesi Selatan yang terbagi dalam dua jaringan,
mengambil masing-masing sebagai berikut: Awo I 15 P3A dan Awo II 15 P3A,
setelah melalukan pra survei ke lokasi penelitian, ada 30 kelompok P3A yang
relatif aktif dan produktivitas lahan pertanian sangat tinggi. Populasi penelitian
adalah pengurus dan anggota P3A yang berjumlah 895 orang dari 30 kelompok
P3A. Sampel penelitian adalah pengurus (Ketua, Sekretaris, Bendahara, pelaksana
teknis, dan satu orang anggota) sehingga jumlahnya adalah masing-masing 5 x 30
P3A atau 150 orang petani. Responden tersebar di sepuluh desa, yaitu Desa
Alesilurung, Benteng, Tobarakka, Lompoloang, Awota, Kaluku, Pangi, Simpellu,
Bulete, dan Desa Lauwa. Analisis data menggunakan analisis statistik deskriptif
(frekuensi, persentase, rataan skor), analisis statistik inferensial dengan uji
korelasi tau Kendall, dan analisis SWOT.
Hasil analisis statistik deskriptif terhadap karakteristik anggota P3A,
dukungan kelembagaan P3A, dan peningkatan kapasitas P3A menunjukkan
bahwa anggota P3A memiliki karakteristik pendidikan non formal dan lama
berusahatani dalam kategori tinggi, dukungan dari pemerintah, penyuluh, dan
swasta dalam kategori sedang, dan peningkatan kapasitas dari pemerintah,
penyuluh dan swasta dalam kategori sedang.
Berdasarkan analisis korelasi, karakteristik anggota, dukungan pada
kelembagaan, dan peningkatan kapasitas P3A berkorelasi dengan penguatan
kelembagaan untuk indikator pendidikan nonformal dengan sosialisasi aturan,
pendidikan nonformal dengan tingkat kepatuhan, dukungan pemerintah dengan
peningkatan penyuluhan, dukungan penyuluh dengan penerapan sanksi, dukungan
swasta dengan tingkat kepatuhan, dukungan pemerintah dengan penerapan sanksi,
dukungan swasta dengan sosialisasi aturan, pendampingan oleh pemerintah
dengan penerapan sanksi, pelatihan oleh pemerintah dengan sosialisasi aturan,
pelatihan oleh pemerintah dengan tingkat kepatuhan, dan pendampingan oleh
swasta dengan sosialisasi aturan. Analisis statistik deskriptif terhadap peningkatan
kapasitas dan penguatan kelembagaan dengan menuju keberdayaan P3A juga
menunjukkan hasil dalam kategori sedang.
Berdasarkan analisis korelasi, peningkatan kapasitas dan penguatan
kelembagaan berkorelasi dengan keberdayaan P3A untuk indikator pelatihan oleh
pemerintah dengan tingkat partisipasi, pelatihan oleh pemerintah dengan tingkat
pemerataan air irigasi, pendampingan pemerintah dengan tingkat partisipasi,
pendampingan dengan sinergi bermitra, pendampingan swasta dengan tingkat
kompetensi, pendampingan penyuluh dengan tingkat pemerataan air irigasi,
sosialisasi aturan dengan tingkat partisipasi, peningkatan penyuluhan dengan
tingkat partisipasi, tingkat kepatuhan dengan tingkat partisipasi, tingkat kepatuhan
dengan sinergi kemitraan, tingkat kepatuhan dengan tingkat pemerataan air irigasi,
dan tingkat kepatuhan dengan tingkat kompetensi.
Penguatan kelembagaan P3A dapat dilakukan dengan membangun
sinergitas para pihak seperti Puang/Ata, anggota P3A, pemerintah dan penyuluh,
serta swasta. Selain itu, penguatan kelembagaan juga dapat didorong dengan
menciptakan dan merumuskan strategi pengelolaan sumber daya air sebagai
sumber daya milik bersama dan membuat aturan penggunaan yang tepat dalam
pengelolaan air irigasi. Oleh karena itu, strategi penguatan kelembagaan mencapai
keberdayaan kelembagaan P3A dapat dilakukan dengan; (1) memperkuat peran
P3A dalam koordinasi dan sinkronisasi, (2) meningkatkan partisipasi aktif
anggota P3A, (3) memperkuat sinergitas antar pemangku kepentingan, (4)
menjadikan tradisi tudangsipulung (duduk bersama) sebagai media pengambilan
keputusan, (5) melakukan pemantauan dan pengendalian secara rutin serta
membangun kesepakatan dengan pemangku kepentingan, (6) memperkuat
mekanisme resolusi konflik dan memperkuat aturan penggunaan air irigasi secara
partisipatif, dan (7) mewujudkan sumber daya air irigasi sebagai milik bersama
dan merancang aturan penggunaan yang tepat.
Collections
- DT - Human Ecology [564]