Ekstrak Rumput Laut Gracilaria verrucosa sebagai Imunostimulan untuk Melawan White Spot pada Udang Vaname Litopenaeus vannamei
View/ Open
Date
2017Author
Zahra, Aminatul
Sukenda
Wahjuningrum, Dinamella
Metadata
Show full item recordAbstract
Salah satu penyakit yang menyerang udang vaname adalah penyakit White Spot yang disebabkan oleh White Spot Syndrome Virus (WSSV). Dibutuhkan upaya untuk mencegah penyebaran dari WSSV pada budidaya udang yang efektif, salah satunya adalah dengan pemberian imunostimulan. Bahan alami yang dapat dijadikan sebagai imunostimulan yang aman dan ramah lingkungan adalah rumput laut G. verrucosa. G.verrucosa memiliki kandungan senyawa polisakarida yang biasanya berisi galaktosa maupun galaktan bersulfat. Senyawa bioaktif dari G.verrucosa bisa didapatkan dengan cara ekstraksi. Dalam proses ekstraksi banyak faktor yang dapat mempengaruhi kandungan senyawa hasil ekstraksi diantaranya jenis pelarut. Uji bahan pelarut yang terbaik dalam proses ekstraksi G.verrucosa perlu dilakukan. Pemberian ekstrak rumput laut G. verrucosa dalam pakan diharapkan dapat menstimulasi sistem imun udang vaname. Penelitian ini terdiri atas tiga tahapan. Penelitian tahap satu untuk menguji jenis pelarut yang terbaik terdiri dari tiga perlakuan, yaitu EA (etil asetat), MT (metanol), dan ET (etanol). Penelitian tahap dua yaitu menguji pengaruh dosis ekstrak G. verrucosa dalam pakan yang tepat untuk meningkatkan sistem imun dan resistensi udang vaname terhadap WSSV, terdiri dari enam perlakuan dan masing-masing tiga ulangan, yaitu KN (tanpa ekstrak), KP (tanpa ekstrak + infeksi WSSV), D2 (2 g/kg pakan + infeksi WSSV), D3 (3 g/kg pakan + infeksi WSSV), D4 (4 g/kg pakan + infeksi WSSV), dan D5 (5 g/kg pakan + infeksi WSSV). Penelitian tahap tiga yaitu menguji pengaruh lama pemberian ekstrak G.verrucosa yang berbeda dalam meningkatkan kinerja produksi dan respons imun udang vaname (L. vannamei) terhadap serangan penyakit WSSV, terdiri dari lima perlakuan dan tiga ulangan, yaitu CN (0 kali pemberian/bulan), CP (0 kali pemberian/bulan + infeksi WSSV), W1 (1 minggu pemberian/bulan + infeksi WSSV), W2 (2 minggu pemberian/bulan (interval 7 hari) + infeksi WSSV), dan WS (Setiap hari pemberian selama sebulan + infeksi WSSV). Udang vaname dengan bobot 6.07±0.1 g/ekor dipelihara dalam akuarium dengan ukuran 60×30×30 cm3 dengan padat tebar 10 ekor/akuarium. Udang diberi pakan ekstrak secara at satiation sebanyak tiga kali sehari. Parameter uji yang diamati adalah total hemosit (THC), aktifitas fagositosis (AF), diferensial hemosit (DHC), aktifitas phenoloksidase (PO), respiratory burst (RB), kelulushidupan, laju pertumbuhan harian (LPH), rasio konversi pakan (FCR), Nested PCR, histopatologi, dan gejala klinis.
Hasil penelitian tahap satu menunjukkan bahwa bahan pelarut terbaik untuk ekstraksi G. verrucosa terdapat pada perlakuan EA. Hasil penelitian tahap dua menunjukkan bahwa respons imun (THC, AF, RB, PO, dan Persentasi hialin) udang yang diberi pakan ekstrak mengalami peningkatan dibanding perlakuan KP maupun KN. Respons imun setelah uji tantang dengan WSSV pada perlakuan juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, dan respons imun paling tinggi pada perlakuan D4. Kelangsungan hidup setelah uji tantang pada perlakuan KN, KP, D2, D3, D4, dan D5 berturut-turut sebesar
96.67±5.74%, 26.67±5.74%, 43.33±5.74%, 46.67±5.74%, 56.67±5.74%, dan 36.67±5.74%. Perlakuan D2, D3, D4, dan D5 menunjukkan kelangsungan hidup yang lebih tinggi secara signifikan (P<0.05) dibandingkan dengan KP. Hasil penelitian tahap tiga menunjukkan bahwa respons imun (THC, AF, RB, PO, dan Persentasi hialin) udang yang diberi pakan ekstrak mengalami peningkatan dibanding perlakuan CP maupun CN. Respons imun setelah uji tantang dengan WSSV pada perlakuan (W1, W2, dan WS) juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol, dan respons imun paling tinggi pada perlakuan W2. Kelangsungan hidup setelah uji tantang pada perlakuan CN, CP, W1, W2, dan WS berturut-turut sebesar 100.00±0.00%, 23.33±5.77%, 46.67±5.77%, 60.00±10.00%, dan 40.00±10.00%. Perlakuan W2 menunjukkan kelangsungan hidup yang paling tinggi signifikan (P<0.05) dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Kinerja produksi udang (LPH dan Biomassa) pada perlakuan W2 dan WS menunjukkan hasil yang lebih tinggi signifikan (P<0.05) dengan perlakuan lainnya, sedangkan FCR tidak berbeda signifikan (P>0.05) antar semua perlakuan. Konfirmasi WSSV pada penelitian tahap dua dengan menggunakan nested PCR menunjukkan hasil bahwa udang (D2, D3, D4, D5, dan KP) positif terinfeksi WSSV. Konfirmasi WSSV pada penelitian tahap tiga dengan menggunakan nested PCR menunjukkan hasil bahwa udang (W1, W2, WS, dan CP) positif terinfeksi WSSV. Histologi udang yang terinfeksi WSSV menunjukkan bahwa adanya badan inklusi sedangkan pada udang normal tidak ditemukan. Perubahan gejala klinis secara morfologis pada udang yang terinfeksi WSSV terjadinya perubahan warna kemerahan (discolouration) pada tubuh, kaki renang, dan ekor sedangkan udang normal pada tubuh, kaki renang, dan ekor berwarna putih bersih. Pada udang yang terinfeksi WSSV usus kosong serta hepatopankreas berwarna kekuningan (pucat) sedangkan pada udang normal usus penuh dan hepatopankreas berwarna hitam kecoklatan. Disimpulkan bahwa ekstraksi G. verrucosa dengan pelarut etil asetat menghasilkan senyawa bahan aktif paling tinggi dan pemberian ektrak G. verrucosa pada dosis 4 g/kg pakan dengan lama pemberian selama 2 minggu (interval 7 hari) dapat meningkatkan respons imun dan resistensi terbaik terhadap infeksi WSSV.
Collections
- MT - Fisheries [2893]