Komunikasi Dan Hubungannya Dengan Kepuasan Kerja Karyawan: Perspektif Gender.
View/ Open
Date
2016Author
Sulistiyo, Putri Asih
Hubeis, Aida Vitayala S.
Matindas, Krishnarini
Metadata
Show full item recordAbstract
Peningkatan kontribusi dan partisipasi perempuan dalam dunia kerja menjadi agenda pembangunan yang belum berkesudahan, termasuk di Indonesia. Ketimpangan jumlah perempuan yang mampu memasuki pasar kerja dan sedikitnya sektor kerja yang dapat dimasuki oleh perempuan menjadi salah satu permasalahan keadilan gender dalam bidang ekonomi produktif. Lingkungan kerja produktif dianggap memiliki citra maskulin yang tidak cocok bagi perempuan. Maskulinitas dalam dunia kerja diciptakan oleh sosialisasi secara turun temurun yang membentuk pengetahuan dan sikap gender.
Secara umum, penelitian dilakukan untuk mengidentifikasi sejauhmana komunikasi gender yang dimanifestasikan melalui bentuk-bentuk komunikasi seperti stereotipi, diskriminasi, marginalisasi, subordinasi, dan kekerasan seksual terjadi di dalam dunia kerja setelah adanya perubahan struktural di kesultanan Daerah Istimewa Yogyakarta dan di lingkugan pabrikdiuji. Komunikasi gender diuji hubungannya dengan kepuasan kerja karyawan. Secara khusus tujuan penelitian adalah 1) mendeskripsikan bentuk komunikasi gender, karakteristik individu, dan kepuasan kerja, 2) menguji hubungan komunikasi gender dengan karakteristik individu karyawan, 3) menguji hubungan antara komunikasi gender dengan kepuasan kerja karyawan, dan 4) menguji hubungan antara karakteristik individu dengan kepuasan kerja karyawan.
Desain penelitian adalah survei explanatory. PT Madubaru Yogyakarta sebagai salah satu perusahaan agroindustri terbesar dan tertua di Indonesia yang dipilih secara purposive sebagai lokasi penelitian. Penelitian dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2015 dengan jumlah sampel yang diuji sebanyak 70 orang, dipilih melalui metode purposive sampling. Data inferensia diuji menggunakan analisis chi-square dan korelasi rank Spearman.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Madubaru merupakan seuah perusahaan yang didominasi laki-laki dalam hal jumlah. Secara usia, karyawan laki-laki lebih tua dari karyawan perempuan, memiliki tingkat pendidikan yang lebih rendah dari perempuan dan masa kerja lebih lama dari karyawan perempuan. Secara pendapatan sebagian besar karyawan laki-laki dan perempuan memperoleh pendapatan sama sedikit lebih tinggi di atas UMR DI Yogyakarta, yaitu Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 perbulan, yang membedakan adalah terdapat responden laki-laki yang memiliki pendapatan di atas RP 3.000.000, sedangkan pada perempuan tidak ada.
Stereotipi gender merupakan silent barrier bagi keadilan gender di lokasi penelitian. Stereotipi merupakan isu gender yang sangat terlihat di lingkungan perusahaan, isu ini berdampak pula pada terjadinya glass ceiling, subordinasi pekerjaan, spesialisasi pekerjaan perempuan, dan tingginya kekerasan seksual pada perempuan dibandingkan pada laki-laki. Perempuan dengan pendidikan tinggi, berusia muda, dan memiliki posisi pekerjaan sebagai pegawai administrasi
merupakan karyawan yang mendapat perilaku ketidakadilan gender paling tinggi di dalam perusahaan.
Domain kepuasan kerja pada perempuan adalah kepuasan terhadap kondisi kerja, hubungan interpersonal, dan pekerjaan itu sendiri. Pada laki-laki domain kepuasan kerjanya adalah status dan kepuasan terhadap pengakuan, penghargaan atau perhatian. Bagi karyawan perempuan, kenyamanan ruangan, kondisi kekeluargaan dan pertemanan, jam kerja, dan dekatnya lokasi perusahaan dengan rumah merupakan hal penting dalam bekerja. Kondisi tersebut dirasakan ideal bagi karyawan perempuan untuk mereduksi adanya konflik dwiperan sebagai pekerja dan ibu rumahtangga, serta memperkecil potensi adanya konflik dalam keluarga. Sedangkan bagi laki-laki pengakuan terhadap kinerja dan keberadaannya dalam perusahaan merupakan hal yang paling penting.
Secara statistik terdapat hubungan antara komunikasi gender dan kepuasan kerja yang berkebalikan dengan hipotesis. Dari enam indikator yang berhubungan, empat diantaranya berhubungan positif, yaitu stereotipi pada perempuan (obyek seksual, keibuan, dan kekanakan) dengan kondisi kerja, stereotipi pada laki-laki (pejuang, sempurna, dan pencari nafkah utama) dengan status, kekerasan seksual dengan kondisi kerja, dan marginalisasi dengan status. Hubungan positif tersebut memiliki arti bahwa semakin tinggi perilaku ketidakadilan gender yang diterima oleh seorang karyawan, semakin tinggi pula kepuasan kerjanya. Dua indikator yang memiliki hubungan berkebalikan ini adalah stereotipi dan kekerasan gender pada perempuan dengan kondisi kerja, dan stereotipi serta marginalisasi laki-laki terhadap status. Hal ini dapat terjadi karena seringnya motivasi yang diberikan oleh atasan untuk bekerja dengan ikhlas, bekerja sebagai ibadah, serta terpenuhinya harapan karyawan terhadap pekerjaannya. Kepuasan terhadap relationship bagi perempuan dan pride bagi laki-laki adalah hal penting dalam menjaga dan meningkatkan kepuasan kerja di perusahaan.
Collections
- MT - Human Ecology [2199]