Show simple item record

dc.contributor.advisorSoelistyowati, Dinar Tri
dc.contributor.advisorCarman, Odang
dc.contributor.authorIbrahim, Yusran
dc.date.accessioned2017-01-30T07:19:45Z
dc.date.available2017-01-30T07:19:45Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82661
dc.description.abstractIndustri filet ikan patin terus dikembangkan karena permintaan pasar yang terus meningkat, baik pasar lokal maupun luar negeri. Dalam beberapa tahun terakhir produksi ikan patin dihadapkan dengan masalah inefficiency karena tingginya biaya operasional yang tidak sebanding dengan harga jual yang salah satunya diakibatkan oleh lambatnya pertumbuhan. Hal tersebut dapat memengaruhi produksi ikan patin yang berdampak juga pada industri filet. Upaya untuk memperbaiki pertumbuhan ikan patin diantaranya adalah hibridisasi dan rekayasa set kromosom. Induk ikan patin siam yang digunakan berumur 2-2,5 tahun dengan bobot jantan rata-rata 2 kg, betina rata-rata 3 kg, sedangkan patin jambal jantan berumur 1,5-2 tahun dengan rata-rata bobot 1,5 kg. Pemijahan ikan dilakukan secara buatan. Ikan betina yang sudah matang gonad disuntik menggunakan hormon Human Chorionic Gonadotropin (hCG) 500 IU per kg bobot tubuh, berselang 24 jam dilakukan penyuntikan kedua dengan menggunakan hormon GnRHa + anti dopamin (Ovaprim) 0,6 ml per kg bobot tubuh. Induk jantan disuntik satu kali dengan menggunakan Ovaprim 0,3 ml per kg bobot tubuh, kemudian ikan di-stripping setelah 8-10 jam. Telur yang sudah dibuahi kemudian dilakukan pencucian dengan suspensi tanah agar tidak saling melekat. Selanjutnya dilakukan induksi triploidisasi dengan metode kejut suhu panas (heat shock) dua menit setelah fertilisasi pada suhu 42 °C selama dua menit di dalam boks styrofoam berukuran 40×20×10 cm3. Autotriploid dibuat dengan mengejut zigot patin siam, sedangkan allotriploid dibuat dengan mengejut zigot dari telur patin siam yang dibuahi sperma patin jambal (hibrida). Telur diinkubasi dalam corong penetasan (hatching jar) dengan suhu 28-29 °C. Derajat pembuahan (DPh) dan derajat penetasan (DPt) diamati masing-masing pada jam ke 6 dan 24 setelah fertilisasi. Larva dipelihara secara indoor dalam bak fiber ukuran 3×1×0,4 m3 selama tiga bulan dengan kepadatan 450 ekor per fiber. Identifikasi ploidi (diploid dan triploid) dilakukan dengan penghitungan nukleolus (Howell dan Black 1980) yang dikonfirmasi dengan penghitungan kromosom (Kligerman dan Bloom 1977). Preparasi kromosom dilakukan pada ikan berumur dua minggu, sedangkan preparasi nukleolus dilakukan setelah ikan berumur 3 bulan. Sebelum memasuki fase pembesaran, ikan di-screening untuk memisahkan diploid dan triploid, kemudian dipelihara secara terpisah dalam jaring apung ukuran 1×1×0.8 m3 dengan kepadatan 30 ekor per jaring selama tiga bulan, dan dilanjutkan pemeliharaan dalam jaring apung ukuran 2×1×0,8 m3 selama tiga bulan. Selanjutnya, kelompok diploid (SS), autotriploid (SSS), diploid hibrid (SJ) dan allotriploid (SSJ) di-tagging dengan passive integrated transponder (TN Pocket Tracker) dan dipelihara secara soliter dan komunal dalam jaring apung ukuran 2,5×2×0,8 m3 selama dua bulan untuk mengamati performa dan perkembangan gonad. Padat tebar pada pemeliharaan secara soliter yaitu 5 ekor per jaring, sedangkan pemeliharaan secara komunal dilakukan dengan menggabungkan masing-masing 5 ekor ikan dari kelompok SS, SSS, SJ dan SSJ dalam wadah yang sama. Hasil penelitian menunjukkan derajat pembuahan (DPh) tidak berbeda nyata antar perlakuan (p>0,05). Sedangkan derajat penetasan (DPt) menunjukkan perbedaan yang nyata antar perlakuan (p<0,05). Persentase DPt kelompok diploid (SS dan SJ) sebesar 80-83%, sedangkan kelompok triploid (SSS dan SSJ) sebesar 27-28%. Pemeliharaan secara soliter menunjukkan laju pertumbuhan harian (LPH) tidak berbeda nyata antar perlakuan (p>0,05). Sedangkan pemeliharaan secara komunal menunjukkan laju pertumbuhan berbeda nyata antar perlakuan (p<0,05). Laju pertumbuhan harian kelompok SSS berbeda nyata dengan SS, SJ dan SSJ (p<0,05). Perbedaan juga terlihat antara SS dengan SJ dan SSJ (p<0,05), sedangkan SJ dengan SSJ tidak menunjukkan perbedaan yang nyata (p>0,05). Bobot akhir pada pemeliharaan secara soliter dan komunal menunjukkan kelompok non hibrida (SS, SSS) tumbuh lebih cepat secara signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan hibrida (SJ, SSJ). Namun, bobot akhir kelompok SS sama dengan SSS (p>0,05) pada pemeliharaan secara soliter, sedangkan pemeliharaan secara komunal menunjukkan bobot akhir kelompok SS lebih tinggi dibandingkan SSS (p<0,05). Perbandingan antara kelompok SJ dengan SSJ tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05) baik pada pemeliharaan secara soliter maupun komunal. Rasio konversi pakan (RKP) dan tingkat kelangsungan hidup (TKH) tidak berbeda nyata antar perlakuan (P>0,05). Indeks gonadosomatik (IGS) jantan dan betina ikan triploid lebih kecil dibandingkan diploid (P<0,05) yang mengindikasikan perkembangan gonad tidak normal atau steril. Hasil histologi menunjukkan gonad diploid berkembang normal, gonad betina rata-rata sudah mencapai fase oosit previtelogenik (OPV) dan pada jantan rata-rata sudah mencapai fase spermatid (SPT). Sedangkan gonad ikan triploid menunjukkan perkembangan yang tidak normal, pada gonad betina terlihat adanya degradasi oosit (DO) dan hanya sebagian kecil yang mencapai fase oosit previtelogenik (OPV) dan gonad jantan triploid terlihat adanya ruang kosong dan hanya sebagian kecil yang mencapai fase spermatid (SPT). Pengujian performa selama 2 bulan (umur 9-11 bulan) menunjukkan bahwa pertumbuhan non hibrida (SS, SSS) lebih tinggi dibandingkan hibrida (SJ, SSJ). Pemeliharaan secara soliter tidak menunjukkan perbedaan antara diploid dan triploid (SS=SSS dan SJ=SSJ). Sedangkan pemeliharaan secara komunal, pertumbuhan diploid lebih tinggi dibandingkan autotriploid (SS>SSS) dan diploid hibrid sama dengan allotriploid (SJ=SSJ). Triploidisasi mengakibatkan perkembangan gonad jantan dan betina triploid tidak normal yang mengindikasikan sterilitas.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcAquacultureid
dc.subject.ddcPangasiusid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcSubang-Jawa Baratid
dc.titlePerforma Autotriploid Dan Allotriploid Ikan Patin Siam Pangasianodon Hypophthalmus X Patin Jambal Pangasius Djambalid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordautotriploidid
dc.subject.keywordallotriploidid
dc.subject.keywordpertumbuhanid
dc.subject.keywordGSIid
dc.subject.keywordpatinid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record