Biomassa, Kadar Sinensetin Dan Aktivitas Inhibisi Α-Glukosidase Kumis Kucing (Orthosiphon Aristatus) Dengan Perbedaan Cara Pemupukan Dan Panen
View/ Open
Date
2016Author
Delyani, Rista
Kurniawati, Ani
Melati, Maya
Faridah, Didah Nur
Metadata
Show full item recordAbstract
Kumis kucing (Orthosiphon aristatus) adalah salah satu anggota dari famili
Lamiaceae yang banyak digunakan untuk mengobati berbagai penyakit, salah
satunya adalah diabetes. Sayangnya, pengembangan kumis kucing sebagai tanaman
obat terkendala pada kuantitas dan kualitas fisik simplisia hingga kualitas dan
kuantitas bioaktif yang dihasilkan. Hal ini antara lain dapat disebabkan budidaya
kumis kucing belum memiliki SOP yang baku untuk menghasilkan simplisia
dengan mutu baik dan kandungan bioaktif yang tinggi. Informasi teknik budidaya,
seperti pemupukan dan pemanenan yang tepat diperlukan untuk memperoleh
produksi biomassa yang tinggi sekaligus memiliki khasiat obat yang tepat.
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan simplisia daun, kadar sinensetin serta
aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase yang tinggi melalui pemupukan dan
pengaturan panen.
Percobaan dilaksanakan pada bulan Oktober 2014-April 2015 (curah hujan
>200mm per bulan). Penanaman dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo IPB
pada awal November 2014. Rancangan petak-petak terbagi (split-split plot) dengan
tiga ulangan digunakan dalam percobaan ini. Perlakuan yang diberikan adalah cara
pemberian pupuk (sekaligus dan bertahap) sebagai petak utama, rotasi panen (3, 5
dan 7 minggu) sebagai anak petak dan ketinggian pangkas (10, 20 dan 30 dari
permukaan tanah) sebagai anak anak petak, sehingga total satuan percobaan adalah
sebanyak 54 satuan percobaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang secara
sekaligus sebanyak 10 ton ha-1 di awal tanam memberikan produksi total simplisia
daun 14% lebih tinggi daripada pemberian pupuk secara bertahap. Produksi
simplisia daun lebih tinggi pada rotasi panen tiga (2.95 ton ha-1) dan lima minggu
(2.98 ton ha-1), namun kadar sinensetin lebih tinggi pada rotasi panen tujuh minggu
(0.08%). Ketinggian pangkas 30 cm menghasilkan simplisia daun, kadar sinensetin
dan aktivitas inhibisi enzim α-glukosidase yang paling tinggi. Tidak terdapat
pengaruh interaksi antar perlakuan terhadap produksi total simplisia daun, kadar
sinensetin dan aktivitas inhibisi.
Collections
- MT - Agriculture [3682]