Show simple item record

dc.contributor.advisorWidiatmaka
dc.contributor.advisorPramudya, Bambang
dc.contributor.advisorBudiharsono, Sugeng
dc.contributor.authorFirmansyah, Irman
dc.date.accessioned2016-12-28T03:28:27Z
dc.date.available2016-12-28T03:28:27Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82384
dc.description.abstractLahan sawah merupakan penghasil bahan makanan pokok beras bagi masyarakat Indonesia. Luasan lahan sawah terus berkurang, baik karena tekanan penggunaan lahan non pertanian maupun oleh tekanan kebutuhan dasar ekonomi petani. Selain sebagai penghasil pangan pokok, lahan sawah juga memiliki multifungsi manfaat seperti menjaga stabilitas fungsi hidrologis Daerah Aliran Sungai (DAS), memperlambat aliran permukaan penyebab banjir, menurunkan erosi, ketahanan pangan, penyediaan unsur hara, perbaikan iklim, menjadi habitat flora dan fauna, menyerap tenaga kerja, memberikan keunikan dan daya tarik pedesaan serta mempertahankan nilai-nilai budaya pedesaan. Pulau Jawa memiliki lahan sawah yang paling luas, yaitu 3.231.377 ha atau 39,83 % dari seluruh luas lahan sawah di Indonesia yang seluas 8.112.103 ha. Jawa Barat memiliki luas ketiga (11,40 % atau seluas 925.042 ha) setelah Jawa Timur dan Jawa Tengah. Diantara berbagai provinsi, Jawa Barat berkontribusi terbesar terhadap produksi beras, yaitu 16,95 % produksi beras nasional. Kontribusi yang tinggi terhadap produksi nasional tersebut saat ini mulai terancam karena Jawa Barat memiliki alih fungsi lahan sawah tertinggi, rata-rata sebesar 4.994,7 ha per tahun. Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum yang merupakan salah satu sentra produksi di Jawa Barat juga mengalami tekanan terhadap penggunaan lahan sawah. Pada tahun 2000 luas sawah di DAS ini adalah 161.028,89 ha, telah berkurang menjadi 145.903,98 ha pada tahun 2012. Selain pengaruh terhadap penyediaan beras, dalam konteks daerah aliran sungai, fenomena ini juga akan berpengaruh pada supplai air yang akan menurun. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama merancang model pengendalian konversi lahan sawah di DAS Citarum. Metode yang digunakan adalah analisis multidimensional scaling (MDS) untuk melihat status keberlanjutan lahan sawah, analisis spasial dinamik untuk memvisualisasikan prediksi penggunaan lahan pada beberapa tahun mendatang analisis desain kebijakan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk melihat prioritas alternatif kebijakan dan analisis Interpretative Structural Modelling (ISM) untuk menstrukturkan kendala bagi pengendalian konversi lahan sawah. Hasil analisis MDS menunjukkan bahwa nilai keberlanjutan lahan sawah di lokasi penelitian masuk pada kategori cukup berkelanjutan dengan nilai keberlanjutan sebesar 61,61. Intervensi kebijakan prioritas akan dapat meningkatkan status keberlanjutan menjadi 71,73. Faktor pengungkit utama keberlanjutan adalah penyuluhan pertanian, bantuan pemerintah, pemanfaatan limbah, penyediaan industri pengolah hasil dan penegakan hukum. Hasil simulasi sistem dinamik menunjukkan bahwa laju konversi lahan sawah masih akan tetap tinggi jika tidak ada kebijakan khusus dalam perlindungannya. Pada skenario optimis, lahan sawah akan berkurang sebanyak 29.047,61 ha dari tahun 2009 sampai tahun 2030. Pada skenario moderat, pengurangannya adalah 30.751,03 ha dari tahun 2009 sampai tahun 2030. Melihat kondisi tersebut, maka lahan sawah perlu secara khusus dilindungi atau dimiliki oleh pemerintah. Berdasarkan hasil analisis dinamika spasial, lahan sawah di wilayah penelitian yang berpotensi terkonversi berada di Kabupaten Karawang dan Kabupaten Bandung. Kabupaten Karawang yang dilalui jalan utama pantai utara Pulau Jawa dan Kabupaten Bandung yang merupakan jalur wisata menjadi penyebab. Berdasarkan hasil analisis dinamika spasial tersebut, lahan sawah di lokasi penelitian mengalami penurunan sebesar 38.330,61 ha pada tahun 2030. Sebaliknya, luas permukiman meningkat menjadi 95.035,69 ha atau mengalami peningkatan sebesar 40.465,70 ha dari tahun 2009 sampai tahun 2030. Alternatif strategi kebijakan utama yang dihasilkan dari penelitian ini adalah pembelian lahan sawah oleh pemerintah dan penerapan land banking system atau zonasi lahan sawah milik pemerintah berbasis pemberdayaan masyarakat. Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) diarahkan untuk dibeli pemerintah secara bertahap, agar perlindungan dapat lebih optimal. Kendala dalam penerapan kebijakan LP2B pemerintah berbasis masyarakat adalah adanya rencana pemanfaatan lahan untuk kepentingan non-pertanian oleh pemerintah, kebutuhan pemenuhan ekonomi petani, penyusutan kepemilikan dan fragmentasi lahan karena sistem pewarisan, persepsi bahwa usaha pertanian kurang menjanjikan secara ekonomi, lemahnya dukungan pemerintah dalam orientasi jangka panjang, kurangnya pemahaman petani tentang kawasan LP2B, dan belum terbentuknya rasa memiliki lahan sawah. Pengendalian konversi lahan sawah ini mendesak dilakukan untuk menjaga kedaulatan pangan.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.titleModel Pengendalian Konversi Lahan Sawah Di Dalam Das Citarumid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordSawahid
dc.subject.keywordKonversiid
dc.subject.keywordKeberlanjutanid
dc.subject.keywordModelid
dc.subject.keywordSistem Dinamikid
dc.subject.keywordSpasialid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record