Kajian Pre-Cooking Terhadap Karakteristik Dan Umur Simpan Lele (Clarias Sp.) Asap
Abstract
Ikan lele merupakan komoditas unggulan dalam perikanan budidaya air
tawar. Protein ikan lele sebesar 15–20% dan lemaknya kurang dari 5%. Untuk
meningkatkan pendapatan pembudidaya ikan lele salah satunya dengan melakukan
pengolahan ikan lele asap. Pengasapan ialah proses pengolahan dan pengawetan
ikan dengan tujuan untuk mengurangi kadar air dalam tubuh ikan, memberikan
warna, rasa dan bau yang khas pada ikan olahan serta membunuh atau menghambat
pertumbuhan bakteri pembusuk. Harga lele segar berkisar Rp13 000–Rp15 000/kg
dan dibutuhkan 4 kg lele segar untuk menghasilkan 1 kg lele asap, setelah dijadikan
lele asap harganya meningkat menjadi Rp70 000–Rp120 000/kg.
Masalah yang muncul pada pengasapan ikan adalah umur simpan yang
pendek dan ditumbuhi jamur sehingga menyebabkan bau menjadi tengik dan
perubahan tekstur. Alternatif teknologi untuk mengatasi permasalahan tersebut
adalah teknik pre-cooking. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh
pre-cooking dan pengasapan terhadap perubahan mutu serta penyimpanan dan
pengemasan pada suhu ruang terhadap umur simpan ikan lele asap. Parameter
pengamatan yang dilakukan adalah uji-uji organoleptik sebelum penyimpanan,
kadar air, aw, histologi, organoleptik selama penyimpanan suhu ruang, nilai TVB
(Total Volatile Bases), TPC (Total Plate Count), kadar proksimat, dan nilai
organoleptik menggunakan kemasan yang disimpan pada suhu ruang.
Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa konsumen menyukai lele asap
tanpa dan dengan pre-cooking selama 5 menit. Nilai kadar air lele asap berkisar
antara 16.23%–19.66% masih sesuai dengan standar ikan asap yaitu maksimal
60%. Lele asap tanpa pre-cooking nilai aw (0.82), lele asap dengan pre-cooking 5
dan 10 menit nilai aw sama (0.81). Hasil pengamatan histologi menunjukkan lele
segar sebagian miomernya masih utuh dengan sarkolema dan struktur jaringan
daging masih rapat; lele pre-cooking, miomernya mulai terjadi kerusakan dengan
terbentuknya benang fibril berkelok-kelok; lele asap tanpa pre-cooking,
terbentuknya serat-serat fibril bergelombang yang terlepas satu dengan yang
lainnya; dan lele pre-cooking asap, mioseptumnya rusak dan mengakibatkan jarak
antar miomer membesar, sehingga mutu lele yang diproses mengalami penurunan.
Nilai organoleptik lele asap tanpa dan dengan pre-cooking selama
penyimpanan 9 hari pada suhu ruang rata-rata 7 masih sesuai dengan SNI ikan asap
sedangkan pada hari ke-12 sudah ditumbuhi jamur. Penyimpanan lele asap tanpa
dan dengan pre-cooking pada suhu ruang dapat menyebabkan peningkatan kadar
TVB dan aktivitas mikroba. Kadar TVB meningkat menjadi (120.44 mg N/100 g
dan TPC (5.03 log CFU/g) pada 12 hari penyimpanan sehingga sudah melebihi SNI
ikan asap dan tidak layak untuk dikonsumsi. Lele asap tanpa dan dengan precooking
yang dikemas plastik polyethilene dan ice pack dalam wadah tertutup rapat
yang disimpan pada suhu ruang memiliki nilai sensori antara 7–8 sehingga masih
layak dikonsumsi selama 18 hari penyimpanan, hari ke-21 mikroba mulai tumbuh.
Nilai proksimat lele segar: protein (86.88%), lemak (9.06%), abu (3.67%),
karbohidrat (0.08%). Lele asap tanpa pre-cooking: protein (55.68%), lemak
(28.7%), abu (9.11%), karbohidrat (5.36%). Lele asap dengan pre-cooking: protein
(52.97%), lemak (27.59%), abu (9.85%), karbohidrat (8.53%).
Collections
- MT - Fisheries [2970]