Show simple item record

dc.contributor.advisorDharmawan, Arya Hadi
dc.contributor.advisorPutri, Eka Intan Kumala
dc.contributor.authorAmalia, Rizka
dc.date.accessioned2016-05-19T06:14:43Z
dc.date.available2016-05-19T06:14:43Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/80537
dc.description.abstractPembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia sudah mengarah pada pemanfaatan lahan-lahan di Pulau Kalimantan. Menurut data dari Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2014), pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah mengeluarkan ijin lokasi pada 338 Perkebunan Besar Swasta (PBS), 38 PBS diantaranya diberikan ijin seluas 283.954,80 Ha di Kabupaten Berau. Ekspansi perkebunan kelapa sawit dilaksanakan di kawasan Budidaya Non Kehutanan(KBNK), namun ada kawasan KBNK yang statusnya ditetapkan dari pengubahan kawasan hutan primer dan sekunder. Diubahnya kawasan hutan menjadi kawasan perkebunan kelapa sawit menjadikan perubahan lanskap ekologi kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit. Di sisi lain, terdapat masyarakat asli dan lokal yang tinggal di sekitar hutan di Kabupaten Berau. Pada dasarnya rumahtangga petani di sekitar hutan sangat tergantung pada lahan dan hutan, namun dengan adanya perkebunan kelapa sawit diduga memicu risiko guncangan pada sistem penghidupan (livelihood system) rumahtangga petani. Oleh karena itu, penelitian ini perlu dilakukan untuk melihat sejauhmana tingkat kerentanan dan resiliensi nafkah rumahtangga petani di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur akibat adanya ekspansi perkebunan kelapa sawit. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi perubahan lanskap ekologi di Desa Merapun, menganalisis dampak perubahan lanskap ekologi terhadap perubahan struktur livelihood rumahtangga petani di Desa Merapun, mengidentifikasi perubahan lanskap ekologi yang berdampak pada kerentanan nafkah rumahtangga petani di Desa Merapun dan mengidentifikasi perubahan lanskap ekologi yang berdampak pada resiliensi nafkah rumahtangga petani di Desa Merapun. Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan mix method yaitu pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Dimana pendekatan kuantitatif menggunakan kuesioner dengan pemilihan responden melalui teknik sampel random sederhana (simple random sampling). Sementara, pendekatan kualitatif menggunakan slip dan indepth interview. Data-data dari survey tersebut kemudian dianalisis dengan metode regresi berganda, livelihood vulnerability index, loss of earning dan analisis deskriptif kualitatif. Wilayah Desa Merapun pada awalnya dikelilingi oleh kawasan hutan yang kemudian mengalami perubahan lanskap ekologi bermula dengan adanya Hak Pengusahaan Hutan yang mulai beroperasi di Desa Merapun pada tahun 1977-2000. Kemudian, pada tahun 2005 perkebunan kelapa sawit mulai beroperasi di Desa Merapun. Terjadi ekspansi perkebunan kelapa sawit di Desa Merapun yang terbukti bertambahnya jumlah perkebunan besar swasta yang beroperasi di Desa Merapun. Perubahan lanskap ekologi yang terjadi di Desa Merapun sampai tahun 2013 yaitu 27,6%. Jika semua ijin lokasi yang didapatkan oleh keempat perkebunan swasta besar direalisasikan maka perubahan lanskap ekologi yang terjadi di Desa Merapun yaitu 51,9% dari total luas wilayah Desa Merapun. Perubahan lanskap ekologi dari kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa sawit mengakibatkan perubahan struktur nafkah pada semua lapisan rumahtangga petani yaitu rata-rata pendapatan per tahun rumahtangga petani di Desa Merapun didominasi oleh pendapatan sektor non pertanian yang bertumpu pada perkebunan kelapa sawit. Dominasi pendapatan yang berasal dari sektor non pertanian menjadikan semua lapisan rumahtangga petani semakin mengalami kerentanan nafkah. Kerentanan nafkah paling tinggi yaitu pada rumahtangga petani lapisan atas karena terjadi homogenitas pendapatan rumahtangga petani. Hal tersebut juga dibuktikan nilai LVI pada rumahtangga petani lapisan atas jauh lebih tinggi yaitu 0,72 dibanding dengan nilai LVI rumahtangga petani lapisan menengah dan bawah. Perkebunan kelapa sawit yang meluas menimbulkan shock bagi rumahtangga petani. Shock tersebut mampu dihadapi dengan cara memanfaatkan lima modal nafkah (modal alam, SDM, sosial, fisik dan finansial). Rumahtangga di Desa Merapun berusaha mengurangi kerentanan dengan meningkatkan resiliensi rumahtangga dengan melakukan strategi-strategi adaptasi dan diversifikasi pendapatan. Strategi-strategi adaptasi dilakukan oleh semua lapisan rumahtangga petani dengan memanfaatkan lima modal nafkah yang mereka miliki. Sementara itu, diversifikasi nafkah mampu dilakukan oleh rumahtangga petani lapisan bawah. Sehingga dapat dikatakan rumahtangga petani lapisan bawah mempunyai tingkat resiliensi nafkah paling tinggi dibanding rumahtangga petani lapisan menengah dan atas. Dimana semakin tinggi tingkat kepercayaan pada jaringan, tingkat modal finansial, tingkat modal sumberdaya manusia, luas lahan petani yang ditanami kelapa sawit dan jenis kelamin kepala rumahtangga petani adalah laki-laki maka dapat meningkatkan resiliensi nafkah rumahtangga petani. Sementara itu, semakin tinggi tingkat modal alam dan rata-rata pendapatan rumahtangga maka semakin menurunkan tingkat resiliensi nafkah rumahtangga petani.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcEnvironmental scienceid
dc.subject.ddcConservationid
dc.subject.ddc2015id
dc.titlePerubahan Lanskap Ekologi, Kerentanan, Dan Resiliensi Nafkah Rumahtangga Petani Di Sekitar Hutan Di Kalimantan Timurid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordkerentanan nafkahid
dc.subject.keywordresiliensi nafkahid
dc.subject.keywordperubahan lanskap ekologiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record