dc.description.abstract | Salah satu alternatif pengendalian penyakit viral yang dapat dikembangkan adalah dengan menggunakan bahan herbal yang bersifat sebagai imunostimulan. Penggunaan imunostimulan telah banyak diteliti untuk pengendalian penyakit virus pada udang dan terbukti mampu meningkatkan respons imun non-spesifik serta pertumbuhan udang. Akan tetapi, sampai saat ini masih sangat minim informasi yang menjabarkan hubungan antara pengaruh dosis serta frekuensi pemberian imunostimulan pada udang. Batang pisang ambon merupakan salah satu limbah dari bahan alami yang tidak termanfaatkan dan mengandung beberapa senyawa aktif imunostimulan. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan bertujuan untuk menentukan dosis dan frekuensi pemberian ekstrak batang pisang ambon (EBPA) yang tepat, sehingga pada akhirnya diharapkan senyawa aktif yang terkandung dalam EBPA tersebut mampu merangsang sistem kekebalan tubuh non-spesifik terhadap serangan penyakit WSD (White Spot Disease) serta merangsang pertumbuhan udang vaname yang dipelihara di karamba jaring apung (KJA).
Penelitian tahap satu dilakukan untuk menentukan dosis dan frekuensi EBPA terbaik dalam meningkatkan respons imun serta pertumbuhan udang vaname. Rancangan penelitian yang digunakan pada penelitian tahap satu adalah rancangan acak lengkap faktorial yang terdiri dari dua faktor, yaitu dosis dan frekuensi pemberian EBPA yang berbeda. Terdiri dari 14 perlakuan yang meliputi dua perlakuan kontrol (K); kontrol positif dan negatif dan 12 perlakuan pemberian pakan EBPA, yaitu A1, B1, C1, dan D1 (dosis 0.5, 2, 4, 6 g/kg dengan frekuensi pemberian setiap hari), A3, B3, C3, dan D3 (dosis 0.5, 2, 4, 6 g/kg dengan frekuensi pemberian tiga hari sekali), A7, B7, C7, dan D7 (dosis 0.5, 2, 4, 6 g/kg dengan frekuensi pemberian tujuh hari sekali dengan masing-masing 3 ulangan. Pemberian pakan dengan ekstrak dilakukan pada perlakuan EBPA dan tanpa ekstrak pada kontrol secara at-satiation dengan frekuensi pemberian empat kali sehari selama 21 hari. Observasi parameter pertumbuhan meliputi rasio konversi pakan (FCR) dan laju pertumbuhan spesifik (LPS) udang tiap perlakuan pada akhir penelitian. Kemudian udang di uji tantang menggunakan filtrat WSSV (10-3). Variabel pengamatan meliputi gejala klinis, kelangsungan hidup, histopatologi, konfirmasi WSSV menggunakan PCR, serta parameter imunitas (total hemocyte count (THC), aktivitas prophenoloxidase (proPO), aktivitas respiratory burst (RB), dan glukosa) dilakukan sebelum dan sesudah uji tantang pada tiap perlakuan.
Penelitian tahap dua dilakukan untuk mengevaluasi EBPA dengan dosis dan frekuensi terbaik dalam meningkatkan respons imun serta pertumbuhan udang vaname yang dipelihara di karamba jaring apung. Rancangan yang digunakan pada penelitian tahap dua adalah rancangan eksperimental yang terdiri dari dua perlakuan, yaitu perlakuan EBPA dengan dosis dan frekuensi pemberian terbaik (0.5 g/kg dengan frekuensi pemberian setiap hari) serta perlakuan kontrol (tanpa
EBPA) yang diulang sebanyak tiga kali tiap perlakuan. Pemberian pakan perlakuan dilakukan selama 30 hari dengan frekuensi pemberian pakan empat kali sehari. Observasi kelangsungan hidup, konfirmasi WSSV (PCR dan Histopatologi), dan pertumbuhan (FCR dan LPS) dilakukan terhadap kedua perlakuan pada awal dan akhir penelitian. Pengamatan parameter imunitas (THC, proPO, RB, dan glukosa) dilakukan terhadap kedua perlakuan pada awal, tengah, dan akhir penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis pemberian EBPA pada pakan menyebabkan terjadinya penurunan respons imun serta pertumbuhan pada udang vaname. Sementara itu, semakin seringnya (setiap hari) frekuensi pemberian EBPA mampu memberikan respons yang optimal dalam meningkatkan sistem imun serta pertumbuhan udang vaname. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian EBPA pada dosis rendah (0.5 g/kg) diiringi dengan frekuensi pemberian setiap hari (perlakuan A1) terbukti mampu memberikan respons yang optimal terhadap sistem imun (THC, proPO, RB), kelangsungan hidup dalam melawan infeksi WSSV, serta dapat meningkatkan pertumbuhan (FCR dan LPS) udang vaname. Konfirmasi WSSV menggunakan PCR dan histopatologi menunjukkan bahwa udang perlakuan yang mati pada saat uji tantang positif terinfeksi WSSV. Selanjutnya, aplikasi EBPA pada kegiatan budidaya udang di karamba jaring apung (KJA) menggunakan dosis dan frekuensi pemberian terbaik (A1) juga terbukti mampu meningkatkan kelangsungan hidup, sistem imun serta pertumbuhan udang vaname. Hal ini menunjukkan bahwa pemberian EBPA melalui pakan pada udang vaname mampu meningkatkan pertumbuhan, serta ketahanan tubuh udang terhadap infeksi WSSV. | id |