Triploidi Dan Dimorfisme Seks, Performa Reproduksi Dan Produksinya Pada Ikan Nila Oreochromis Niloticus
View/ Open
Date
2016Author
Mukti, Akhmad Taufiq
Carman, Odang
Alimuddin
Junior, Muhammad Zairin
Metadata
Show full item recordAbstract
Ikan nila Oreochromis niloticus merupakan salah satu komoditas akuakultur
untuk konsumsi dalam negeri dan ekspor. Pengembangan dan peningkatan produksi
budidaya ikan nila sangat penting perannya dalam upaya memenuhi permintaan ikan
konsumsi. Alternatif pengembangan dan peningkatan produksi budidaya ikan nila
dapat dilakukan melalui aplikasi kombinasi peran manipulasi set kromosom dan
dimorfisme seks yang terkait dengan pertumbuhan pada ikan nila. Triploidisasi
merupakan satu strategi manipulasi set kromosom yang dapat membuat ikan steril dan
bermanfaat dalam meningkatkan pertumbuhan ikan nila dengan kuantitas dan
kandungan protein daging yang tinggi. Sisi lainnya, ikan nila seks jantan memiliki
pertumbuhan yang lebih cepat daripada seks betina.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji: a) model dan suhu air inkubasi telur
ikan nila secara buatan, b) triploidisasi pada ikan nila melalui perlakuan umur embrio
dan lama kejut panas, c) metode cepat, mudah dan akurat untuk identifikasi tingkat
ploidi pada ikan nila, d) performa reproduksi ikan nila triploid jantan dan betina,
e) performa produksi budidaya ikan nila triploid dengan model budidaya berbeda dan
f) kombinasi triploidisasi dan maskulinisasi pada ikan nila terhadap performa produksi
budidaya. Penelitian ini dilakukan melalui metode eksperimen dengan enam tahap.
Tahap I: Perlakuan model dan suhu air inkubasi telur ikan nila secara buatan yang
terbaik untuk mendukung keberhasilan triploidisasi pada ikan nila; Tahap II:
Triploidisasi pada ikan nila melalui perlakuan umur embrio dan lama kejut panas;
Tahap III: Analisis metode cepat, mudah dan akurat untuk identifikasi ploidi pada ikan
nila; Tahap IV: Analisis performa reproduksi ikan nila triploid jantan dan betina;
Tahap V: Perlakuan model budidaya ikan nila triploid (monoseks dan campuran);
Tahap VI: Perlakuan kombinasi triploidisasi dan maskulinisasi pada ikan nila.
Hasil penelitian tahap I menunjukkan bahwa model air sirkulasi menggunakan
sistem resirkulasi air tertutup merupakan model terbaik untuk inkubasi telur ikan nila
secara buatan dan menghasilkan penetasan dan performa larva yang lebih baik
(P<0,01) daripada model air stagnan, sedangkan suhu air media inkubasi telur 29 dan
30 oC memberikan hasil terbaik (P<0,01) terhadap penetasan dan performa larva ikan
nila dibandingkan dengan suhu 28 oC. Pada penelitian tahap II, perlakuan kejut suhu
panas 41 oC selama 4,0 menit pada umur embrio 4 menit setelah fertilisasi merupakan
perlakuan terbaik yang dapat menghasilkan persentase induksi triploidi dan produksi
triploid tertinggi, masing-masing adalah 93,0 dan 30,4% dengan kelangsungan hidup
larva 100% dan persentase seks jantan sekitar 76%.
Pada penelitian tahap III, identifikasi ploidi pada ikan nila secara akurat
dilakukan melalui pengamatan sebaran kromosom dan penghitungan jumlah
kromosom, terutama jumlah kromosom penanda atau giant chromosome. Umumnya,
sebaran kromosom yang baik dapat dihasilkan melalui penggunaan bahan penghambat
metafase, seperti kolkisin atau kolsemid serta mematikan ikan uji saat preparasi
kromosom. Akan tetapi, preparasi kromosom dapat dilakukan secara cepat dan mudah
tanpa menggunakan penghambat metafase dan ikan uji tetap hidup. Ikan umur 1 dan 2
vi
bulan dapat menghasilkan indeks mitotik yang tinggi (P<0,05) bila dibandingkan
dengan ikan umur tiga bulan dengan sebaran kromosom yang lebih banyak dari hasil
preparasi kromosom ikan nila menggunakan jaringan sirip ekor tanpa perlakuan bahan
penghambat metafase.
Hasil penelitian tahap IV membuktikan bahwa secara umum, ikan nila triploid
mengalami keterlambatan perkembangan dan pertumbuhan gonad bila dibandingkan
dengan ikan nila diploid, baik sebelum maupun selama periode maturasi. Ikan nila
triploid betina memiliki indeks hepatosomatik lebih rendah daripada ikan nila diploid
betina, sedangkan ikan nila triploid jantan memiliki indeks hepatosomatik yang sama
dengan ikan nila diploid jantan. Ikan nila triploid jantan dan betina memiliki indeks
gonadosomatik lebih rendah daripada ikan nila diploid jantan dan betina pada setiap
periode umur 3, 4, 5 dan 6 bulan. Berdasarkan ukuran dan histologi gonad, ikan nila
triploid jantan dan betina menunjukkan karakteristik steril dengan terhambatnya
gametogenesis. Selanjutnya, pada penelitian tahap V terlihat bahwa model budidaya
ikan nila triploid secara monoseks jantan menghasilkan performa produksi budidaya
yang terbaik (P<0,05). Ikan nila triploid monoseks jantan memiliki performa
pertumbuhan tertinggi, yaitu pertambahan bobot biomassa 7.778,1±404,3 g dengan
persentase relatif pertambahan biomassa 31,3%, pertambahan bobot individu
388,9±20,2 g dengan persentase relatif pertambahan bobot individu 26,8%,
pertambahan panjang tubuh sebesar 175,7±2,1 mm dengan persentase relatif
pertambahan panjang tubuh individu sebesar 14,3% dan kecepatan pertumbuhan
absolut tertinggi (3,2±0,2 g/hari). Ikan nila triploid monoseks jantan juga memiliki
bobot tubuh dan panjang tubuh bulanan serta kecepatan pertumbuhan spesifik yang
konsisten tertinggi, baik sebelum maupun selama periode maturasi, diikuti oleh ikan
nila triploid yang dibudidayakan secara campuran. Sebaliknya, ikan nila diploid
monoseks betina menghasilkan performa produksi budidaya yang terendah (P<0,05),
baik sebelum maupun selama periode maturasi. Ikan nila triploid cenderung memiliki
rasio konversi pakan rendah dan kelangsungan hidup tinggi mencapai 100%. Ikan nila
triploid menghasilkan persentase dressing dan filet serta kandungan protein daging
tertinggi dengan kandungan lemak dan abu terendah.
Pada penelitian tahap VI terbukti bahwa ikan nila triploid hasil maskulinisasi
memiliki performa produksi budidaya tertinggi bila dibandingkan dengan ikan nila
diploid hasil maskulinisasi. Pertambahan biomassa dan bobot individu, pertambahan
panjang tubuh serta kecepatan pertumbuhan absolut dan spesifik ikan nila triploid
hasil maskulinisasi lebih tinggi dengan rasio konversi pakan lebih rendah daripada
ikan nila diploid hasil maskulinisasi. Persentase dressing dan filet ikan nila triploid
hasil maskulinisasi juga lebih tinggi daripada ikan nila diploid hasil maskulinisasi.
Ikan nila triploid hasil maskulinisasi melalui oral memiliki performa produksi
budidaya tertinggi dibandingkan dengan kelompok yang lain.
Kombinasi peran triploidi dan dimorfisme seks yang terkait pertumbuhan
memberikan kontribusi sangat baik terhadap performa produksi pada budidaya ikan
nila. Budidaya ikan nila monoseks jantan sangat prospektif untuk dikembangkan. Di
masa mendatang, aplikasi metode untuk memproduksi benih ikan nila triploid
monoseks jantan sangat penting dipertimbangkan dalam upaya peningkatan produksi
budidaya ikan nila. Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah bagaimana
memproduksi ikan tetraploid maupun tetraploid jantan super sebagai stok induk dalam
upaya memproduksi benih ikan nila triploid monoseks jantan secara massal.
Collections
- DT - Fisheries [711]