Show simple item record

dc.contributor.advisorSulaeman, Ahmad
dc.contributor.advisorEkayanti, Ikeu
dc.contributor.authorNahrowi, Nadia Svenskarin
dc.date.accessioned2016-03-10T02:56:16Z
dc.date.available2016-03-10T02:56:16Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/79137
dc.description.abstractSaat ini, defisiensi asam lemak esensial menjadi salah satu masalah yang menjadi perhatian dunia global, terutama di negara-negara berkembang. Dimana asam lemak esensial yang meliputi asam lemak linoleat (omega 6), linolenat (omega 3), ARA dan DHA berperan penting dalam fungsi penglihatan dan perkembangan otak yang normal. Banyak studi telah membuktikan bahwa ada kaitan yang erat antara asupan pangan ibu dengan komposisi asam lemak ASI. Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk untuk menganalisis keragaman kandungan dan tingkat konsumsi asam lemak esensial ASI pada berbagai wilayah di Indonesia. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1)mengidentifikasi karakteristik ibu, 2)mengidentifikasi pola kebiasaan makan ibu, 3)menganalisis keragaman kandungan asam lemak esensial ASI yang berbeda wilayah, 4)menganalisis tingkat konsumsi asam lemak esensial ASI pada bayi yang berbeda wilayah, 5)menganalisis hubungan antara pola kebiasaan makan dan kandungan asam lemak esensial ASI,6)menganalisis tingkat kecukupan asam lemak esensial ASI pada bayi yang berbeda masa laktasi dan wilayah,dan 7)menganalisis hubungan antara pola makan dan kandungan asam lemak esensial ASI. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2014 hingga Juli 2014 dengan menggunakan desain studi cross sectional. Penentuan lokasi dan pengambilan sampel dari setiap provinsi tersebut dilakukan dengan memilih dua desa dengan jumlah penduduk yang paling/relatif padat dan terdapat sejumlah ibu menyusui dengan masa laktasi (3-5 bulan, 6-8 bulan, 9-11 bulan, dan 12-23 bulan) yang memiliki kriteria yakni berusia 25-40 tahun, bersuku bangsa asli wilayah setempat, berstatus gizi normal, tidak melahirkan bayi kembar, menyusui hanya satu bayi, tidak sedang berpuasa, jumlah anak maksimal 3 orang, tidak merokok dan meminum alkohol, dan tidak sedang mengikuti terapi penyakit khusus (hiperlipidemia, diabetes,dan penggunaan obat kortikosteroid), bersedia mendonasikan ASI (minimum 100 ml), dan menandatangani inform consent. Total responden terdapat sebanyak 76 orang yang terdiri atas 19 orang dari masing-masing kelompok masa laktasi 3-5 bulan dan 12-23 bulan, 18 orang dari kelompok masa laktasi 6-8 bulan, dan 20 orang dari kelompok masa laktasi 9-11 bulan. Jenis data yang dikumpulkan meliputi karakteristik individu ibu (usia, paritas, tinggi badan, berat badan, lokasi tempat tinggal, tingkat pendidikan, dan besar pendapatan keluarga), kebiasaan makan (jenis dan frekuensi pangan sumber lemak dan jumlah sumber asam lemak esensial dan sumber laktagogum), dan kandungan asam lemak ASI (kadar lemak dan total asam lemak, komposisi asam lemak, dan kadar asam lemak esensial). Analisis kadar asam lemak dilakukan dengan menggunakan metode gas kromatografi. Pengolahan data primer menggunakan software Microsoft Excel 2007 dan SPSS for Windows versi 16.0. dengan uji korelasi Spearman,Pearson, dan uji ANOVA. Karakteristik usia, paritas, dan status gizi ibu tidak berbeda nyata antar wilayah (p>0.05) dan ketiga variabel tersebut telah memenuhi kriteria inklusi. Pendapatan keluarga dan pendidikan berbeda nyata antar wilayah (p<0.05), dimana pendapatan wilayah Sulawesi Selatan lebih tinggi dibandingkan wilayah lain, sedangkan pendidikan terakhir ibu wilayah Sumatera Barat (SMA/sederajat) lebih tinggi dibandingkan wilayah lain(SD/sederajat). Telur, ikan air tawar, ikan air laut, dan santan lebih banyak v dikonsumsi oleh responden dari Sulawesi Selatan dibandingkan wilayah lain (P<0.05), sedangkan daging merah lebih banyak dikonsumsi responden dari Sumatera Barat (P<0.05). Responden Jawa Barat lebih banyak mengkonsumsi kacang-kacangan dan hati, namun hal ini tidak berbeda signifikan (P>0.05). Kadar lemak dalam 100 ml ASI berkisar 2.93 hingga 4.79 gram dan dalam 100 g lemak ASI, kadar total asam lemak ASI berkisar 69.98-79.79 gram. Kandungan lemak ASI tertinggi terdapat pada bayi dengan masa laktasi 3-5 bulan (2.93±1.64 g/100ml), sedangkan kandungan terendah berada pada bayi dengan masa laktasi 9-11 bulan (4.79±5.57g/100ml). Berdasarkan masa laktasi, kadar total asam lemak ASI (P=0.019) dan semua jenis asam lemak esensial berbeda nyata (P<0.05), sedangkan kadar lemak ASI tidak berbeda nyata (P=0.076). Semakin bertambah masa laktasi, maka kadar total asam lemak ASI semakin meningkat (p=0.002;r=0.36), sedangkan kadar lemak tidak. Namun berdasarkan wilayah, hanya kadar total asam lemak ASI(P=0.000), lemak (P=0.041), ARA (p=0.002), DHA(p=0.000), dan asam linoleat (p=0.002) yang berbeda signifikan. Hampir seluruh kadar asam lemak esensial ASI Indonesia memiliki kadar yang lebih rendah jika dibandingkan dengan studi ASI di belahan dunia lain. Presentase contoh yang sering mengkonsumsi jenis pangan ikan laut dan seafood memang lebih tinggi di Sulawesi Selatan (87.5%) dibandingkan Sumatera Barat (53.85%), namun kadar DHA ASI masih lebih tinggi Sumatera Barat. Hal tersebut diduga disebabkan oleh perbedaan kualitas pada jenis ikan yang dikonsumsi, dimana Sumatera Barat lebih banyak mengkonsumsi ikan laut berjenis tongkol dan kembung yang kadar DHAnya lebih kaya dibandingkan ikan bandeng yang banyak dikonsumsi di Sulawesi Selatan. Tingginya kadar ARA ASI pada responden Sumatera Barat tidak berkaitan dengan jenis ikan yang dikonsumsi, namun diduga berkaitan dengan perbedaan metabolisme ibu dalam mensintesis ARA dari prekusor asam linoleat. Adapun tingginya kadar linoleat dan linolenat ASI pada responden Sumatera Barat diduga berkaitan dengan kuantitas konsumsi pada jenis pangan sumber linoleat dan linolenat, juga tingginya kuantitas konsumsi minyak sawit yang dapat menurunkan kadar asam linoleat. Peningkatan kadar ARA, DHA, dan asam linolenat ASI berkaitan dengan tingginya konsumsi ikan laut dan ikan air tawar. Semakin tinggi tingkat masa laktasi, maka semakin menurun produksi ASI (p=0.001*;r=-0.443), sedangkan berdasarkan wilayah tidak berbeda signifikan (p=0.052). Kuantitas ASI harian pada studi ini masih sesuai dengan kisaran, namun cenderung lebih rendah dari kisaran maksimal. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa hal yakni bias perhitungan kuantitas ASI harian, frekuensi pemberian ASI yang semakin menurun sejalan bertambahnya usia bayi, dan rendahnya konsumsi jenis pangan yang dapat meningkatkan kuantitas ASI. Tingkat konsumsi asam lemak esensial ASI harian berbeda nyata dan berhubungan negative (p<0.05) berdasarkan masa laktasi, terkecuali EPA. Namun berdasarkan wilayah, tingkat konsumsi asam lemak esensial ASI tertinggi terdapat pada bayi Jawa Barat dan hanya tingkat konsumsi asam linoleat yang berbeda nyata (p=0.012). Berdasarkan masa laktasi dan wilayah, tingkat kecukupan asam linolenat (termasuk ARA) belum memenuhi standar tingkat kecukupan harian,sedangkan tingkat kecukupan harian asam linoleat (termasuk EPA dan DHA) dari ASI telah memenuhi standar kecukupan harian terkecuali masa laktasi 12-23 bulan.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcNutritionid
dc.subject.ddcInfantid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titleKeragaman Kandungan Asam Lemak Esensial Asi Dan Tingkat Kecukupannya Pada Bayi Di Indonesia.id
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordAsam lemak esensialid
dc.subject.keywordASIid
dc.subject.keywordpola makanid
dc.subject.keywordmasa laktasiid
dc.subject.keywordlokasiid
dc.subject.keywordIndonesiaid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record