Show simple item record

dc.contributor.advisorSudarsono
dc.contributor.advisorSukma, Dewi
dc.contributor.advisorRubiyo
dc.contributor.authorAjijah, Nur
dc.date.accessioned2016-03-08T02:09:53Z
dc.date.available2016-03-08T02:09:53Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/79071
dc.description.abstractKakao (Theobroma cacao L.) merupakan komoditas utama sub sektor perkebunan sebagai sumber devisa negara dan lapangan kerja di Indonesia. Pengembangan kakao di Indonesia masih dihadapkan pada kendala masih rendahnya produktivitas disebabkan oleh serangan hama dan penyakit, umur tanaman yang sudah tua dan tidak digunakannya klon unggul. Pemuliaan kakao secara konvensional berjalan lambat karena memiliki siklus hidup yang panjang dan latar belakang genetik yang sempit. Bioteknologi, dalam hal ini kultur jaringan, diharapkan mampu memberikan pendekatan baru di dalam pemuliaan kakao. Serangkaian studi yang bertujuan untuk: 1) mengembangkan metode regenerasi kakao melalui embriogenesis somatik primer dan sekunder, 2) mengevaluasi keragaan tanaman asal embrio somatik (ES) yang telah ada di lapangan, 3) mengevalusi keragaman somaklonal menggunakan marka simple sequences repeats (SSR), serta 4) mengidentifikasi varian yang terindikasi resisten terhadap infeksi Phytophthora palmivora Butl. berdasarkan pengujian menggunakan cakram daun telah dilaksanakan. Studi diawali dengan pengembangan metode regenerasi kakao melalui embriogenesis somatik primer. Kalus diinduksi dari eksplan mahkota bunga dan staminoid pada media induksi kalus primer (CI) yang terdiri dari media dasar Driver dan Kuniyuki (DKW) dengan penambahan 2,4-Dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D) 9 μM dan kinetin (kin) 0.58, 1.16 atau 2.32 μM, atau nisbah kin:2,4-D sebesar 1:15.5, 1:7.8 atau 1:3.9. Setelah 14 hari eksplan dipindahkan ke dalam media pertumbuhan kalus sekunder (SCG) yang terdiri dari media dasar woody plant media (WPM) dengan penambahan 2,4-D 9 uM dan kin 1.16 atau 2.32 μM atau nisbah kin:2,4-D sebesar 1:7.8 atau 1:3.9. Rataan persentase pembentukan embrio somatik primer (ESP) tertinggi diperoleh dari kin 2.32 uM atau nisbah kin:2,4-D 1:3.9 pada media CI dan kin 1.16 uM atau nisbah kin:2,4-D 1:7.8 pada media SCG. Pembentukan dan pendewasaan embrio dilakukan pada media DKW tanpa penambahan asam amino, sedangkan perkecambahan embrio dilakukan pada media DKW dengan penambahan asam amino. Sembilan genotipe kakao (Sca 6, PA 300, UIT 1, ICS 13, GC 7, DR 2, ICCRI 2, Cimanggu 1 dan Cimanggu 2) dan dua jenis eksplan (mahkota bunga, staminoid) menunjukkan respon pembentukan ESP yang berbeda. Respon genotipe sangat ditentukan oleh jenis eksplan yang digunakan. Analisis histologi pada kalus umur 5 minggu menunjukkan ESP berasal dari banyak sel yang terbentuk melalui proses budding. Frekuensi keragaman somaklonal pada planlet yang diregenerasikan dari ESP berdasarkan 19 marka SSR sebesar 16%. Pada tahap selanjutnya dilakukan studi pengembangan metode regenerasi kakao melalui embriogenesis somatik sekunder. Potongan kotiledon ESP dikulturkan pada media WPM yang mengandung beberapa jenis dan konsentrasi sitokinin (kin 1.16 uM, BA 0.22 uM, BA 1.11 uM atau adenin 1.85 uM) dikombinasikan dengan 2,4-D 9 uM untuk menginduksi pembentukan embrio somatik sekunder (ESS). Adenin 1.85 uM menghasilkan rataan persentase iv pembentukan (40%) dan jumlah ESS (2.5) yang lebih tinggi dibandingkan jenis dan konsentrasi sitokinin lainnya. Penambahan asam amino ke dalam media yang mengandung 2,4-D dan adenin meningkatkan jumlah ESS 3.5 kali dibandingkan tanpa asam amino. Tiga klon kakao yang diuji (Sca 6, ICS 13 dan DR 2) menunjukan respon pembentukan ESS yang berbeda, Sca 6 dan ICS 13 menghasilkan persentase pembentukan ESS lebih tinggi 2.9 dan 2.8 kali dibandingkan DR 2. Penggunaan media cair untuk pembentukan dan pendewasaan embrio meningkatkan bobot segar biomassa 4.6 kali dibandingkan media padat. Analisis histologis pada potongan kotiledon ESP 3 minggu setelah dikulturkan pada media induksi ESS menunjukkan ESS berasal dari sel tunggal. Frekuensi keragaman somaklonal yang dihasilkan dari embriogenesis somatik sekunder lebih rendah dibandingkan dari embriogenesis somatik primer yaitu 6%. Hasil studi ini memberikan alternatif metode embriogenesis somatik primer kakao dengan menggunakan kinetin berdasarkan protokol berbasis media DKW. Metode embriogenesis somatik sekunder yang dikembangkan dapat meningkatkan faktor multiplikasi dari ESP sebesar 8 sampai 39 kali, bergantung genotipe. Regenerasi kakao melalui embriogenesis somatik sekunder lebih direkomendasikan baik untuk tujuan pemuliaan maupun perbanyakan karena berasal dari satu sel. Pada tahap selanjutnya dilakukan evaluasi terhadap tanaman kakao asal embrio somatik (ES) yang telah ada di lapangan untuk mengetahui keragaan tanaman kakao asal ES. Hasil pengamatan menunjukkan tanaman kakao asal ES memiliki arsitektur tanaman seperti tanaman yang berasal dari biji yaitu memiliki pertumbuhan dimorfik, ke atas membentuk tunas ortotrop dan ke samping membentuk cabang plagiotrop, serta membentuk jorget. Mayoritas tanaman umur 1.5 sampai 4 tahun memiliki tinggi jorget 100 sampai 150 cm, hampir sama dengan tinggi jorget pada tanaman kakao asal biji. Tanaman kakao asal ES membentuk bunga dan buah dengan rataan persentase pembentukan bunga dan buah pada tanaman umur 2.5 berturut-turut 34 sampai 100% dan 16 sampai 100%. Tingkat serangan penggerek buah di 3 lokasi pengamatan mencapai 82, 34.8 dan 49.6%, sedangkan busuk buah 2, 4.3 dan 18%. Terdapat keragaman di antara tanaman kakao asal ES dan perbedaan dengan klon referensi pada karakteristik morfologi buah dan pola pita SSR. Kajian yang lebih komprehensif diperlukan untuk memastikan bahwa tanaman kakao asal embrio somatik mempunyai karakteristik tanaman dan hasil yang tidak berbeda dengan tanaman kakao asal benih tradisional yang telah biasa digunakan petani. Keragaman somaklonal pada ES kakao yang telah terindikasi pada studi ini dimanfaatkan untuk mengidentifikasi varian yang resisten terhadap infeksi P. palmivora Butl. Seratus enam puluh dua benih kakao asal ES yang diuji menggunakan metode cakram daun menunjukkan respon yang bervariasi terhadap infeksi P. palmivora. Terdapat 4 benih yang terindikasi resisten, 1 agak resisten dan tidak ada yang terindikasi sangat resisten. Sembilan benih terindikasi memiliki tingkat ketahanan yang lebih baik dibandingkan klon Sca 6. Varian benih yang resisten atau memiliki ketahanan yang lebih baik dari Sca 6 diharapkan dapat menjadi sumber plasma nutfah baru di dalam program pemuliaan kakao.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcAgricultureid
dc.subject.ddcPlant Breedingid
dc.titlePengembangan Metode Regenerasi Kakao Melalui Embriogenesis Somatik Dan Identifikasi Varian Yang Resisten Terhadap Infeksi Phytophthora Palmivora Butl.id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordembrio somatik primerid
dc.subject.keywordembrio somatik sekunderid
dc.subject.keywordkeragaan tanaman di lapanganid
dc.subject.keywordkeragaman somaklonalid
dc.subject.keywordTheobroma cacao Lid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record