Show simple item record

dc.contributor.advisorSukenda
dc.contributor.advisorNuryati, Sri
dc.contributor.authorHidayatullah, Dendi
dc.date.accessioned2016-02-22T05:57:13Z
dc.date.available2016-02-22T05:57:13Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/78528
dc.description.abstractBakteri S. agalactiae merupakan patogen utama yang menyerang ikan nila mulai fase benih hingga dewasa. Fase benih merupakan fase rawan disebabkan banyak terjadi kematian akibat belum berkembangnya sistem imun dengan sempurna. Rekayasa transfer imunitas maternal melalui vaksinasi induk ikan merupakan teknik alternatif dalam mengantisipasi tingginya angka kematian benih. Pemberian vaksin S. agalactiae di induk ikan nila pada pemijahan pertama mampu meningkatkan imunitas induk maupun benih dan memproteksi benih dari infeksi S. agalactiae. Namun, transfer imunitas maternal pada pemijahan kedua dari induk yang telah divaksin mengalami penurunan. Hal tersebut disebabkan karena dalam jangka waktu tertentu keberadaan antibodi dalam tubuh dan proteksinya akan semakin menurun. Tujuan penelitian ini yaitu untuk menguji efikasi vaksin ulang S. agalactiae di induk ikan nila pada pemijahan kedua terhadap imunitas maternal untuk pencegahan streptococcosis. Vaksin dibuat dengan cara menginaktivasi bakteri S. agalactiae menggunakan formalin sebanyak 3% (v/v). Vaksin yang digunakan adalah gabungan sediaan sel utuh dan produk ekstraselular (ECP) S. agalactiae. Vaksin gabungan diinjeksi sebanyak 0,4 mL/kg induk ikan dengan perbandingan 50:50% (v/v) dari dosis penyuntikan, sedangkan kontrol diinjeksi dengan phosphate buffered saline (PBS). Vaksin diberikan ke induk ikan pada fase tingkat kematangan gonad dua (TKG 2). Penelitian terdiri dari tiga perlakuan dan tiga ulangan yaitu induk diinjeksi PBS (K), induk diinjeksi vaksin satu kali (A), dan induk diinjeksi vaksin dua kali dengan selang waktu satu bulan (B). Uji tantang benih dari setiap induk perlakuan dilakukan melalui perendaman S. agalactiae 107 CFU/mL selama 30 menit pada umur benih 5, 10, 15, dan 20 hari setelah menetas. Parameter yang diamati pada induk ikan meliputi level antibodi, aktivitas lisosim, gambaran darah, dan fekunditas telur. Parameter yang diamati pada telur dan benih meliputi daya tetas telur, level antibodi, aktivitas lisosim, mortalitas benih setelah uji tantang, relative percent survival (RPS) dan perubahan patologi anatomi mikroskopis jaringan otak benih setelah infeksi S. agalaciae. Hasil penelitian menunjukkan total eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit induk ikan tidak berbeda signifikan (P>0,05) antara semua perlakuan. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan (P<0,05) pada total leukosit dan aktivitas fagositik. Perlakuan induk B memiliki total leukosit dan aktivitas fagositik yang signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan induk lainnya. Level antibodi induk, telur, dan benih dari perlakuan B signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan induk lainnya. Level antibodi benih dari perlakuan induk A tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan benih dari perlakuan induk K pada hari ke-20. Aktivitas lisosim induk, telur, dan benih dari perlakuan B berbeda signifikan lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan perlakuan induk lainnya. Aktivitas lisosim telur dari induk perlakuan A tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan telur dari induk K. Aktivitas lisosim benih dari induk perlakuan A tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan benih dari induk K mulai hari ke-10 hingga hari ke-20. Fekunditas telur tidak berbeda signifikan (P>0,05) pada semua perlakuan. Namun, terdapat perbedaan yang signifikan terhadap daya tetas telur. Daya tetas telur dari perlakuan induk B (94,52%) signifikan lebih tinggi (P<0,05) dari pada perlakuan induk lainnya. Tingkat mortalitas benih perlakuan induk B signifikan lebih rendah (P<0,05) dari perlakuan lainnya hingga hari ke-20. Namun, mortalitas benih perlakuan induk B tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan perlakuan benih dari induk A pada hari ke-5. Nilai RPS benih dari perlakuan induk B tidak berbeda signifikan (P>0,05) dengan perlakuan benih dari induk A pada hari ke-5 tetapi, signifikan lebih tinggi (P<0,05) pada hari ke-10 hingga hari ke-20. Hasil histologi jaringan otak ikan yang terinfeksi S. agalactiae terlihat mengalami nekrosis dan degenerasi, namun tidak terlihat pada jaringan otak benih ikan normal. Kesimpulan penelitian yaitu pemberian vaksin ulang di induk ikan nila pada pemijahan kedua dapat menstimulasi imunitas dan transfer imunitas maternal ke anaknya untuk pencegahan streptococcosis.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultral University (IPB)id
dc.subject.ddcAgricultureid
dc.subject.ddcTilapiaid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titleEfikasi Vaksin Ulang Streptococcus Agalactiae Pada Induk Ikan Nila Terhadap Imunitas Maternal Untuk Pencegahan Streptococcosisid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordvaksin ulangid
dc.subject.keywordimunitasid
dc.subject.keywordmaternalid
dc.subject.keywordtransferid
dc.subject.keywordindukid
dc.subject.keywordnilaid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record