Show simple item record

dc.contributor.advisorSudrajat, Agus Oman
dc.contributor.advisorSoelistyowati, Dinar Tri
dc.contributor.authorDeswira, Upmal
dc.date.accessioned2016-01-18T08:17:13Z
dc.date.available2016-01-18T08:17:13Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/77575
dc.description.abstractSeks reversal merupakan suatu teknik pengalihan kelamin menjadi jantan atau betina. Seks reversal dilakukan sebelum dan atau pada saat fase deferensiasi kelamin, sehingga perkembangan kelamin bisa diarahkan. Penelitian ini bertujuan mengevaluasi mekanisme seks reversal ikan nila pada penggunaan aromatase inhibitor (AI), madu, dan pestisida melalui perendaman embrio ikan nila fase bintik mata berdasarkan ekspresi gen aromatase dan rasio kelamin. Aromatase P450 (P450arom, CYP19) adalah produk dari gen aromatase dan merupakan enzim terminal pada jalur biosintesis estrogen yang mengkatalisis pembentukan estrogen dari androgen. Estrogen sangat penting untuk perkembangan gonad dan beragam proses fisiologis lainnya, mulai dari pertumbuhan sampai dengan perilaku reproduksi. Pada ikan teleost ada dua isoform dari gen aromatase, Cyp19a/cyp19a1a/tipe ovari dan Cyp19b/cyp19a1b/tipe otak, yang mengkodekan dua struktural protein yang berbeda yaitu P450aromA dan P450aromB. Aromatase Tipe ovari berperan dalam memulai, menjaga atau mempercepat diferensiasi ovarium, sedangkan tipe otak sebagai pengendalian tingkah laku dan neuroestrogen di otak. Embrio fase bintik mata diperoleh dari hasil pemijahan alami ikan nila nirwana berukuran 300-400g dengan perbandingan 1:1. Percobaan seks reversal dilakukan melalui perendaman embrio fase bintik mata menggunakan bahan AI (imidazole) 20 mg L-1, madu (Perhutani, bunga kelengkeng) 10 ml L-1, dan pestisida (Decis: deltametrin 25 g L-1) 0,025 mg/L, setiap perlakuan diulang sebanyak 3 kali. Embrio direndam dalam larutan perlakuan selama 24 jam dengan kepadatan sebanyak 80 ekor per ulangan. Perendaman dilakukan pada akuarium berukuran 20x20x20 cm (volume air 1,5 L), kemudian dipelihara dalam akuarium tersebut sampai hari ke-14. Selanjutnya larva berumur 14 hari dipindahkan ke dalam akuarium berukuran 80x40x40 cm dengan volume air 50 L, kemudian volume air ditingkatkan sampai 75 L ketika larva sudah berumur 45 hari. Kualitas air media pemeliharaan berada pada kisaran optimal, DO (6,00-8,10 ppm), pH (6,46-6,65) dan suhu (28-30oC). Analisis ekspresi gen aromatase tipe ovari dilakukan pada hari ke-1 dan ke-8 setelah perlakuan. Sampel larva diambil secara acak sebanyak 2 ekor setiap ulangan. Jaringan yang dianalisis pada larva berupa bagian tengah badan sampai kepala. Tahapan analisis meliputi ekstraksi RNA, sintesis cDNA, dan amplifikasi gen aromatase tipe ovari. RNA total diekstraksi menggunakan mini kit total RNA khusus untuk jaringan. Konsentrasi RNA total hasil ekstraksi diukur menggunakan NanoDrop 2000 Spectrophotometer. Sintesis cDNA dari RNA total dilakukan menggunakan kit Ready-To-Go You-Prime First Strand Beads, FSRMB, (GE Healthcare) dengan prosedur sesuai manual. Primer yang digunakan pada amplifikasi gen aromatase tipe ovari mengacu pada Heriyati (2012) yang mendesain berdasarkan sekuen gen aromatase tipe ovari ikan mujair dengan no akses: AF135850. Tingkat ekspresi gen diperoleh dengan membandingkan total pixel gen aromatase tipe ovari dengan β-actin (kontrol internal) menggunakan software UN-SCAN-IT gel 6.1. Tingkat ekspresi gen aromatase tipe ovari perlakuan AI, madu, dan pestisida pada hari ke-1 setelah perlakuan lebih rendah dibandingkan kontrol. Pada hari ke-8 tingkat ekspresi gen paling rendah pada perlakuan AI sedangkan yang paling tinggi pada perlakuan pestisida. Hasil ini menunjukkan adanya penghambatan terhadap ekspresi gen aromatase tipe ovari, sehingga konversi androgen ke estrogen berkurang. Kondisi ini menyebabkan konsentrasi androgen (testosteron) dalam larva ikan meningkat, sehingga menginduksi proses maskulinisasi. Sebaliknya pada perlakuan pestisida terjadi peningkatan ekspresi (enhancement) gen aromatase tipe ovari yang menyebabkan biosintesis estradiol dari androgen meningkat, yang menginduksi proses feminisasi. Hal ini menandakan bahwa terjadi proses maskulinisasi pada perlakuan AI dan feminisasi pada perlakuan pestisida yang diketahui dari persentase jantan berbeda nyata dibandingkan dengan kontrol (P<0,05). Nilai persentase jantan pada perlakuan kontrol, AI, madu, dan pestisida secara berurutan yaitu 68,32%; 80,77%; 70,93%; dan 50,45%, pelakuan madu tidak berbeda nyata dengan kontrol, sehingga dapat disimpulkan seks reversal pada ikan nila dipengaruhi oleh modulasi ekspresi gen aromatase tipe ovari. Peningkatan ekspresi gen aromatase tipe ovari menyebabkan feminisasi, sebaliknya penurunan ekspresi gen menyebabkan maskulinisasi di perkembangan awal larva ikan nila.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultral University (IPB)id
dc.subject.ddcFisheriesid
dc.subject.ddcFish breedingid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titleAnalisis Ekspresi Gen Aromatase Pada Seks Reversal Ikan Nila Oreochromis Niloticusid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordaromatase inhibitorid
dc.subject.keywordgen aromatase tipe ovariid
dc.subject.keywordmadu, pestisidaid
dc.subject.keywordseks reversalid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record