Show simple item record

dc.contributor.advisorMadanijah, Siti
dc.contributor.advisorSukandar, Dadang
dc.contributor.authorSuryana
dc.date.accessioned2015-12-07T02:31:10Z
dc.date.available2015-12-07T02:31:10Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/76937
dc.description.abstractTujuan umum penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi anemia dan dampaknya terhadap perkembangan motorik anak baduta usia 12-24 bulan. Tujuan khusus penelitian ini sebagai berikut: (1) mengidentifikasi karakteristik baduta (umur, jenis kelamin dan berat badan lahir), karakteristik sosial ekonomi keluarga (pendidikan orangtua, pekerjaan orangtua, pendapatan perkapita, besar keluarga dan jumlah balita dalam keluarga), pengetahuan ibu tentang gizi dan kesehatan, praktik pola asuh makan, konsumsi pangan, status kesehatan, dan status anemia baduta serta perkembangan motorik (motorik kasar dan halus) baduta usia 12-24 bulan; (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status anemia anak baduta usia 12-24 bulan; (3) menganalisis dampak anemia terhadap perkembangan motorik kasar dan halus anak baduta usia 12-24 bulan. Populasi target dalam penelitian ini adalah semua anak baduta berusia 12-24 bulan yang berada di Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar. Sementara yang menjadi populasi sasaran adalah populasi target yang terpilih memenuhi kriteria yaitu lahir cukup bulan (≥ 37 minggu), kondisi anak tidak sedang dalam kondisi sakit parah, tinggal bersama ibu, serta ibu bersedia berpartisipasi. Contoh adalah bagian dari populasi sasaran yang direncanakan yaitu yang dipilih secara acak dengan menggunakan teknik penarikan contoh acak berlapis dengan alokasi proporsional, yang mewakili rumah tangga Pra Sejahtera/Sejahtera I, Sejahtera II, dan Sejahtera III. Ukuran minimal contoh adalah 102 orang baduta usia 12-24 bulan. Pengukuran variabel karakteristik baduta, karakteristik sosial ekonomi keluarga, pengetahuan gizi dan kesehatan ibu, praktik pola asuh makan dan riwayat ISPA dan diare dengan metode wawancara menggunakan kuesioner terstruktur. Konsumsi pangan dengan metode recall 24 jam. Status gizi antropometri dengan indeks berat badan menurut umur (BB/U) dan panjang badan menurut umur (PB/U). Kadar Hb menggunakan alat Hemocue 201+. Data perkembangan motorik halus dan motorik kasar dengan menggunakan instrumen DENVER II. Data dianalisis menggunakan microsoft Excel 2013, SPSS version 16.0 for Windows dan SAS version 9.1 for Windows. Analisis statistik yang dilakukan yaitu deskriptif, dan regresi linear berganda. Contoh dalam penelitian ini adalah baduta berjumlah 102 orang yang tinggal di Kecamatan Darul Imarah, Kabupaten Aceh Besar. Prevalensi anemia sebesar 68.6% dan kadar Hb berkisar 7.0 – 12.4 g/dL dengan rata-rata sebesar 10.1 ± 1.3 g/dL. Terdapat kecenderungan proporsi baduta laki-laki lebih tinggi (75.0%) mengalami anemia dibandingkan baduta perempuan 63.8%. Selanjutnya, terdapat kecenderungan proporsi baduta dengan usia 19-24 bulan lebih tinggi (70.6%) mengalami anemia dibandingkan usia 12-18 bulan sebesar 67.8%. Proporsi baduta dengan berat badan lahir ≥2500 g lebih tinggi (69.7%) mengalami anemia dibandingkan berat badan lahir <2500 sebesar 62.5%. Rata-rata lama pendidikan ayah baduta anemia lebih rendah (11.6 tahun) dibandingkan dengan baduta tidak anemia (12.5 tahun). Sementara lama pendidikan ibu baduta anemia dan tidak anemia adalah sama (12.4 tahun). Jumlah anggota keluarga di kedua kelompok adalah 4 orang atau tergolong kategori rumah tangga kecil (≤4 orang) dengan rata-rata jumlah balita dalam rumah tangga adalah 1 orang. Sebagian besar ayah baduta anemia dan tidak anemia bekerja di bidang buruh tidak tani/jasa dan pegawai negeri sipil. Sementara ibu sebagian besar merupakan ibu rumah tangga. Pendapatan rumah tangga baduta anemia lebih rendah (Rp 697 372 kapita/bulan) dibandingkan baduta tidak anemia (Rp 775 468 kapita/bulan). Secara umum, pengetahuan gizi dan kesehatan ibu pada kedua kelompok tergolong kurang. Namun, skor rata-rata pengetahuan gizi dan kesehatan ibu lebih rendah pada baduta anemia (54.0) dibandingkan baduta tidak anemia (57.0). Sementara, praktik pola asuh makan anak yang diterapkan ibu/pengasuh tergolong sedang. Skor rata-rata praktik pola asuh makan baduta tidak anemia lebih tinggi (64.5) dibandingkan baduta anemia (63.4%). Secara umum, baduta anemia dan tidak anemia memiliki tingkat kecukupan energi berada pada kategori defisit tingkat sedang, tingkat kecukupan protein pada kategori cukup, tingkat kecukupan zat besi/Fe pada kategori kurang, tingkat kecukupan vitamin A pada kategori cukup, dan tingkat kecukupan vitamin C pada kategori kurang. Namun, rata-rata tingkat kecukupan protein, zat besi/Fe, vitamin A dan vitamin C pada baduta anemia lebih rendah dibandingkan baduta tidak anemia. Sementara tingkat kecukupan energi dan protein yang dimiliki baduta anemia dan tidak anemia adalah sama yaitu berada pada kategori normal atau cukup. Rata-rata z-skor status gizi dengan indeks Berat Badan menurut Umur (BB/U) dan panjang badan menurut umur (PB/U) yang dimiliki baduta anemia lebih rendah dibandingkan baduta tidak anemia, namun keduanya berada pada kategori gizi baik dan normal. Proporsi anemia lebih tinggi ditemukan pada kelompok baduta dengan status gizi kurang (88.2%), buruk (71.4%), dan sangat pendek (95.0%). Selanjutnya, baduta yang menjadi contoh dalam penelitian memiliki persentase riwayat ISPA dan diare dalam dua minggu terakhir masing-masing sebesar 51,0% dan 45.1%. Rata-rata lama baduta mengalami ISPA dan diare adalah sebanyak 3 hari. Berdasarkan hasil analisis regresi berganda diketahui bahwa Tingkat Kecukupan Zat Besi (TKFe), Tingkat Kecukupan Energi (TKE), lama pendidikan ayah, pendapatan, dan umur ayah berpengaruh secara signifikan terhadap status anemia baduta secara bersama-sama. Model ini mempunyai nilai koefisien determinasi sebesar 0.243. Artinya, sebesar 24.3% keragaman dari status anemia/kadar Hb baduta dapat dijelaskan oleh variabel TKFe, TKE, lama pendidikan ayah, pendapatan perkapita dan umur ayah, sedangkan sisanya 75.7% diduga dijelaskan oleh faktor lain seperti faktor penyerapan zat besi. Hasil uji korelasi juga menunjukkan status anemia berhubungan secara signifikan dengan perkembangan motorik halus (r:0.291; p:0.003), sedangkan perkembangan motorik kasar tidak berhubungan signifikan (r:0.092; p:0.357). Artinya terdapat hubungan signifikan secara positif antara status anemia dengan perkembangan motorik halus, sedangkan pada perkembangan motorik kasar tidak berhubungan secara signifikan.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agicultural Universityid
dc.subject.ddcHealthid
dc.subject.ddcNutritionid
dc.subject.ddc2014id
dc.subject.ddcAceh Besarid
dc.titleAnalisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Anemia dan Dampaknya terhadap Perkembangan Motorik Anak (Usia 12-24 Bulan) di Kecamatan Darul Imarah Kabupaten Aceh Besarid
dc.subject.keywordAnemiaid
dc.subject.keywordChildren under two yearsid
dc.subject.keywordHemoglobin (Hb)id


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record