Show simple item record

dc.contributor.advisorLubis, Djuara P
dc.contributor.advisorMatindas, Krishnarini
dc.contributor.authorTresnawati, Tika
dc.date.accessioned2015-03-27T03:16:20Z
dc.date.available2015-03-27T03:16:20Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/74562
dc.description.abstractKetahanan dan kemandirian pangan menjadi isu global yang sangat penting saat ini. Penemuan bioteknologi sebagai salah satu teknologi alternatif telah berhasil mengembangkan kentang transgenik yang memiliki keunggulan tahan terhadap serangan cendawan Phytopthora infestans (hawar daun/late blight) tanpa penggunaan pestisida. Bibit kentang transgenik sebagai bentuk inovasi yang sedang berada di tahap akhir percobaan multi-lokasi lapangan telah mendapatkan izin untuk diperkenalkan kepada calon adopter potensial. Diseminasi bibit kentang transgenik telah dilakukan sejak tahun 2009 hingga 2014 kepada beberapa stakeholder di antaranya petani kentang di Garut dan Pangalengan sebagai calon pengguna utama dari bibit ini. Tujuan dari penelitian ini adalah mendapatkan (1) deskripsi pola komunikasi dalam diseminasi bibit kentang transgenik dan analisis hubungannya dengan faktor-faktor seperti karakteristik petani dan kredibilitas fasilitator, (2) deskripsi penilaian petani terhadap bibit kentang transgenik dan analisis hubungannya dengan faktor-faktor seperti karakteristik petani, pola komunikasi dan faktor lingkungan; serta (3) deskripsi keputusan adopsi bibit kentang transgenik dan analisis hubungannya dengan penilaian petani terhadap bibit tersebut. Penelitian didesain sebagai survei deskriptif eksplanatori yang berkaitan dengan korelasional yang dilaksanakan di Kecamatan Pangalengan dan Kabupaten Garut, Jawa Barat. Penelitian ini menggunakan metode sensus kepada 45 petani yang terdiri dari 23 petani Garut dan 22 petani pangalengan. Analisis data rank Spearman (rs) digunakan untuk mengetahui hubungan antar peubah. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa petani kentang Garut dan Pangalengan berumur 45 tahun, telah melalui pendidikan wajib belajar hingga ke jenjang SLTA dan memiliki penghasilan sebesar <12 juta rupiah. Mereka mengusahakan lahan yang cukup luas, yakni sebesar 1-2 ha. Petani kentang Garut dan Pangalengan termasuk petani yang memiliki tingkat kosmopolitan yang rendah. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa sebanyak 35.56 persen responden menilai tingkat keahlian fasilitator diseminasi pada kategori tinggi, sementara 64.44 persen responden menilai pada kategori sedang. Pada komponen daya tarik, sebanyak 48.89 persen responden menilai tingkat daya tarik pada kategori tinggi, dan 51 persen responden menilai pada kategori sedang. Pada komponen kejujuran, sebanyak 13.33 persen responden menilai tingkat kejujuran fasilitator pada kategori tinggi, 75.56 persen dari responden menilai pada kategori sedang dan 11.11 persen responden menilai pada kategori rendah. Sebanyak 33.33 persen responden menilai tingkat keakraban fasilitator pada kategori tinggi, dan 66.67 persen responden menilai pada kategori sedang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi diseminasi bibit kentang transgenik adalah dengan mengadakan seminar dan pelatihan, disampaikan oleh peneliti yang terlibat langsung dalam perakitan bibit kentang transgenik tahan hawar daun. Pendekatan komunikasi yang digunakan adalah interpesonal dengan peneliti sebagai sumber informasi. Berdasarkan penilaian responden, media interpersonal yang dilakukan didalam forum adalah yang paling baik untuk diseminasi, sedangkan media cetak yang paling dipahami oleh petani adalah pocket book kentang. Pesan komunikasi dinilai cukup jelas dengan frekuensi berkomunikasi jarang. Tingkat pendidikan berhubungan dengan preferensi pendekatan komunikasi. Keahlian, daya tarik dan keakraban berhubungan dengan preferensi pendekatan komunikasi. Kredibilitas fasilitator berhubungan dengan isi pesan komunikasi yang disampaikan. Sebanyak 24.44 persen responden menilai agama menjadi pertimbangan dalam penerimaan produk transgenik pada kategori tinggi, 51.11 persen responden menilai sedang dan 24.44 persen menilai rendah. Sebanyak 33.33 persen responden menilai tingkat kebutuhan mereka terhadap bibit kentang transgenik pada kategori tinggi, 55.56 persen menilai pada kategori sedang dan 11.11 persen rendah. Petani responden menilai bibit kentang transgenik cukup menguntungkan secara sosial ekonomi, cukup sesuai dengan nilai-nilai yang berlaku di lingkungan petani, cukup mudah untuk dapat dimengerti, cukup mudah untuk digunakan dan cukup mudah untuk dapat diamati keunggulannya. Hubungan antara karakteristik petani, faktor lingkungan sosial dan kebutuhan inovasi dengan penilaian petani terhadap bibit kentang transgenik adalah sebagai berikut: a) Keuntungan relatif berhubungan sangat nyata negatif dengan tingkat pendidikan dan nyata positif dengan tingkat pendapatan. Kesesuaian berhubungan sangat nyata negatif dengan usia. Kemudahan bibit transgenik untuk dapat diamati berhubungan sangat nyata positif dengan tingkat pendidikan. Kemudahan bibit transgenik untuk dicoba berhubungan sangat nyata negatif dengan tingkat pendidikan dan berhubungan sangat nyata positif dengan tingkat pendapatan. Ketidakrumitan berhubungan sangat nyata negatif dengan usia. b) Keuntungan relatif berhubungan nyata positif dengan preferensi pendekatan komunikasi. Ketidakrumitan berhubungan sangat nyata negatif dengan isi pesan komunikasi. c) Keuntungan relatif berhubungan nyata positif dengan kebutuhan petani terhadap inovasi. Kesesuaian berhubungan sangat nyata negatif dengan nilai agama dan sangat nyata positif dengan kebutuhan inovasi. Ketidakrumitan berhubungan sangat nyata negatif dengan nilai agama dan sangat nyata positif dengan kebutuhan inovasi. Petani setuju untuk mengadopsi bibit kentang transgenik berdasarkan keuntungan secara ekonomi walaupun belum terbukti aman pangan, aman lingkungan, belum tentu diterima konsumen serta sebagai bentuk dukungan terhadap teknologi. Petani tidak setuju untuk mengadopsi bibit kentang transgenik jika tidak sesuai dengan norma agama dan jika harganya mahal. Penilaian terhadap inovasi yang berhubungan dengan keputusan adopsi adalah keuntungan relatif, kemungkinan dicoba, kemungkinan diamati dan ketidakrumitan. Hasil penelitian menyarankan: 1) Diseminasi produk transgenik sangat diperlukan mengingat hal ini masih belum secara optimal dilakukan kepada petani dan konsumen sebagai pengguna akhir, padahal produk transgenik sudah banyak beredar di pasaran terutama bahan pangan dan bibit impor. 2) Fasilitator lebih banyak melakukan kajian efektivitas diseminasi bibit kentang transgenik maupun produk transgenik lainnya agar khalayak sasaran lebih paham lagi mengenai produk transgenik. Strategi komunikasi yang tepat sangat diperlukan untuk mengatasi adanya distorsi pesan dan perdebatan. Pengemasan pesan komunikasi tentunya diharapkan lebih transparan terutama mengenai keamanan pangan, pakan dan lingkungan agar tidak ada keraguan didalam pengambilan keputusan adopsi yang dilakukan oleh khalayak sasaran. 3) Menyoroti nilai agama yang dijunjung tinggi oleh masyarakat Indonesia, tentunya diperlukan diseminasi status kehalalan dari produk transgenik kepada konsumen.en
dc.language.isoid
dc.subject.ddcSociologyen
dc.subject.ddcCommunicationen
dc.subject.ddc2014en
dc.subject.ddcBandung-Jawa Baraten
dc.titleCommunication Pattern on the Diffusion of Transgenic Potato Seed at Garut and Pangalenganen
dc.subject.keywordpola komunikasien
dc.subject.keywordpenilaian petanien
dc.subject.keywordkentang transgeniken
dc.subject.keywordnilai agamaen
dc.subject.keyworddifusi inovasien


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record