Pengaruh Pemangkasan Pucuk Tiga Bulan Sebelum Pencangkokan pada Bambu Ampel Hijau (Bambusa vulgaris Schrader ex Wendland) dan Bambu Andong (Gigantochloa pseudoarundinacea (Steudel) Widjaja)
Abstract
Percobaan ini dilakukan mulai bulan september 1998 sampai juni 1999 di kebun percobaan IPB, Cikarawang, Bogor. Tujuan percobaan ini adalah untuk me1ihat pengaruh pemangkasan pucuk tiga bulan sebelum pencangkokan terhadap keluarnya tunas dan akar pada bambu ampel hijau dan andong. Buluh bambu yang digunakan adalah buluh berumur satu tahun. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) Faktorial dengan empat ulangan dalam bentuk rumpun, setiap satuan percobaan terdiri dari dua buluh, yaitu 10 cangkokan. Faktor perlakuan yang digunakan adalah waktu pemangkasan pucuk dan jenis bambu. Waktu pemangkasan pucuk ada dua macam yaitu bersamaan dengan saat pencangkokan (II) dan tiga bulan sebelum pencangkokan (I2) dilakukan, sedangkan jenis bambu yang digunakan adalah bambu ampel hijau (B1) dan bambu andong (B2). Bambu ampel hijau dan andong menunjukkan perbedaan yang sangat nyata terhadap munculnya jumlah tunas pada 2 MSC (minggu setelah cangkok). Perlakuan pemangkasan pucuk tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah tunas. Perlakuan pemangkasan pucuk memberikan pengaruh yang nyata terhadap panjang tunas pada 6 sampai 12 MSC, sedangkan jenis bambu memperlihatkan pengaruh yang sangat nyata terhadap panjang tunas mulai 2 sampai 22 MSC. Bambu ampel hijau mempunyai panjang tunas yang selalu lebih tinggi dari bambu andong. Perlakllan pemangkasan pucllk 3 BSC (bulan sebelllm cangkok) nyata meningkatkan rata-rata persentase cangkokan bertunas (skor 2, 4, 5 dan 6) dibandingkan pemangkasan pucuk pada saat cangkok, masing-masing sebesar 37.50 dan 22.50 %. Bambu ampel hijau menghasilkan rata-rata persentase cangkokan bertunas (de novo) nyata lebih banyak dibandingkan bambu andong, masing-masing sebesar 47.50 dan 12.50 %. Perlakuan pemangkasan pucuk tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rata-rata persentase cangkokan berakar (skor 3, 4, 5 dan 6), sedangkan jenis bambu menunjukkan pengaruh sangat nyata terhadap rata-rata persentase cangkokan berakar. Persentase cangkokan berakar rata-rata yang dihasilkan bambu ampel hijau dan bambu andong masing-masing sebesar 82.50 dan 10.00 %. Pada pemisahan pengolahan data antara bambu ampel hijau dan andong, perlakuan pemangkasan pucuk 3 BSC dan pad a saat cangkok menunjukkan pengaruh nyata terhadap rata-rata persentase buku hidup (skor 4, 5 dan 6) baik pada bambu ampel hijau (52.50 dan 35.00 %) maupun bambu andong (10.00 dan 5.00 %). Pada bambu ampel hijau dan andong buku ke-4 menghasilkan rata-rata persentase cangkokan buku hidup yang nyata lebih kecil yaitu 12.25 % untuk bambu ampel hijau dan 0.00 % untuk bambu andong. Pada buku ke- 5, 6, 7 dan 8 untuk kedua jenis bambu menunjukan hasil yang tidak nyata, namun buku ke-5 menghasilkan rata-rata persentase yang terbesar yaitu 62.50 % untuk bambu ampel hijau dan 12.25 % untuk bambu andong. Cangkokan buku hidup (skor 4, 5 dan 6) yang dipindahkan ke polybag menunjukkan bahwa persentase tumbuh bambu ampel hijau lebih tinggi dibandingkan bambu andong. Dari 35 cangkokan buku hidup (skor 4, 5 dan 6) bambu ampel hijau yang dipindahkan ke polybag dapat tumbuh 100 %, sedangkan bambu andong dari 5 cangkokan buku hidup hanya 60 % yang tetap hidup dan yang lainnya mati. Cangkokan yang mati ini sebelumnya diawali dengan menguningnya daun dan buluh bambu pada umur 2 MSC.