Show simple item record

dc.contributor.authorEffendi, Hermanto Ray
dc.date.accessioned2010-05-15T08:02:41Z
dc.date.available2010-05-15T08:02:41Z
dc.date.issued1999
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/21891
dc.description.abstractSistem tataniaga komoditi cabai merah (Capsicum annuum) di Propinsi Jawa Tengah, khususnya Kabupaten Brebes, Tegal dan Magelang diduga masih belum efisien. Ketidakefisienan ini mempengaruhi fiuktuasi harga yang terjadi di tingkat konsumen, khususnya fiuktuasi harga di Pasar Induk Kramat Jati Jakarta. Tujuan penelitian adalah menganalisis secara deskriptif sistem tataniaga cabai merah di Kabupaten Brebes, Tegal dan Magelang (masing-masing satu desa sebagai sample). Sedangkan sistem tataniaga yang dimaksud dalam penelitian ini adalah gambaran rantai dan fungsi tataniaga serta struktur pasar yang terjadi pada ketiga kabupaten tersebut. Hasil analisis deskriptif terhadap sistem tataniaga ini kemudian akan dianalisis lebih lanjut untuk melihat efisiensi tataniaga yang terjadi. Analisis untuk melihat efisiensi tataniaga dilakukan pad a dua aspek, yaitu : kondisi keluar masuk pasar dalam sistem tataniaga dan kondisi sistem informasi tataniaga. Kedua aspek ini merupakan salah satu kunci dari efisiensi harga dan efisiensi operasional. Penelitian ini merupakan kelanjutan dari studi Identifikasi Pola Ketersediaan Oalam Hubungan Dengan Distribusi, Konsumsi dan Produksi Cabai Sebagai Upaya Mengendalikan Kontribusinya Terhadap Inflasi. Studi ini merupakan kerjasama antara Fakultas Pertanian IPB dengan Badan Litbang Bulog, dan penulis merupakan salah seorang peneliti yang terlibat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa orientasi pemasaran ketiga desa daerah penelitian (yang mencerminkan orientasi dari ketiga kabupaten) adalah Pasar Induk Kramat Jati. Kabupaten Brebes memiliki rantai tataniaga yang lebih banyak dibandingkan Tegal dan Magelang. Hal ini disebabkan Brebes sebagai pusat produksi cabai nomor satu di Indonesia. Dari semua rantai yang ada, hanya terdapat satu rantai dominan (rantai yang lebih banyak dipilih petani). Alasan pemilihan rantai tersebut bermacam-macam, tergantung dari karakteristik setiap desa. Pada Brebes dan Tegal, lembaga tataniaga yang dominan mempengaruhi keputusan (mencerminkan sistem tataniaga) adalah pedagang kabupaten, sementara di Magelang adalah pedagang kecamatan. Dengan demikian, peranan terbesar dalam pembelian tataniaga di Brebes dilakukan pedagang kabupaten. Sedangkan di Tegal dan Magelang adalah pedagang kecamatan. Perbedaannya peranan pedagang kecamatan di Tegal tidak termasuk dalam pengambilan keputusan dan hanya terbatas dalam fungsi pertukaran (pembelian dan penjualan). Analisis juga memperlihatkan bahwa sistem tataniaga memiliki beberapa pola hubungan, yaitu hubungan langganan, sistem kontrak serta hubungan ikatan saudara atau tetangga. Sedangkan analisis terhadap struktur pasar menunjukkan bahwa petani menghadapi struktur pasar oligopsoni tidak murni. Sedangkan pedagang menghadapi struktur pasar oligopoli tidak murni. Struktur pasar ini berkaitan langsung dengan pola hubungan yang ada tersebut. Berdasarkan kedua analisis tersebut disimpulkan bahwa sistem tataniaga yang terjadi belum efisien. Hal ini disebabkan terdapatnya kesulitan bagi petani maupun pedagang untuk keluar atau masuk dalam sistem tataniaga. Petani pemula akan menghadapi besarnya biaya produksi usahatani, sementara rantai tataniaga yang dihadapinya adalah oligopsoni yang tidak murni. Sedangkan pedagang akan menghadapi kondisi pasar yang hanya dikuasai oleh sedikit pedagang. Dengan kata lain, struktur pasar yang dihadapinya adalah oligopoli yang tidak murni. Kedua analisis juga menyimpuikan bahwa terdapat hubungan antara sistem tataniaga di ketiga kabupaten daerah penelitian dengan fluktuasi harga yang terjadi di Jakarta. Hubungan tersebut terjadi karena terdapatnya sela waktu (interval) dalam transaksi pembelian dari pedagang besar di Jakarta dengan pedagang di ketiga kabupaten tersebut. Transaksi pembelian tersebut didasarkan pada prediksi harga yang dilakukan oleh pedagang besar sehingga ketidaktepatan dalam prediksi bisa menyebabkan kelebihan atau kekurangan stok. Kelebihan atau kekurangan stok inilah yang mempengaruhi fluktuasi yang terjadi.id
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titleAnlisis Deskripsi Sistem Tataniaga Komoditi Cabai Merah Capsicum annuum L. (Kasus pada 3 Kabupaten diJawa Tengah)id


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record