Strategi Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Kawasan Ecomarine Mangrove Muara Angke
Date
2025Author
Khairunnisa, Talida Salma
Mulatsih, Sri
Yovi, Efi Yuliati
Metadata
Show full item recordAbstract
Kawasan Ecomarine Mangrove Muara Angke terletak di dalam kawasan Pelabuhan Perikanan Muara Angke, dan merupakan lahan hasil sedimentasi sungai yang direhabilitasi oleh Komunitas Mangrove Muara Angke (KOMMA) dengan rata-rata mangrove yang ditanam sebanyak 10.000 pohon/tahun Biofisik kawasan menunjukkan salinitas rendah, substrat lempung berdebu, dan kualitas air relatif netral. Komunitas vegetasi didominasi oleh Rhizophora mucronata dan Sonneratia caseolaris. Perubahan tutupan mangrove meningkat signifikan, namun keanekaragaman fauna umumnya rendah, kecuali burung yang tergolong baik.
KOMMA dikelola secara resmi melalui Surat Keputusan Dinas Ketahanan Pangan, Kelautan dan Pertanian tahun 2015 dan memiliki visi menjaga fungsi ekologis mangrove secara partisipatif melalui kegiatan konservasi, edukasi, pemberdayaan ekonomi, dan restorasi habitat. Program-program komunitas meliputi konservasi dan pengolahan hasil mangrove. Anggotanya berusia 30–59 tahun, mayoritas lulusan SMA, berasal dari berbagai latar belakang pekerjaan, dan termasuk dalam kelompok pendapatan rendah hingga sedang. Anggota komunitas setuju bahwa ekosistem mangrove perlu dilindungi dan menjadi tanggung jawab bersama. Nilai manfaat langsung ekosistem mangrove yang diperoleh anggota mencapai Rp 68.858.000, terutama dari penjualan bibit dan olahan buah pidada.
Indeks keberlanjutan pengelolaan mangrove termasuk cukup berkelanjutan dengan nilai sebesar 53,14. Dari keempat dimensi yang dianalisis, dimensi ekonomi berstatus kurang berkelanjutan dengan nilai sebesar 44,73. Atribut yang mempengaruhi keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove yaitu tekanan lahan, keanekaragaman fauna, kualitas air, tingkat kerusakan, kearifan lokal, dan tingkat pendidikan, pendapatan lain, dukungan dana corporate social responsibility (CSR), keterlibatan pemangku kepentingan, pemberian sanksi bagi pelanggar, ketersediaan penyuluh atau petugas lapangan, keterlibatan lembaga masyarakat, dan koordinasi antar lembaga atau stakeholders. Posisi strategi pengelolaan ekosistem berada pada aggressive strategy ditunjukkan dengan hasil yang terletak pada kuadran I (S-O). Formulasi alternatif strategi pengelolaan yang diperoleh berdasarkan matriks SWOT adalah memanfaatkan seluruh kekuatan untuk memanfaatkan peluang sebesar-besarnya dengan mengembangkan potensi sumber daya seoptimal mungkin yang dapat dilakukan melalui: (1) Penguatan kapasitas kelembagaan dan edukasi lingkungan berbasis komunitas, (2) Pengembangan ekowisata mangrove yang inklusif dan berbasis konservasi, dan (3) Penguatan tata kelola kolaboratif dan adaptasi terhadap perubahan iklim.
