Optimasi Pengadaan Beras Dalam Negeri Pada Perusahaan Umum (Perum) BULOG Kantor Wilayah (Kanwil) Jawa Barat

Abstract

Indonesia merupakan negara penghasil beras terbesar keempat dunia dengan jumlah produksi padi tahun 2023 sebesar 53,98 juta ton atau 34,28 juta ton beras (FAO, 2023). Seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk di Indonesia, tingkat konsumsi beras dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS), total produksi beras 2024 sebesar 30,62 juta ton, lebih rendah 480 ribu ton atau menurun 1,54% dibandingkan 2023 sebesar 31,10 juta ton. Adapun tingkat konsumsi beras 2024 sebesar 30,92 juta ton, lebih tinggi 310 ribu ton atau meningkat 1,01% dibandingkan 2023 sebesar 30,61 juta ton. Hal tersebut berdampak pada defisit beras di 2024 sebesar 300 ribu ton. Jabar adalah provinsi dengan volume produksi beras terbesar kedua nasional di 2023 (5,27 juta ton) setelah Jatim (5,60 juta ton). Jabar merupakan penyumbang produksi beras nasional sebesar 16,95% dari total produksi beras 2023 sebesar 31,10 juta ton. Perum BULOG mendapatkan penugasan dari pemerintah untuk melakukan pengadaan beras melalui penyerapan hasil produksi beras dalam negeri. Hal tersebut sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 125 Tahun 2022 tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah. Proses bisnis Perum BULOG terdiri dari fungsi Public Service Obligation (PSO) dan fungsi Komersial. Salah satu fungsi PSO adalah melakukan pengadaan beras dalam negeri sesuai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebagai wujud intervensi pemerintah terhadap pengamanan harga beras di tingkat produsen. Realisasi pengadaan beras Perum BULOG selama 10 tahun terakhir umumnya tidak tercapai 100%. Realisasi pengadaan tahun 2023 dan 2024 masing-masing hanya 84,11% dan 86,98% dari target. Namun realisasi pengadaan beras dalam negeri Perum BULOG Kanwil Jabar tahun 2024 melebihi target, sebesar 220.495 ton atau 147% dari target sebesar 150.000 ton. Selain pengadaan beras dalam negeri, Perum BULOG Kanwil Jabar juga melakukan proses bisnis penyimpanan dan pengelolaan stok, perawatan, pendistribusian dan penjualan beras. Tercapai tidaknya target kinerja operasional perusahaan akan memengaruhi kinerja keuangan perusahaan. Perum BULOG Kanwil Jabar selain ditargetkan untuk melakukan pengadaan beras dalam negeri secara optimal, juga dituntut untuk mendapatkan EBITDA atau laba kotor perusahaan yang positif dengan meminimumkan biaya-biaya operasional, seperti biaya pengadaan, biaya penyimpanan dan biaya transportasi. Penelitian ini bertujuan mengoptimalkan volume pengadaan beras dalam negeri untuk mengoptimumkan nilai EBITDA, dengan tetap memperhatikan lima tujuan prioritas pada dua skenario, yaitu meminimalkan: (1) kelebihan pengadaan (Skenario Pertama); kekurangan penjualan (Skenario Kedua), (2) kekurangan penjualan (Skenario Pertama); kelebihan pengadaan (Skenario Kedua), (3) utilisasi gudang, (4) kekurangan stok akhir tahun, dan (5) kestabilan distribusi pengadaan. Penelitian dilakukan pada Januari s/d Juni 2025 di Perum BULOG Kanwil Jabar dengan wilayah studi mencakup empat Kantor Cabang, yaitu Bandung, Cirebon, Indramayu, dan Bogor. Data yang digunakan adalah data sekunder tahun 2024. Metode optimasi yang digunakan adalah Pre-emptive Goal Programming, yaitu pendekatan multi-objektif bertingkat yang meminimalkan deviasi dari lima tujuan dengan urutan prioritas. Hasil penelitian menunjukan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi pengadaan beras dalam negeri di Perum BULOG Kanwil Jawa Barat adalah harga, luas panen, produksi, kapasitas gudang, dan kepastian market share untuk penjualan beras CBP. Perkembangan Harga Pembelian Pemerintah (HPP), harga Gabah Kering Panen (GKP) di tingkat petani, harga Gabah Kering Giling (GKG) di tingkat penggilingan, harga beras di tingkat penggilingan dan harga beras di tingkat konsumen sangat berkorelasi dengan perkembangan realisasi pengadaan dalam negeri. Terdapat pola hubungan terbalik antara harga dan volume pengadaan, di mana pengadaan cenderung tinggi saat harga rendah, dan menurun saat harga tinggi. Pengadaan beras dalam negeri dilakukan melalui dua mekanisme, yaitu pola reguler dan pola melalui tim jemput gabah/beras yang melibatkan serangkaian proses verifikasi kualitas, kuantitas, dan administrasi yang ketat oleh beberapa aktor yang memiliki peran strategis. Berdasarkan hasil penelitian, realisasi pengadaan beras dalam negeri sebesar 141.807.890 kg atau 163,94% dari target pengadaan 86.500.000 kg. Realisasi biaya pengadaan sebesar Rp1.559.886.790.000,00. Realisasi biaya penyimpanan beras sebesar Rp4.448.037.380,00 terdiri dari biaya fumigasi dan spraying. Jumlah persediaan beras per Desember 2024 sebesar 93.516.907 kg. Jika dibandingkan dengan kapasitas gudang sebesar 262.000.000 kg, maka tingkat utilitas gudangnya sebesar 35,69%. Realisasi distribusi/transportasi sebesar 112.600.000 kg dengan nilai Rp25.196.400.000,00. Realisasi penjualan beras CBP sebesar 255.580.930 kg, terdiri dari penjualan Bantuan Pangan 189.520.640 kg dan penyaluran SPHP 66.060.290 kg. Total revenue dari penjualan beras CBP sebesar Rp3.081.749.270.966,00, terdiri dari revenue penjualan Bantuan Pangan dan SPHP. Pada Skenario Pertama, tujuan Prioritas 1 adalah meminimalkan kelebihan pengadaan (d?1) tercapai sempurna dengan nilai deviasi 0,00. Hal ini berarti seluruh target pengadaan tahunan terpenuhi, sehingga jumlah pengadaan beras dalam negeri yang optimum sebesar 86.500.000 kg atau sesuai dengan target. Namun tujuan Prioritas 2 meminimalkan kekurangan penjualan (d?5), Prioritas 3 meminimalkan ruang gudang kosong (d?3), dan Prioritas 4 meminimalkan kekurangan stok akhir (d?2) tidak tercapai. Adapun Prioritas 5 meminimalkan total deviasi pengadaan tercapai. Nilai EBITDA pada Skenario Pertama sebesar Rp323,21 miliar atau turun 78,34% dari kondisi aktual sebesar Rp1.492,22 miliar. Pada Skenario Kedua, tujuan Prioritas 1 adalah meminimalkan kekurangan penjualan (d?5) tercapai sempurna dengan nilai deviasi 0,00. Hal ini berarti seluruh target penjualan dapat dipenuhi secara optimal. Tujuan Prioritas 2 meminimalkan kelebihan pengadaan (d?1) tidak tercapai yang menghasilkan nilai deviasi sebesar 155.598.740,00 (terjadi kelebihan pengadaan terhadap target 86.500.000 kg), sehingga total pengadaan optimal sebesar 242.098.744 kg. Begitupun dengan Prioritas 3 meminimalkan ruang gudang kosong (d?3), Prioritas 4 meminimalkan kekurangan stok akhir (d?2), dan Prioritas 5 meminimalkan total deviasi pengadaan tidak tercapai. Nilai EBITDA pada Skenario Kedua sebesar Rp461,21 miliar atau turun 69,09% dari kondisi aktual sebesar Rp1.492,22 miliar. Saran dari penelitian ini adalah: 1) pembenahan dari sisi hulu dengan mengoptimalkan program budidaya padi (on-farm), 2) peningkatan koordinasi antara Perum BULOG, pemerintah daerah, dan petani/penggilingan agar mekanisme penyerapan beras berjalan lebih responsif, 3) memperbaiki perencanaan safety stock dan menggunakan digital control tower sebagai sarana alert system, 5) menaikkan nilai penjualan dan marjin kotor serta melakukan efisiensi biaya, melalui perhitungan Harga Pembelian Beras (HPB) secara lebih akurat dan evaluasi tarif angkutan serta mengoptimalkan Anak Perusahaan dalam bidang angkutan untuk menurunkan biaya distribusi, 6) melakukan analisis sensitivitas pada model Goal Programming pada penelitian selanjutnya.