Show simple item record

dc.contributor.advisorKrisnatuti, Diah
dc.contributor.advisorMuflikhati, Istiqlaliyah
dc.contributor.authorTaufiiqoh, Maitsaa' Rifdah
dc.date.accessioned2025-08-04T13:22:23Z
dc.date.available2025-08-04T13:22:23Z
dc.date.issued2025
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/166626
dc.description.abstractPernikahan jarak jauh merupakan kondisi ketika pasangan terpisah secara fisik untuk beberapa waktu karena tugas belajar, penempatan kerja, tuntutan ekonomi, penahanan, permasalahan hukum, dan konflik dalam pernikahan. Fenomena ini semakin lumrah seiring meningkatnya angka dual-earner family. Kondisi ini memunculkan banyak tantangan sehingga membutuhkan banyak usaha agar kesejahteraan yang dirasakan oleh pelaku pernikahan jarak jauh tetap optimal. Keluarga memiliki serangkaian fungsi yang harus dijalankan apa pun kondisinya. Pembagian peran dalam pengambilan keputusan juga penting untuk dilakukan, salah satunya terkait keuangan. Kesepian merupakan fenomena yang sering terjadi pada pasangan jarak jauh karena adanya jarak fisik antarpasangan. Laki-laki dan perempuan memiliki tingkat kesejahteraan subjektif yang berbeda yang dipengaruhi oleh norma dan budaya mengenai peran gender. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) menganalisis perbedaan karakteristik keluarga, fungsi keluarga, pengambilan keputusan keuangan, rasa kesepian, dan kesejahteraan subjektif pada lak-laki dan perempuan yang sedang menjalani pernikahan jarak jauh; 2) menganalisis hubungan karakteristik keluarga dengan fungsi keluarga, pengambilan keputusan keuangan, rasa kesepian, dan kesejahteraan subjektif pada keluarga dengan pernikahan jarak jauh; 3) menganalisis pengaruh fungsi keluarga, pengambilan keputusan keuangan, dan rasa kesepian terhadap kesejahteraan subjektif pada keluarga dengan pernikahan jarak jauh. Penelitian ini menggunakan desain penelitian convergent mixed-methods dengan snowball sampling pada 50 responden laki-laki dan 55 responden perempuan. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur menggunakan panduan kuesioner dan wawancara mendalam melalui telepon/teleconference. Pengolahan data penelitian dilakukan menggunakan software Microsoft Excel, Statistical Package for the Social Science (SPSS) 25.0, SmartPLS 3, dan NVivo 15. Analisis dan interpretasi data dilakukan menggunakan analisis deskriptif, uji beda independent t-test, uji korelasi Pearson, Structural Equation Modelling (SEM), dan analisis kualitatif. Berdasarkan karakteristik, ditemukan perbedaan signifikan pada usia pasangan, pendidikan pasangan, dan lama menikah dengan rataan responden perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hasil penelitian menemukan terdapat perbedaan signifikan pada rataan skor fungsi keluarga. Pada responden laki-laki tergolong sedang (78,1) sementara perempuan tergolong tinggi (82,0). Tidak terdapat perbedaan pada pengambilan keputusan keuangan, baik responden laki-laki (38,1) maupun perempuan (39,9) sama-sama tergolong rendah. Artinya, pengambilan keputusan pada keluarga responden dilakukan oleh salah satu pihak. Rasa kesepian juga tergolong rendah pada kedua kelompok responden (26,9 dan 27,4) dan tidak ada perbedaan signifikan pada kedua kelompok tersebut. Baik responden laki-laki maupun perempuan merasakan kesepian yang tergolong sedang pada aspek romantis (32,0 dan 34,2) dan sosial (42,2 dan 39,0). Perbedaan signifikan juga tidak ditemukan pada variabel kesejahteraan subjektif. Kedua kelompok responden tergolong sedang dan memiliki kesejahteraan yang rendah pada aspek psikologis (45,4 dan 55,2). Hasil analisis korelasi menunjukkan pada responden laki-laki, usia responden, pendapatan responden, usia pasangan, lama menikah, dan jumlah anak berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan subjektif. Artinya, pada laki-laki, semakin dewasa responden dan pasangan, semakin tinggi pendapatan yang dimiliki, semakin lama pernikahan berjalan, dan semakin banyak anak yang dimiliki, semakin baik kesejahteraan yang dirasakan oleh responden. Sementara itu, pada responden perempuan, hanya lama menikah yang berhubungan positif signifikan dengan kesejahteraan subjektif. Artinya, pada perempuan, semakin lama pernikahan berjalan, semakin baik perasaan sejahtera yang dirasakan. Hasil analisis SEM menunjukkan fungsi keluarga berpengaruh positif signifikan terhadap kesejahteraan subjektif pada responden laki-laki dan perempuan. Artinya, semakin baik fungsi keluarga dilaksanakan maka akan semakin baik persepsi individu terhadap kesejahteraan yang ia rasakan. Kesepian berpengaruh negatif signifikan secara langsung terhadap kesejahteraan subjektif pada laki-laki. Artinya, semakin sering perasaan kesepian dirasakan oleh responden laki-laki, maka akan semakin rendah kesejahteraan yang dimiliki. Sementara itu, pengambilan keputusan keuangan tidak berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif. Fungsi keluarga memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kesepian pada laki-laki dan perempuan, serta positif signifikan terhadap pengambilan keputusan keuangan pada laki-laki. Pengambilan keputusan keuangan juga memiliki pengaruh negatif signifikan terhadap kesepian. Simpulannya, fungsi keluarga berpengaruh signifikan terhadap kesejahteraan subjektif, maka penguatan peran dasar keluarga seperti komunikasi efektif, dukungan emosional, dan keterlibatan dalam aktivitas bersama perlu diprioritaskan dalam program pembinaan, khususnya bagi pasangan jarak jauh. Tingginya skor kesepian pada aspek romantis dan sosial menunjukkan perlunya intervensi psikososial berbasis jenis kelamin dan komunitas, sedangkan rendahnya kesejahteraan psikologis mengindikasikan pentingnya pelatihan ketahanan pribadi seperti manajemen stres dan mindfulness. Instansi terkait juga disarankan mempertimbangkan domisili keluarga sebelum melakukan mutasi pegawai guna mengurangi dampak negatif perpisahan keluarga. Penelitian selanjutnya diharapkan melibatkan perspektif anak serta membedakan pasangan yang tinggal dengan yang pergi untuk mengetahui perbedaan tingkat kesejahteraan yang dirasakan.
dc.description.abstractA long-distance marriage is a condition which spouses are physically separated for an extended period due to study, job placements, economic demands, incarceration, institutionalization, or marital conflicts. This phenomenon has become increasingly common, parallel with the rise of dual-earner families. However, such arrangements present various challenges, requiring considerable effort to ensure that the subjective well-being of those in long-distance marriages remains optimal. Regardless of the circumstances, families are expected to perform essential functions. Role distribution in decision-making—particularly regarding financial matters—is also critical. Loneliness is common among long-distance couples due to the physical separation between partners. Men and women may experience different levels of subjective well-being, influenced by prevailing norms and cultural constructions of gender roles. This study aims to: (1) analyze differences in family characteristics, family functioning, financial decision-making, loneliness, and subjective well-being between men and women in long-distance marriages; (2) examine the relationships between family characteristics and family functioning, financial decision-making, loneliness, and subjective well-being among families in long-distance marriages; and (3) assess the influence of family functioning, financial decision-making, and loneliness on subjective well-being in long-distance marriage contexts. This study aims to: (1) analyze differences in family characteristics, family functioning, financial decision-making, loneliness, and subjective well-being between men and women in long-distance marriages; (2) examine the relationships between family characteristics and family functioning, financial decision-making, loneliness, and subjective well-being among families in long-distance marriages; and (3) assess the influence of family functioning, financial decision-making, and loneliness on subjective well-being in long-distance marriage contexts. Based on the respondents' characteristics, significant differences were found in spouse's age, spouse's educational level, and length of marriage, with female respondents reporting higher averages than their male counterparts. The study also revealed a significant difference in family functioning scores, with male respondents categorized as moderate (78.1) and female respondents as high (82.0). No significant differences were found in financial decision-making, with male (38.1) and female (39.9) respondents falling into the low category, indicating that financial decisions were generally made by only one party within the household. Loneliness scores were also low in both groups (26.9 and 27.4), with no significant differences. However, moderate levels of loneliness were reported in both romantic (32.0 and 34.2) and social aspects (42.2 and 39.0). No significant differences were found in subjective well-being, with both groups categorized as moderate, though psychological well-being was relatively low (45.4 for males and 55.2 for females). Correlation analysis showed that among male respondents, age, income, spouse's age, length of marriage, and number of children were significantly and positively associated with subjective well-being. This indicates that the older the respondent and their spouse, the higher the income, the longer the marriage, and the more children they had, the higher the level of well-being they perceived. In contrast, for female respondents, only the length of marriage was significantly and positively associated with subjective well-being, suggesting that a longer marriage corresponds with higher perceived well-being. The results of the SEM analysis revealed that family functioning had a significant positive effect on subjective well-being in both male and female respondents. This implies that better family functioning leads to higher perceived well-being. Loneliness had a significant adverse direct effect on subjective well-being among male respondents, meaning that higher levels of loneliness correspond to lower levels of well-being. However, financial decision-making did not significantly affect subjective well-being. Family functioning was found to have a significant adverse effect on loneliness in both sex and a significant positive effect on financial decision-making among male respondents. Financial decision-making also had a significant adverse effect on loneliness. In conclusion, since family functioning significantly influences subjective well-being, strengthening fundamental family roles such as effective communication, emotional support, and joint participation in family activities should be prioritized in family development programs, especially for couples in long-distance marriages. The relatively high loneliness scores in romantic and social domains highlight the need for sex-and community-based psychosocial interventions, while the low psychological well-being scores indicate the importance of personal resilience training, such as stress management and mindfulness. Related institutions are advised to consider family residence before assigning employee relocations to minimize the negative impacts of family separation. Future research should include children's perspectives and differentiate between spouses who remain at home and those who relocate to understand differences in perceived well-being better.
dc.description.sponsorship
dc.language.isoid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleFungsi Keluarga, Pengambilan Keputusan Keuangan, Kesepian, dan Kesejahteraan Subjektif pada Pernikahan Jarak Jauhid
dc.title.alternativeFamily Functioning, Financial Decision-making, Loneliness, and Subjective Well-being on Long-distance Marriage
dc.typeTesis
dc.subject.keywordsubjective well-beingid
dc.subject.keywordlong-distance marriageid
dc.subject.keywordFamily functioningid
dc.subject.keywordFinancial decision-makingid
dc.subject.keywordLonelinessid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record