Kesadaran Kritis Dalam Proses Pemberdayaan: Studi Kasus Pemberdayaan Masyarakat Miskin Dampingan Yayasan Ate Kelleng/ Partispasi Pembangunan Gereja Batak Karo Protestan Di Sumatera Utara
View/ Open
Date
2012Author
Bancin, Favor A.
Lubis, Djuara P.
Nasdian, Fredian Tonny
Metadata
Show full item recordAbstract
Kemiskinan menciptakan kondisi ketidakadilan sosial bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Kondisi itu menyadarkan secara kritis masyarakat miskin untuk merubah realitasnya. Kesadaran kritis mereka terintegrasi di dalam refleksi masyarakat miskin atas realitas kemiskinan dan aksi yang dilakukan untuk menyikapi realita kemiskinan. Kesadaran kritis itu berdialog dengan YAK/Parpem GBKP.
Keterlibatan YAK/Parpem GBKP berdasarkan pada teks Alkitab Luk.4: 18-19 dan dirumuskan menjadi pandangan church of the poor not church for the poor. Dasar dan pandangan yang diwujudnyatakan pada program-program pemberdayaan masyarakat itu berdialog dengan pandangan masyarakat dampingan dalam pemberdayaan di masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh YAK/Parpem GBKP meliputi 4 unit, yaitu unit Credit Union (CU), Pengembangan Ekonomi Masyarakat (PEM), Infrastruktur dan Advokasi. Keempat unit itu diterjemahkan ke sejumlah kegiatan. Dari keempat unit itu, unit yang paling diandalkan adalah CU. Hal ini dikarenakan CU merupakan program atau unit kerja yang mendukung dan menyokong program atau unit kerja lainnya. Dengan kata lain, konsep pemberdayaan yang dilakukan oleh YAK/Parpem GBKP adalah CU sebagai entry point.
Dalam hal ini, CU berperan untuk menggerakkan program-program atau unit-unit kerja lainnya, yakni melalui proses dialog yang terjadi dengan masayarakat dampingan yang pada diharapkan pada akhir akan melahirkan kesadaran kritis masyarakat dampingan. Dengan kesadaran kirtis yang terus-menerus inilah YAK/Parpem GBKP menharapkan proses pemberdayaan terus mengerakan rangkaian gear pemberdayaan masyarakat. Berkaitan dengan CU, gear CU akan menggerakkan gear pengembangan ekonomi masyarakat, pengelolaan finansial, pembangunan atau perbaikan infrastruktur, peningkatan pendidikan dan advokasi politik, serta penguatan organisasi rakyat.
Dengan konsep pemberdayaan berCU sebagai entry point maka setiap anggota dan pengurus kelompok CU akan menerima manfaat dari kegiatan berCU, antara lain: pendidikan praktis pertanian yang dapat memenuhi kebutuhan usaha ekonomi pertanian dan keluarga masyarakat dampingan; wawasan tentang berCU dan kondisi masyarakat sekitar; peningkatan sumber daya manusia dengan pelatihan kepemimpinan; bantuan bibit unggul; pembangunan atau perbaikan sarana dan prasarana desa; dan berpartisipasi aktif sehingga setiap keputusan untuk
mengembangkan kelompok atau desanya berasal dari masyarakat sendiri (bottom up).
Ternyata kesadaran itu tidak berkelanjutan di beberapa kelompok CU. Hal itu disebabkan oleh sumber daya manusia mereka yang masih terbatas dan dukungan GBKP lokal terhadap kelompok-kelompok CU. Terbatasnya sumber daya manusia mengakibatkan peniahaman masyarakat dampingan mengenai CU hanya seputar simpan-pinjam, munculnya kredit lalai dan kurangnya kreatifitas dalam mengembangkan pinjaman modal. Dalam hal dukungan GBKP lokal, keterlibatan GBKP lokal dalam mendukung kelompok-kelompok CU adalah upaya implementasi pandangan church of the poor not church for the poor. Ketika GBKP lokal kurang mendukung keberlangsungan CU di kelompok-kelompok CU maka GBKP lokal gagal mengimplementasikan pandangan itu.
Dukungan GBKP lokal terhadap program-program YAK/Parpem GBKP seharusnya tidak terbatas dalam hal mengintegrasikan program CU menjadi bagian dari program GBKP lokal tetapi mengarah pada memfasilitasi penyelenggaraan program-program yang bukan berhubungan dengan CU, seperti program peningkatan ekonomi pertanian, peningkatan sumber daya manusia, pengembangan kreatifitas, dsb.
Selain itu, dukungan itu dapat berupa kerjasama antar GBKP runggun lintas desa dan kota untuk berperan sebagai penghubung dalam memasarkan hasil produksi pertanian yang dihasilkan oleh anggota kelompok CU- yang adalah anggota GBKP runggun wilayah pedesaan di GBKP runggun wilayah perkotaan. Jika hal ini berjalan dengan baik maka dapat dipastikan anggota CU akan mendapatkan keuntungan yang lebih baik ketimbang mereka menjualnya kepada tengkulak. Ketika gereja ikut mendukung dan membangun kesadaran kritis masyarakat dampingan maka pemahaman dan aksi akan berjalan secara berkelanjutan. Kesadaran itu akhirnya membentuk sebuah gerakan sosial masyarakat dampingan yang berdaya melalui ekonomi di lembaga keuangan CU. Adapun gerakan itu akan mewujudnyata pada sebuah bentuk bisnis yang berkarakter sosial. Muhammad Yunus, dalam Bisnis Sosial, mengemukakan bahwa kredit mikro yang diterapkan di kalangan masyarakat miskin akan berkembang menjadi perusahaan-perusahaan komersial yang mandiri secara finansial dan mengembangkan diri sendiri sehingga mendongkrak pertumbuhan ekonomi, hingga bisa menjadi salah satu peluang melepaskan masyarakat miskin dari kemiskinan yang menjeratnya.
Collections
- MT - Human Ecology [2388]
