| dc.contributor.advisor | Amanah, Siti | |
| dc.contributor.advisor | Sarwoprasodjo, Sarwititi | |
| dc.contributor.author | Dzuhri, Muhammad Alhaudhi | |
| dc.date.accessioned | 2025-06-24T07:12:06Z | |
| dc.date.available | 2025-06-24T07:12:06Z | |
| dc.date.issued | 2025 | |
| dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/162868 | |
| dc.description.abstract | Suku Anak Dalam (SAD) merupakan salah satu Komunitas Adat Terpencil (KAT) yang tinggal di kawasan hutan dan daerah aliran sungai di Jambi. Sebagian besar masyarakat SAD masih menganut kepercayaan animisme dan menghadapi berbagai tantangan, seperti sosial ekonomi, keterbatasan akses pendidikan, kesehatan, infrastruktur, serta kebergantungan pada sumber daya alam yang semakin menurun akibat eksploitasi hutan. Kondisi ini mendorong pentingnya pemberdayaan berbasis kearifan lokal untuk meningkatkan kesejahteraan secara berkelanjutan. Pengembangan ekonomi lokal (Local Economic Development) menjadi solusi strategis melalui pemanfaatan potensi sumber daya alam disertai partisipasi aktif masyarakat serta kerjasama multipihak. Di Desa Pematang Kabau, Kabupaten Sarolangun, pemberdayaan SAD telah melibatkan berbagai stakeholder, seperti Komunitas Konservasi Indonesia (KKI) Warsi, Yayasan Prakarsa Madani, Universitas Jambi, PT Sari Aditya Loka dan Pemerintah Kabupaten Sarolangun. Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pemberdayaan masyarakat SAD adalah masih minimnya keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan siklus program pemberdayaan. Hal ini dikarenakan belum terbangunnya pola komunikasi yang efektif dan keterlibatan stakeholder dalam menggerakkan potensi masyarakat SAD dalam pembangunan. Atas dasar itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh pola komunikasi dan peran stakeholder terhadap solidaritas sosial SAD.
Model komunikasi dialog komunitas dan aksi kolektif menurut Figueroa et al. (2002) digunakan sebagai kerangka pendekatan dalam penelitian ini. Untuk menganalisis keterlibatan SAD dalam program pemberdayaan digunakan tangga partisipasi menurut arnstein (1969). Pendekatan partisipatif merupakan kunci dalam proses pemberdayaan, menggeser paradigma top-down menjadi bottom-up agar program sesuai kebutuhan masyarakat. Beberapa pendekatan partisipatif melalui metode seperti diskusi kelompok, lokakarya, atau pemetaan partisipatif memungkinkan masyarakat SAD dapat terlibat langsung dalam menyampaikan aspirasi, berbagi pengetahuan, dan merumuskan solusi bersama pemangku kepentingan. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat partisipasi masyarakat dalam perencanaan program, tetapi juga membangun kepercayaan dan solidaritas sosial. Berdasarkan hal tersebut dirumuskanlah dua hipotesis penelitian yaitu menganalisis pola komunikasi terhadap solidaritas sosial Suku Anak Dalam dan menganalisis peran stakeholder terhadap solidaritas sosial Suku Anak Dalam.
Penelitian ini menggunakan pendekatan campuran (kuantitatif-kualitatif). Metode kuantitatif menggunakan survey melibatkan 107 responden dilaksanakan selama dua bulan, mulai April sampai Juni 2024. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data kualitatif dikumpulkan melalui wawancara mendalam dan observasi partisipatif. Data kuantitatif diolah menggunakan SMART PLS 4.0 untuk menguji hubungan antar variable. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif untuk memahami dinamika partisipasi masyarakat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposif dengan pertimbangan sebagai area fokus program pemberdayaan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola komunikasi memiliki pengaruh positif nyata terhadap tingkat solidaritas sosial Suku Anak Dalam (SAD). Peran stakeholder tidak secara langsung memengaruhi solidaritas sosial Suku Anak Dalam (SAD). Namun, stakeholder berkontribusi secara tidak langsung melalui peningkatan partisipasi masyarakat, yang kemudian berdampak pada solidaritas sosial. Faktor utama yang langsung memperkuat solidaritas sosial adalah pola komunikasi. Hal ini menunjukkan bahwa interaksi dan proses komunikasi, baik tradisional maupun modern, lebih efektif dalam membangun kohesi sosial dibandingkan intervensi stakeholder secara langsung. Oleh karena itu, program pemberdayaan sebaiknya fokus pada penguatan pola komunikasi dan mendorong partisipasi aktif masyarakat untuk mencapai solidaritas sosial yang berkelanjutan.
Kata kunci: komunikasi partisipatif, pemberdayaan ekonomi, solidaritas sosial, suku anak dalam, stakeholder. | |
| dc.description.abstract | The Suku Anak Dalam (SAD) is one of the Remote Indigenous Communities (KAT) living in forest areas and river basins in Jambi. Most of the SAD community still adhere to animist beliefs and face various challenges, such as socio-economic issues, limited access to education, healthcare, infrastructure, and increasing dependence on dwindling natural resources due to deforestation. These conditions highlight the importance of economic empowerment based on local wisdom to achieve sustainable well-being. Local economic development (LED) serves as a strategic solution through the utilization of natural resource potential, coupled with active community participation and multi-stakeholder collaboration. In Pematang Kabau Village, Sarolangun District, SAD empowerment has involved various stakeholders, including the Indonesian Conservation Community (KKI) Warsi, the Prakarsa Madani Foundation, Jambi University, PT Sari Aditya Loka, and the Sarolangun District Government. One of the challenges faced in empowering the SAD community is the limited involvement of the community throughout the entire empowerment program cycle. This is due to the lack of effective communication patterns and stakeholder involvement in mobilizing the potential of the SAD community for development. Based on this, this study aims to analyze the influence of communication patterns and stakeholder roles on social solidarity among the SAD community.
The community dialogue and collective action communication model according to Figueroa et al. (2002) is used as the framework for this study. To analyze SAD involvement in empowerment programs, Arnstein's (1969) participation ladder is employed. A participatory approach is key in the empowerment process, shifting the paradigm from top-down to bottom-up to ensure programs align with community needs. Several participatory approaches through methods such as group discussions, workshops, or participatory mapping enable the SAD community to directly participate in expressing aspirations, sharing knowledge, and formulating solutions together with stakeholders. This approach not only strengthens community participation in program planning but also builds trust and social solidarity. Based on this, two research hypotheses were formulated: analyzing communication patterns related to social solidarity among the Suku Anak Dalam and analyzing the role of stakeholders in social solidarity among the Suku Anak Dalam.
This study employs a mixed-methods approach (quantitative-qualitative). The quantitative method uses a survey involving 107 respondents conducted over two months, from April to June 2024. The data collected includes primary and secondary data. Qualitative data was collected through in-depth interviews and participatory observation. Quantitative data was processed using SMART PLS 4.0 to test the relationship between variables. Qualitative data was analyzed descriptively to understand the dynamics of community participation. The location was selected purposively, considering it as the focus area of the empowerment program.
The results of the study indicate that communication patterns have a significant positive influence on the level of social solidarity among the Suku Anak Dalam (SAD). The role of stakeholders does not directly influence the social solidarity of the Suku Anak Dalam (SAD). However, stakeholders contribute indirectly through increased community participation, which then impacts social solidarity. The main factor that directly strengthens social solidarity is communication patterns. This indicates that interactions and communication processes, both traditional and modern, are more effective in building social cohesion than direct stakeholder interventions. Therefore, empowerment programs should focus on strengthening communication patterns and encouraging active community participation to achieve sustainable social solidarity.
Keywords: economic empowerment, participatory communication, social solidarity, stakeholders, suku anak dalam | |
| dc.description.sponsorship | | |
| dc.language.iso | id | |
| dc.publisher | IPB University | id |
| dc.title | Pengaruh Pola Komunikasi dan Peran Stakeholder terhadap Solidaritas Sosial Suku Anak Dalam, Desa Pematang Kabau, Sarolangun, Jambi | id |
| dc.title.alternative | The Influence of Communication Patterns and Stakeholder Roles on Social Solidarity among the Suku Anak Dalam, Pematang Kabau Village, Sarolangun, Jambi | |
| dc.type | Tesis | |
| dc.subject.keyword | komunikasi partisipatif | id |
| dc.subject.keyword | stakeholder | id |
| dc.subject.keyword | pemberdayaan ekonomi | id |
| dc.subject.keyword | solidaritas sosial | id |
| dc.subject.keyword | Suku anak dalam | id |