Show simple item record

dc.contributor.advisorFauzi, Akhmad
dc.contributor.advisorMulatsih, Sri
dc.contributor.advisorRahma, Hania
dc.contributor.authorJuliannisa, Indri Arrafi
dc.date.accessioned2025-06-14T16:01:30Z
dc.date.available2025-06-14T16:01:30Z
dc.date.issued2025
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/162486
dc.description.abstractLaporan PBB (2021) mengenai Indeks Kerentanan Multidimensional menyoroti kerentanan sebagai tantangan utama dalam pembangunan negara, terutama kerentanan terhadap kerawanan pangan yang saat ini sudah menjadi isu global. Agenda global Sustainable Development Goals (SDGs) menempatkan Zero Hunger sebagai tujuan kedua, bertujuan untuk mengakhiri kelaparan, mencapai ketahanan pangan, dan memajukan pertanian berkelanjutan (PBB, 2022). Dalam konteks ASEAN, Indonesia berada di posisi kritis dengan indeks kelaparan yang tinggi. Upaya pemerintah dalam mengatasi kerentanan wilayah terhadap kerawanan pangan sangat penting untuk meningkatkan kemampuan wilayah dalam penyediaan dan kemudahan akses masyarakat untuk dapat memenuhi kebutuhan pangan, dengan adanya tantangan perubahan iklim, populasi yang terus berkembang, dan permasalahan sosial ekonomi lainnya. Penelitian ini bertujuan: 1) Mengevaluasi tingkat kerentanan wilayah- wilayah di Indonesia melalui penyusunan indeks kerentanan wilayah terhadap kerawanan pangan, 2) Menganalisis kondisi yang dapat menjelaskan perbedaan tingkat kerentanan wilayah terhadap kerawanan pangan di antara provinsi-provinsi tersebut, 3) Menentukan Scenario terbaik dalam menangani permasalahan kerentanan wilayah terhadap kerawanan pangan. 4) Merumuskan strategi kebijakan untuk menangani kerentanan wilayah terhadap kerawanan pangan. Penelitian ini menggunakan empat metode analisis. Metode Indeks Komposit digunakan untuk menghitung Regional Vulnerability on Food Insecurity (RVFII) pada tujuan pertama. Untuk menganalisis kondisi kausal yang dapat menjelaskan terjadinya kerentanan di tingkat wilayah pada tujuan kedua digunakan metode fuzzy-set Qualitative-Quantitative Comparative Analysis (fsQCA). Pada tujuan ketiga digunakan metode SMICPROB untuk menentukan Scenario terbaik dalam mengatasi kerentanan wilayah terhadap kerawanan pangan. Terakhir, untuk menentukan Scenario, Policy, dan Action terbaik yang akan dijalankan untuk mengatasi kerentanan wilayah terhadap kerawanan pangan menggunakan metode MULTIPOL. Analisis dibatasi pada dimensi kerawanan pangan, yakni ketersediaan (availability), akses (access), dan kebermanfaatan pangan (utility). Dengan data analisis pada tujuan pertama hingga kedua menggunakan data sekunder kurun waktu 2021. Pada tujuan ketiga dilakukan pemilihan skenario terbaik dengan hipotesis skenario. Empat Scenario utama yang dipilih adalah 1) Penguatan sistem kemandirian pangan, 2) Penguatan modal alam, 3) Reformasi tata kelola pangan, dan 4) Liberalisasi pasar. Pada tujuan keempat penentuan skenario berdasarkan pemilihan Scenario terbaik pada tujuan 3, kemudian telah dirancang 10 Policy dan 28 Action yang dapat diterapkan untuk mengatasi permasalahan kerentanan wilayah terhadap kerawanan pangan. Hasil penelitian membuktikan provinsi dengan tingkat kerentanan pangan tertinggi di Indonesia, yaitu Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Timur, dan Papua. Tingginya kerentanan ini disebabkan oleh keterpaparan berupa; tingginya kasus kekeringan dan lahan banjir, tingginya tingkat ketidak cukupan pangan, kasus malnutrisi, stunting dan kematian bayi. Selain keterpaparan yang menyebabkan wilayah rentan terhadap kerawanan pangan adalah komponen sensitivitas, yang akan membuat wilayah bisa terindikasi kerentanan, adapun komponen sensitifnya yakni; besarnya impor pangan, rendahnya lahan pertanian yang memiliki irigasi, besarnya pengeluaran rumah tangga untuk pangan, dan tingginya indeks harga konsumen. Maka sangat penting untuk wilayah memiliki kemampuan beradaptasi akibat gangguan iklim agar wilayah tidak rentan terdahap kerawanan pangan. Adapun kemampuan beradaptasi yang dapat dimiliki adalah; besarnya ratio luas lahan sawah perkapita, banyaknya petani muda dan penyuluh petani, keberagaman pangan, nilai tukar petani yang semakin meningkat, serta jumlah pasar yang tersedia untuk mempermudah akses pangan. Hasil dari analisa FsQCA menunjukan terdapat 9 pathway (jalur) yang dapat menjelaskan bagaimana kondisi masing-masing kluster yang mengalami kerentanan wilayah terhadap kerawanan. Adapun kondisi kausal yang menggambarkan kerentanan yang tinggi yakni; masalah kemiskinan, pengangguran, pertumbuhan ekonomi yang rendah, dan curah hujan yang tidak memadai. Untuk mengatasi kerentanan ini, penelitian mengusulkan beberapa Scenario strategis. Scenario terbaik adalah “Penguatan Sistem Kemandirian Pangan”. Hal ini dibuktikan dengan nilai probabilitas yang tertinggi. Berdasarkan pendapat para pakar dari BAPANAS dan Kementerian Pertanian, menyatakan bahwa penting untuk memiliki kemandirian pangan, agar masing-masing wilayah memiliki daya tahan yang kuat saat terjadinya permasalahan krisis. Untuk menjalankan Scenario penguatan kemandirian pangan perlu didukung dengan 10 Policy dan 28 Action. Policy dan Action bisa mendukung secara bersamaan kepada masing-masing Scenario. Dalam menjalankan masing-masing Scenario, Policy, dan Action sangat bergantung pada kondisi pembangunan yang ada di masing-masing wilayah.
dc.description.sponsorship
dc.language.isoid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleStrategi Penanganan Kerentanan Wilayah terhadap Kerawanan Pangan. Dibimbingid
dc.title.alternative
dc.typeDisertasi
dc.subject.keywordindeks kompositid
dc.subject.keywordkerawanan panganid
dc.subject.keywordFsQcaid
dc.subject.keywordKerentanan wilayahid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record