| dc.description.abstract | Kehadiran maskapai penerbangan dengan konsep low-cost atau Low Fare
Airlines (LFA) pada awal tahun 2000, memicu pertumbuhan industri maskapai
penerbangan tanah air. Low Fare Airlines (LFA) telah mengubah lingkungan
kompetitif industri penerbangan yang berdampak signifikan terhadap perubahan
struktur pasar penumpang domestik yang sebelumnya dikuasai oleh operator Full
Service Airline (FSA), serta perubahan perilaku penumpang (passenger behavior).
Potensi pasar industri penerbangan di Indonesia cukup besar, dari 16 juta
penumpang pada tahun 2000 jumlah penumpang pada akhir tahun 2014 mencapai
72.6 juta atau terjadi pertumbuhan rata-rata 20% pertahun. Pertumbuhan
penumpang masih akan terus terjadi, mengingat Indonesia merupakan negara
kepulauan, dimana moda transportasi udara merupakan moda transportasi penting
untuk perpindahan orang dan dan barang dari satu pulau ke pulau lainnya dengan
lebih cepat dan nyaman. Pertumbuhan ekonomi serta peningkatan jumlah
masyarakat golongan menengah juga menjadi pemicu pertumbuhan permintaan
terhadap transportasi udara, menurut pakar penerbangan pada tahun 2015 ini
jumlah penumpang diperkirakan mencapai 100 juta.
Persaingan antar perusahaan penerbangan tanah air cukup kompetitif,
namun terjadi anomali, saat jumlah penumpang diprediksi akan terus meningkat
disisi lain beberapa maskapai penerbangan tidak mampu bertahan dan berhenti
beroperasi sementara ataupun menyatakan diri bangkrut dan tidak beroperasi
kembali. UU No.1 tahun 2009, menjadi kendala bagi perusahaan baru maupun
perusahaan lama untuk masuk kembali dalam kancah persaingan memperebutkan
jumlah penumpang, ada kecenderungan pasar semakin tidak kompetitif atau
terkonsentrasi. Implementasi kebijakan ASEAN open sky tahun 2015 dapat
menjadi peluang terhadap pertumbuhan industri penerbangan dalam
meningkatkan jumlah penumpang, namun juga bisa menjadi ancaman bagi
penerbangan domestik bila tidak siap bersaing dengan maskapai asing.
Keberlanjutan (sustainability) perusahaan penerbangan domestik di tengah
ketidakpastian lingkungan yang tinggi serta persaingan yang sedemikian ketatnya
mengharuskan perusahaan penerbangan menciptakan loyalitas bagi pelanggannya.
Loyalitas penumpang maskapai merupakan fenomena yang sangat kompleks
karena banyak faktor yang melatar belakangi pelanggan untuk menjadi loyal.
Penelitian ini bertujuan melakukan segmentasi penumpang saat ASEAN
open sky, mengkaji serta membandingkan model loyalitas pelanggan penerbangan
FSA dan LFA. Segmentasi penumpang FSA dan LFA didasarkan pada pilihan
maskapai domestik atau asing, serta tujuan perjalanan. Anteseden dalam model
loyalitas adalah kualitas layanan, harga, kepuasan dan image. Hipotesis
dikembangkan dari hubungan kausalitas dalam model loyalitas. Data dihimpun
dari 352 responden penerbangan yang berangkat melalui bandara Soekarno-Hatta,
dan dianalisis dengan menggunakan Structural Equation Model (SEM).
Penelitian segmentasi pelanggan berdasarkan pilihan maskapai
penerbangan saat ASEAN Open Sky diperoleh empat segmen yaitu : (1) Segmen
penumpang LFA tujuan keluarga dan akademik, pengguna maskapai penerbangan
nasional bila tarifnya lebih murah dari maskapai ASEAN; (2) Segmen penumpang
LFA tujuan wisata, pengguna maskapai penerbangan ASEAN bila tarifnya lebih
murah dari maskapai Nasional; (3) Segmen penumpang FSA tujuan bisnis yang
akan mempergunakan maskapai nasional meskipun tarifnya lebih mahal dari
maskapai ASEAN; dan (4) Segmen penumpang FSA tujuan bisnis yang akan
mempergunakan maskapai penerbangan ASEAN meskipun tarifnya lebih mahal
dari maskapai Nasional.
Positioning terhadap seluruh maskapai penerbangan memperlihatkan bahwa
Garuda Indonesia (FSA) dicirikan oleh responden dengan kedekatan atribut
reputasi, serta maskapai yang membanggakan. Batik Air belum memiliki penciri
khusus dan masih bercampur dengan ciri atribut layanan maskapai penerbangan
LFA lainnya. Lion Air diposisikan melalui: keluasdan rute penerbangan, harga
terjangkau, dan pesawat yang modern, Citilink diposisikan melalui atribut
ketepatan waktu penerbangan, Sriwijaya dengan layanan selama penerbangan, dan
Air Asia diposisikan oleh responden melalui kedekatan dengan atribut kemudahan
reservasi dan tiketing. Temuan studi ini diharapkan membantu maskapai
penerbangan untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan mereka serta
identifikasi pesaing terdekat.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kualitas layanan dan harga
merupakan variabel-variabel yang mempengaruhi kepuasan pelanggan baik dalam
model penerbangan FSA maupun LFA. Pada model penerbangan LFA terlihat
bahwa, meskipun kualitas layanan memiliki pengaruh signifikan terhadap
kepuasan, dan berdampak pada loyalitas pelanggan, akan tetapi hasil analisis
menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh langsung kualitas layanan terhadap
loyalitas pelanggan. Hal ini menegaskan bahwa kualitas layanan dapat
berpengaruh kepada loyalitas pelanggan apabila dimediasi oleh kepuasan
pelanggan. Image yang dipengaruhi oleh kualitas pelayanan dan kepuasan, pada
akhirnya mempengaruhi loyalitas pelanggan. Oleh karena itu loyalitas pelanggan
maskapai LFA dilakukan melalui peningkatan image maskapai yang diciptakan
melalui kualitas layanan dan kepuasan pelanggan.
Pada model loyalitas pelanggan FSA terlihat bahwa kualitas layanan dan
harga berpengaruh positif dan signifikan terhadap kepuasan, namun kepuasan
pelanggan terhadap kualitas layanan hanya berpengaruh positif dan signifikan
terhadap image. Hasil penting lainnya adalah image maskapai tidak berpengaruh
signifikan terhadap loyalitas pelanggan. Anteseden-anteseden yang diukur dalam
penelitian ini yaitu kualitas pelayanan, harga, kepuasan dan image maskapai tidak
berpengaruh signifikan terhadap loyalitas pelanggan FSA. Hubungan kepuasan
dengan loyalitas pelanggan tidak selalu linier, terbukti bahwa pelanggan FSA puas
tetapi tidak loyal. Penelitian ini juga membuktikan bahwa variabel-variabel
pembentuk loyalitas model bisnis penerbangan Low Fare Airlines (LFA) berbeda
dengan model bisnis penerbangan Full Service Airlines (FSA). | |