| dc.description.abstract | Pengembangan energi baru dan terbarukan harus didorong sesuai amanat
Undang-Undang Energi Nomor 30 Tahun 2007 Pasal 21. Keputusan Presiden
Nomor 5 Tahun 2006 mengamanatkan bauran energi pada tahun 2025 sebesar
17% untuk energi baru dan terbarukan. Perusahaan dapat berkontribusi dalam hal
investasi dan pengembangan energi baru dan terbarukan dalam bentuk Corporate
Social Responsibility untuk Community Development. Kesuksesan suatu usaha
yang melibatkan masyarakat tidak akan lepas dari Community Development
(Monier 2011).
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengembangkan model kebijakan energi
terbarukan, khususnya biomasa untuk listrik pedesaan; (2) mengidentifikasi
faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan tarif listrik untuk biomasa berbasis
kayu tertentu; (3) merancang peran hutan sosial untuk industri bahan baku
biopelet dalam rantai pasokan yang berkelanjutan. Metode penelitian
menggunakan teknik soft systems methodology dalam bentuk studi kasus yang
didukung oleh literatur untuk memberikan pendekatan alternatif dalam
memecahkan masalah yang dihadapi para pemimpin di Perusahaan Pertambangan
Indonesia.
Analisis kualitatif dilakukan dengan pendekatan kuesioner yang bertujuan
untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi feed-in tariff dan hutan sosial
untuk biopelet energi berkelanjutan. Teknik analisis menggunakan dua metode
analisis yaitu Interpretative Structural Modeling (ISM) dan Strategic Assumtion
Surfacing and Testing (SAST). Lokasi penelitian dilakukan di Pulau Sumbawa
karena relatif dekat dengan Pulau Jawa dan sumber daya alamnya yang luar biasa,
terutama pertambangan emas yang besar. Diharapkan setelah penambangan emas
selesai, bekas lahan tambang tidak menjadi sia-sia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat sejumlah sub-elemen yang
memainkan peran kunci dalam pengembangan model kebijakan energi terbarukan
untuk industri biomasa berkelanjutan yaitu sumber daya manusia yang kompeten,
koordinasi antar kantor pemerintah daerah terkait, partisipasi masyarakat,
pendanaan dan bisnis investment banking, keuangan mikro, tokoh masyarakat,
lahan hutan negara, kebijakan hutan tanaman rakyat, tata ruang dan tata wilayah,
lembaga keuangan / bank, LSM dan asosiasi profesi bidang energi. Selain itu, ada
sejumlah asumsi yang memiliki kepentingan strategis dan kepastian tinggi untuk
kecukupan pasokan bahan baku, bahan baku industri yang tersedia, alternatif
bahan baku biomasa yang potensial di lokal, sistem perdagangan yang jelas,
dukungan regulasi (lisensi) dan pemerintah daerah, inventarisasi lahan dan hutan,
dan dukungan dari tokoh masyarakat.
Berdasarkan metode Intermediate Objective Map, diperoleh 5 klaim yaitu
pelestarian sumber daya hutan, pengembangan energi hutan, biopelet industri
sebagai green business, kelayakan industri biopelet, penyedia energi dan biopelet
untuk industri listrik pedesaan . | |