Analisis Pendapatan dan Pemasaran Usaha Garam Rakyat Teknologi Tradisional, Geomembrane, dan Tunnel (Studi kasus: Kecamatan Pangenan, Kabupaten Cirebon)
Date
2024Author
Heriyadi, Maulida Afiyah
Bahtiar, Rizal
Raswatie, Fitria Dewi
Metadata
Show full item recordAbstract
Kebutuhan garam terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk, namun jumlah produksi garam nasional tidak mencukupi sehingga dilakukan impor. Data impor garam tahun 2019 sebesar 2,6 juta ton terus menunjukkan peningkatan sampai tahun 2022 sebesar 2,8 juta ton. Hal tersebut menyebabkan harga garam di tingkat petambak garam lokal terus tertekan. Kecamatan Pangenan merupakan kecamatan penghasil garam terbesar di Kabupaten Cirebon. Kecamatan Pangenan juga mampu menyerap 785 orang untuk berprofesi sebagai petambak garam dengan luas lahan sebesar 785 Ha pada tahun 2023. Beberapa teknologi yang diterapkan dalam kegiatan produksi garam diantaranya tradisional, geomembrane, dan tunnel. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kualitas produksi garam berdasarkan teknologi yang berbeda, menganalisis pendapatan dan perbandingan kinerja teknologi usaha garam, serta menganalisis efisiensi pemasaran garam. Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif perbandingan kualitas garam, analisis pendapatan, Comparative Performance Index (CPI), dan analisis efisiensi pemasaran garam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat tiga kualitas garam berdasarkan visualnya yang dihasilkan di Kecamatan Pangenan. Teknologi tradisional menghasilkan garam kualitas III, geomembrane kualitas II, dan tunnel kualitas I. Pendapatan total tertinggi diperoleh usaha garam rakyat yang menggunakan teknologi tunnel sebesar Rp 84.880.333 per hektar per tahun. Berdasarkan perhitungan menggunakan CPI teknologi tunnel juga merupakan teknologi yang paling banyak memberikan manfaat bagi petambak garam dengan nilai alternatif sebesar 1.922,88. Saluran pemasaran yang paling efisien untuk garam hasil produksi teknologi geomembrane dan tradisional adalah saluran pemasaran 1, sedangkan untuk garam hasil produksi teknologi tunnel hanya menggunakan saluran pemasaran 2 karena hanya terdapat satu petambak garam yang menggunakan teknologi tunnel dalam produksi garam. The increasing demand for salt corresponds with population growth, but national salt production is insufficient, leading the government to import salt. Salt impor data shows a steady increase from 2,6 million tons in 2019 to 2,8 million tons in 2022. This has put pressure on the price of salt at the local salt farmer level. Pangenan Subdistrict is the largest salt-producing area in Cirebon Regency. Pangenan Subdistrict employed 785 people as salt farmers, working on 785 hectares of land in 2023. Several technologies are applied in salt production activities, such as traditional, geomembrane, and tunnel technologies. This research aims to compare quality of salt production based on different technologies, analyze the income and performance comparison of salt business technologies, and analyze the efficiency of salt marketing. The data analysis methods used include descriptive analysis of salt quality comparison, income analysis, Comparative Performance Index (CPI), and salt marketing efficiency analysis. The research results show that there are three visual qualities of salt produced in Pangenan Subdistrict. Traditional technology produces grade III salt, geomembrane technology produces grade II salt, and tunnel technology produces grade I salt. The highest total income is obtained by salt farming using tunnel technology, amounting to IDR 84.880.333 per hectare per year. Based on the CPI calculation, tunnel technology also provides the most benefits to salt farmers, with an alternative value of 1.922,88. The most efficient marketing channel for salt produced using geomembrane and traditional technology is marketing channel 1, while for salt produced using tunnel technology, only marketing channel 2 is used because there is only one salt farmer using tunnel technology in salt production in Pangenan District, Cirebon Regency.