Optimasi Pengelolaan Ekosistem Mangrove: Mewujudkan Perhutanan Sosial Berkelanjutan di Kabupaten Indramayu
View/ Open
Date
2024-07Author
Pelawi, Rospita Br
Panuju, Retno Dyah
Rusdiana, Omo
Metadata
Show full item recordAbstract
Kabupaten Indramayu memiliki ekosistem mangrove yang luas di Provinsi Jawa Barat, yang sebagian besar hak pengelolaannya diberikan kepada masyarakat melalui LMDH Karya Wana Tiris, KTH Babadan Lestari, dan KTH Hijau Mandiri. Namun, pengelolaan ekosistem mangrove ini tidak berjalan optimal sesuai dengan tujuan perhutanan sosial yang ditetapkan pemerintah, menyebabkan kerusakan ekosistem. Oleh karena itu, diperlukan langkah optimasi untuk menjaga kelestarian mangrove dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perubahan penggunaan dan tutupan lahan, pendapatan masyarakat, dan kondisi lingkungan di kawasan mangrove. Disamping itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan rekomendasi pengelolaan ekosistem mangrove yang optimal, yang mempertimbangkan keseimbangan antara aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.
Penelitian ini dilakukan di kawasan mangrove yang dikelola oleh tiga kelompok masyarakat di Kabupaten Indramayu. Metode yang digunakan mencakup analisis perubahan penggunaan lahan/tutupan lahan, analisis usaha dan pengetahuan masyarakat petambak tentang mangrove, analisis produksi bandeng, potensi karbon, dan total nilai ekosistem mangrove. Data dikumpulkan melalui kuisioner, laporan tahunan, dan konversi biomassa ke karbon. Teknik analisis multikriteria Promethee digunakan untuk menentukan skenario optimal rasio tambak dan mangrove.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa areal penelitian memiliki penggunaan/tutupan lahan (LU/LC) yang didominasi oleh tambak, dimana perubahan LU/LC yang terjadi sebagian besar dikarenakan konversi lahan untuk tambak, yang mengurangi luas area mangrove. Masyarakat petambak memahami pentingnya mangrove untuk menjaga lingkungan dan bersedia untuk melakukan rehabilitasi, meskipun usaha ekonomi mereka saat ini terfokus pada tambak bandeng. Rata-rata produksi bandeng berdasarkan data Perhutani adalah 1,2 ton per ha per tahun. Terjadi penurunan produksi pada tahun 2020 dan 2021 dikarenakan banjir rob yang menerpa wilayah penelitian. Potensi karbon rata-rata di kawasan izin ini adalah 22,5 ton per hektar. KTH Babadan Lestari memiliki potensi paling rendah dikarenakan luas mangrove dan kerapatan tegakan lebih rendah dari dua wilayah lainnya.
Rekomendasi utama dari penelitian ini adalah penerapan pendekatan silvofishery atau wanamina, yang mengintegrasikan budidaya perikanan dengan konservasi mangrove. Analisis multi-kriteria menggunakan metode Promethee menunjukkan bahwa skenario dengan rasio tambak-mangrove 70:30 memberikan keseimbangan terbaik antara manfaat ekonomi dan lingkungan. Untuk mencapai kondisi optimal tersebut, diperlukan waktu sampai tahun 2031 untuk LMDH Karya Wana Tiris dengan penanaman sebanyak 217.173 bibit (penanaman tahun 2025-2028), tahun 2032 untuk KTH Babadan Lestari dengan penanaman sebanyak 289.575 bibit (penanaman tahun 2025-2029), dan tahun 2034 untuk KTH Hijau Mandiri dengan penanaman sebanyak 492.063 bibit (penanaman tahun 2025-2031). Indramayu Regency has an extensive mangrove ecosystem in West Java Province, with most management rights granted to the community through LMDH Karya Wana Tiris, KTH Babadan Lestari, and KTH Hijau Mandiri. However, current mangrove ecosystem management is suboptimal and does not align with the government's social forestry objectives, leading to ecosystem degradation. Therefore, optimization measures are necessary to preserve the mangroves and improve community welfare.
This study aims to analyze changes in land use and land cover change, community income, and environmental conditions in the mangrove areas. In addition, this research aims to develop optimal mangrove ecosystem management recommendations that balance economic, social, and environmental aspects.
This research was conducted in the mangrove areas managed by three community groups in Indramayu Regency. The methods involved analysis of land use/land cover changes, analysis of aquaculture business and community knowledge about mangroves, analysis of milkfish production, carbon potential, and the total value of the mangrove ecosystem. Data were collected through questionnaires, annual reports, and biomass-to-carbon conversion. The Promethee multi-criteria analysis technique was used to determine the optimal ratio scenario of ponds to mangroves.
The results show that study area is dominated by pond land use/land cover (LU/LC), with most LU/LC changes resulting from land conversion for ponds, reducing mangrove areas. Aquaculture farmers understand the importance of mangroves for environmental preservation and are willing to undertake rehabilitation, even though their current economic efforts are focused on milkfish ponds. Perhutani reported that the average milkfish production is 1.2 tons per hectare per year. There was a decline in production in 2020 and 2021 due to tidal flooding in the research area. The average carbon potential in this licensed area is 22.5 tons per hectare. KTH Babadan Lestari has the lowest potential due to the lower area and stand density of mangroves compared to the other two regions.
The main recommendation is implementing a silvofishery approach, which integrates aquaculture with mangrove conservation. Using the Promethee method, the multi-criteria analysis indicates that a 70:30 pond-to-mangrove ratio scenario provides the best balance between economic and environmental benefits. To achieve this optimal condition, it will take until 2031 for LMDH Karya Wana Tiris to plant 217,173 seedlings (planting from 2025-2028), until 2032 for KTH Babadan Lestari with the planting of 289,575 seedlings (planting from 2025-2029), and until 2034 for KTH Hijau Mandiri with the planting of 492,063 seedlings (planting from 2025-2031).