Strategi adaptasi masyarakat nelayan terhadap perubahan kelembagaan ekonomi lokal : Studi kasus komunitas nelayan Kel. Nipah Panjang I dan II, Kec. Nipah panjang Kab. Tanjung Jabang Timur, Prop. Jambi
Abstract
Penelitian ini dilakukan di Kel. Nipah Panjang I dan II, Kec. Nipah Panjang, Kab. Tanjung Jabung Timur. Dengan judul" Strategi Adaptasi Masyarakat Nelayan Terhadap Perubahan Kelembagaan Ekonomi Lokal". Hal ini didasari adanya hasil penelitian sebelumnya bahwa nelayan di Indonesia sebagian besar merupakan nelayan miskin. Kenyataan tersebut disebabkan oleh permasalahan kelembagaan ekonomi lokal yang bias pada lapisan atas. Tujuan penelitian ini yaitu: mengkaji kelembagaan ekonomi lokal dan perubahan kelembagaan yang terjadi serta bagaiman strategi adaptasi nelayan beragam lapisan terhadap perubahan kelembagaan ekonomi lokal.
Berdasarkan hasil penelitian, bentuk kelembagaan ekonomi lokal yang ada di Nipah Panjang antara lain: kelembagaan hubungan produksi dan bagi hasil, dimana dalam sistem bagi hasil tersebut 65% merupakan milik tauke lokal sedangkan 35 persen merupakan milik ABK. kelembagaan peguasaan lahan, kelembagaan penampungan ikan, kelembagaan Bank, Kelembagaan KUD, dan kelembagaan LEPPM3 (Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina). Kelembagaan tersebut secara lokalitas meliputi kelembagaan di tingkat kelompok dan komunitas (kelembagaan hubungan produksi dan bagi hasil, kelembagaan penguasaan lahan, kelembagaan penampungan ikan dan LEPPM3). Di tingkat lokalitas (kelembagaan KUD dan BANK, tauke luar). Secara sektoral meliputi sektor partisipasi (LEPPM3, Hubungan Pruduksi, Penguasaan Lahan)
dan sektor privat (KUD, BANK, Penampungan Ikan, tauke luar). Situasi kelembagaan ekonomi lokal dimana penelitian berlangsung
menunjukkan adanya perubahan tatanan kelembagaan ekonomi lokal yang disebabkan masuknya modernisasi, penigkatan jumlah penduduk serta adanya krisis moneter. Kelembagaan yang dibangun selama ini telah mengalami perubahan dalam konteks hubungan kerja, dari prinsip moral yang masih mempertahankan kebutuhan subsistensi kearah hubungan yang bersifat ekonomi atau kontraktual. Perubahan tatanan kelembagaan yang ada menujukkan penekanan kepada pihak-pihak tertentu. Hal ini dirasakan oleh nelayan lapisan menengah ke bawah (dalam hal ini nelayan pemilik kapal dan nelayan ABK).
Seperti halnya yang terjadi pada pola hubungan produksi dengan tauke lokal (hubungan permodalan) cenderung mengarah pada kondisi kesenjangan sosial yang ada di komunitas ini. Berbagai kelembagaan yang pernah ada untuk memperbaiki tatanan kelembagaan antara lain TPI, Asosiasi, Perkreditan. Namun lembaga tersebut tidak seperti diharapkan oleh nelayan lokal, sehingga nelayan ABK dan para nelayan dalam memenuhi kebutuhan modal tetap memanfaatkan sistem kelembagaan lama (hubungan patronase).
Sementara itu kelembagaan tradisional belum mampu mengangkat kehidupan nelayan diatas ambang subsisten dalam hal ini tidak hanya untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari melainkan untuk mengakumulasikan modal usaha. Akan tetapi bagi nelayan lokal khususnya nelayan kecil tidak ada pilihan lain selain untuk memperkuat kelembagaan patronase yang disebut tetap bertahan pada sistem tersebut (tauke lokal). Jaringan sosial kamunitas nelayan di Nipah Panjang I dan II dapat dilakukan oleh lapisan atas, lapisan menengah, maupun lapisan bawah. Jaringan sosial tersebut muncul dalam bentuk hubungan antara individu dengan kelembagaan ekonomi lokal tertentu, dengan ABK, pemilik pompong, pemberi kredit, tauke luar, nelayan bebas, pasar, pengumpul sebagai upaya memenuhi kebutuhan SD dalam mempertahankan hidupnya dan pengembangan usaha….dst