Pengelolaan tenaga kerja pemangkasan tanaman menghasilkan kopi robusta (Coffea canephora Pierre ex. Froechener) di kebun Jollong, Pati PTP Nusantara IX (Persero), Jawa Tengah
Abstract
Tanaman kopi berperan sebagai salah satu komoditi ekspor dan komoditi sosial di Indonesia (Wachjar, 1984). Dalam pertumbuhan dan perkembangannya, tanaman kopi sangat dipengaruhi dan dibatasi oleh faktor iklim, kondisi tanah, bahan tanaman, dan teknik budidaya. Oleh karena itu, untuk menghasilkan buah yang optimal dilakukan modifikasi teknik budidaya (Syamsulbahri, 1996).
Salah satu teknik budidaya yang mempengaruhi produktivitas tanaman kopi adalah pemangkasan. Pemangkasan memegang peranan penting untuk menjaga keseimbangan pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman kopi. Pemangkasan ditujukan agar cabang-cabang produktif tersedia secara berkelanjutan.
Pemangkasan pemeliharan/produksi yang dilaksanakan pada saat magang meliputi pemangkasan seleksi, pemangkasan halus, dan pemangkasan tunas air/wiwil. Pemangkasan pemeliharaan tanaman kopi bersifat individual dan rasional, artinya pemangkasan masing-masing tanaman kopi saling berbeda dan dibutuhkan pengetahuan tenaga kerja akan cabang mana yang harus dipangkas dan cabang mana yang harus dipelihara. Agar pelaksanaan pemangkasan berhasil dengan baik dibutuhkan tenaga kerja yang terampil dan memahami sifat-sifat pertumbuhan tanaman yang akan dipangkas (Suprijadji, Nur dan Sudjatmiko, 1996). Kesalahan terhadap pemangkasan cabang dapat mengurangi produksi serta dapat merusak kerangka tanaman kopi.
Data profil tenaga kerja di Kebun Jollong menunjukkan umumnya tingkat pendidikan tenaga kerja masih rendah, tingkat usia berada pada usia produktif tua, dan pengalaman kerja cukup lama. Kombinasi antara tingkat pendidikan, tingkat usia, dan pengalaman kerja akan mempengaruhi tingkat produktivitas kerja masing-masing kegiatan pemeliharaan tanaman kopi, khususnya pemangkasan.
Ravianto (1986) menyatakan bahwa tenaga kerja meupakan salah satu unsur
penting dalam pencapaian produktivitas perusahaan. Komaruddin (1988) menyatakan bahwa untuk mengetahui jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan bagi penyelesaian suatu pekerjaan diperlukan analisis beban kerja (work load analysis) dan analisis tenaga kerja (work force analysis). Tujuan analisis kebutuhan tenaga kerja adalah untuk menentukan berapa jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan. Ravianto (1985) menyatakan bahwa pengukuran produktivitas adalah perbandingan antara pengeluaran dengan pemasukan tenaga kerja. Salah satu metode yang digunakan adalah metode Indeks Tenaga Kerja (ITK) yang merupakan ukuran kuantitas efisiensi tenaga kerja. Nilai ITK yang semakin besar menunjukkan semakin tinggi pemborosan tenaga kerja atau
rendahnya efisiensi penggunaannya dan sebaliknya. Hasil perhitungan ITK untuk afdeling Jurang/Tunggulwulung selama 4 bulan tersebut adalah 0.15, artinya dibutuhkan 15 orang tenaga kerja bagi afdeling untuk menyelesaikan areal seluas 100 ha. Menurut Ditjenbun (1999), usaha tani perkebunan tanaman kopi membutuhkan masukan tenaga kerja sekitar 0.34 tenaga kerja per hektar. Ini berarti nisbah tenaga kerja di afdeling Jurang/Tunggulwulung masih kurang dari nisbah tenaga kerja yang dianjurkan…dst