Pengelolaan Lahan Pertanian Oleh Petani Transmigran di Proyek Transmigrasi Sitiung II
Abstract
Pemerintah Indonesia dalam Pelita III ini telah mentargetkan pemindahan penduduk sebanyak 500.000 Kepala Keluarga, yang jika setiap Kepala Keluarga rata-rata berangotakan lima jiwa berarti pemindahan 2,5 juta jiwa ke luar Jawa. Hal ini belum berarti banyak, sebab sebenarnya tidak kurang dari 12 juta jiwa harus dipindahkan dari Pulau Jawa. Juga pemenuhan target tersebut masih dirasa terlalu berat karena keterbatasan tenaga dan medan pemukiman.
Salah satu tujuan dari transmigrasi ialah ekstensifi- kasi areal pertanian. Menurut Koswara (1981) serta Soepardi dan Rumawas (1980), lahan di Jawa dan Madura yang sesuai untuk usaha pertanian hanya 5 juta ha, padahal yang digarap telah mencapai 8 juta ha. Berarti 3 juta ha yang sebenarnya sudah tidak sesuai dengan usaha pertanian telah digunakan, termasuk areal hutan yang dilindungi. Jika ekstensifikasi diteruskan di Pulau Jawa akan sangat merusak tatalindung air-tanah.
Dalam pemindahan penduduk untuk transmigrasi, pemerintah memperhatikan daerah-daerah yang :
1) bertekanan penduduk yang sangat padat
2) merupakan daerah bencana
3) diperlukan pemindahan karena pembangunan.
Dalam pengembangan transmigrasi, maka daerah-daerah aliran sungai yang masih kosong penduduk di luar Jawa, khususnya yang dekat dengan kota merupakan lokasi yang tepat untuk perkembangan persawahan dan intensifikasi pertanian dengan kemudahan pemasaran hasil pertanian dan kebutuhan transmigran (Ndaru Mursito, 1979). Meskipun demikian lahan yang jinak dan tidak mengandung risiko makin lama makin sulit didapatkan, sehingga pilihan makin mengarah pada lahan yang makin terpencil, mengandung risiko dan relatif liar. Apalagi daya dukung di luar Jawa adalah relatif kecil jika dibanding dengan Pulau Jawa sendiri.