dc.description.abstract | Produksi jahe Kecamatan Caringin dijual oleh para petani kepada eksportir tanpa melalui perantara (lembaga perantara) seperti pedagang pengumpul, tengkulak atau KUD. Keberadaan eksportir yang telah dikenal oleh petani dan lokasi yang dekat antara kebun petani dengan gudang eks- portir memungkinkan terjadinya saluran pemasaran tersebut.
Dari hasil perhitungan efesiensi tataniaga, saluran tataniaga yang ada dapat dikatakan efesien. Hal ini diperlihatkan dari besarnya bagian yang diterima oleh petani maupun eksportir dengan memperhatikan besarnya resiko-resiko yang harus ditanggung. Besarnya bagian yang diterima petani adalah 55.56 persen dari harga FOB, biaya tataniaga yang dikeluarkan oleh eksportir adalah sebesar 44.44 persen dan keuntungan yang diterima eksportir adalah sebesar 15 persen.
Struktur pasar jahe Kecamatan Caringin mendekati kepada struktur pasar persaingan sempurna. Petani dan eksportir tidak dapat mempengaruhi harga pasar.
Dalam memasarkan jahe dari petani kepada konsumen luar negeri, hampir semua fungsi tataniaga dijalankan oleh eksportir kecuali fungsi fisik berupa fungsi pengolahan dan fungsi fasilitas berupa fungsi standarisasi.
Pengembangan jahe di Kecamatan Caringin dapat dide- kati dengan pendekatan pola PIR dimana eksportir berperan dalam menyediakan modal bagi petani dan memasarkan produk- si jahe petani. Petani mengkhususkan pada aspek budidaya.
Selain diekspor dalam keadaan segar, jahe dapat juga diekspor dalam bentuk olahan. Hal ini dimaksudkan agar nilai tambah yang dihasilkan dapat dinikmati oleh masyara- kat Indonesia selain menambah kesempatan kerja. Dari hasil penghitungan nilai tambah pabrik pengolahan jahe asin, nilai tambah yang dihasilkan cukup besar yaitu sebesar Rp 276.44 per kg bahan baku, pendapatan tenaga kerja sebesar Rp 42.50 per kg bahan baku. Keuntungan yang diterima oleh pengusaha pabrik pengolahan tersebut adalah sebesar Rp 233.94 per kg bahan baku… | id |